Dikira ART.



Beberapa kali ane mengalami kejadian lucu berkaitan dengan ras. Sebutlah dikira ART saat menginap di rumah kakak ipar. Ya, ini benar-benar terjadi.



Mereka, teman-teman kakak ipar ane datang bergerombol, pasukan Macan Ternak.

Mama Cantik Nganter Anak.Mereka baru aja kelar nganterin anak, lalu mampir untuk ngerumpi-rumpi cantik gitu. Berhubung kakak ipar ane di dalam dan pintu tertutup rapat jadilah mereka berteriak-teriak minta dibukain pintu. Ane yang lagi nyapu di lantai atas ngelongok mereka yang bergerombol itu. Dengan kompak mereka menanyakan kakak ipar ane itu ada atau enggak. Tapi, ane sedikit bingung karena pertanyaannya sedikit aneh.

"Mbak, Ibu ada nggak?" Ibu? Apa mereka nyariin mertua ane? Padahal jelas-jelas mereka neriakin nama kakak ipar ane.

"Ibu?"

"Bu Yeyen." Astaga, sinyal di otak ane menangkap sesuatu. Sepertinya mereka ngira ane ART. Tapi ya nggak apa-apa, ART itu pekerjaan mulia, kok.

Setelah mereka masuk dan ketemu kakak ipar ane, barulah ane dikenalkan kepada mereka sebagai adik ipar si empunya rumah. Kompak mereka minta maaf. Ane pribadi nggak keberatan dengan anggapan apa pun dari orang-orang di sekeliling. Tapi kalau dipikir, memang tampang dan warna kulit kadang menjadi acuan sikap yang kita terima. Ane yang berkulit coklat dan tampang ndeso, ditambah penampilan ala kadarnya, cenderung cuek, cukup maklum dengan anggapan mereka. Ane menyikapinya dengan santai. Menyenangkan hati orang lain kan ibadah, hahhahahahaha.

Kejadian itu berulang saat ane ngikutin anak-anak main ke tetangga, di hari yang sama setelah kejadian di atas. Ane ditanya sama pengasuh anak tetangga itu, "Betah di situ, Mba?" Betah? Namanya di rumah kakak ipar ya betah-betah aja. Tapi ane udah punya sinyal lain karena kejadian tadi pagi.

"Betah."

"Udah lama?"

"Di mana?" Asli ane bingung itu makanya nanya begitu. Hahaha. Otak ane melemah.

"Di rumah Ci Yeyen, temenku yang ikut orang China pada nggak betah soalnya. Cerewet."

"Oh, baru. Baru dua hari." Memang bener.

"Tapi kayaknya udah sayang banget sama mereka," tanyanya sambil menunjuk kedua anak ane yang lagi ngelongokin kolam ikan, "aku juga baru di sini."

Di saat bersamaan laki ane manggil. Ngobrol bentaran, lalu ane balik lagi ke tempat tadi. Saat itulah dia langsung tersipu sambil minta maaf karena mengira ane ART.

"Santai aja."

Warna kulit boleh beda, tapi negeri kita tetap satu, Indonesia. Agama boleh beda, tapi Tuhan kita tetap satu, Tuhan yang Mahaesa.

Sumber opini pribadi
gambar dokumentasi pribadi.