Suku bangsa jawa dalam lintasan sejarah telah melewati banyak pralya (kiamat). Sepanjang itu pula Kehancuran dan kebangkitan negara sebagai suatu sistem pemerintahan telah menjadi makanan sehari-hari bangsa jawa. Apabila negara itu sebagai keharusan yang mengatur tatanan hidup masyarakatnya kenapa bangsa jawa bisa bertahan sampai hari ini dan menjadi dari salah satu suku bangsa yang terbesar yang menduduki bumi?
Untuk menjawab pertanyaan diata kita harus mengenal konsep jawa, jawa menurut saya bukan berasal dari kata jawawut (sejenis tanaman serealia) yang menjadikan pulau jawa disebut jawadwipa. Dalam kehidupan sehari-hari kata jawa atau dalam pengucapannya “jowo” itu digunakan dalam mengungkapkan suatu tindakan untuk merawat sesuatu dengan baik misalnya “ awakmu kudu JOWO nang ibumu,dulurmu,anakmu lan bojomu( kamu harus JOWO”merawat dengan baik” ibu, saudara,anak dan istrimu” . JAWA itu juga berarti hujan , hujan juga yang merawat kehidupan tetap lestari. Oleh karena itu saya berkesimpulan bahwa orang jawa adalah bermakna manusia yang merawat sesuatu dengan cinta dan keiklasan tanpa menuntut suatu balasan. Sesuai dengan sesorah ibu yang sering diumpat bila kita berdebat “WONG JOWO iku KUDU JOWO”
Dari konsep diatas saya dapat mengambarkan hubungan manusia jawa dengan negara, seharusnya seperti peternak dengan sapinya. Bila kita menempatkan diri kita sebagai sapi yang harus dirawat oleh negara, kita akan menjadi sapi yang bisa diambil susunya maupun dagingnya. Bisa pula dijual bila dianggap sudah tidak produktif bagi peternaknya dan pada hakikatnya kita tidak ingin seperti itu. Pandangan negara yang harus merawat itulah yang selalu menjadi perdebatan yang tidak pernah habis. Orang-orang akan menjadi radikal dalam memilih siapa kepala negaranya karena dia berpikir bila negara ini tidak bisa memenuhi kebutuhan kita akan mati. Bila tidak ada negara manusia-manusia indonesia akan menjadi barbar tanpa mengenal norma maupun nilai sebagai manusia. Kita harus bertanya pada hati terdalam siapa yang memberi makan kita?negara atau Tuhan yang melimpahkan rizkinya sebagai upah kita dalam berusaha. Kita juga harus bertanya apa yang membuat kita takut membunuh,mencuri atau merudapaksa seseorang itu berasal dari pasal KUHP ataukah dari nilai-nilai luhur yang Tuhan turunkan pada sekalian manusia.
Sebagai orang jawa kita harus mengambil peran sebagai peternak yang merawat dengan keiklasan hati dan cinta kasih pada negara ini. bagaimana merawat negara a.k.a sapi kita?. Bayarlah pajaknya dan selalu ikuti peraturan yang telah menjadi kosensus bersama agar negara ini tumbuh dengan subur dan kita bisa mengambil keuntungan dari merawatnya sebagaimana peternak memerah susu sebagai tanda cinta ternaknya akan pelayanan terbaik tuanya untuk dirinya. Itu hanya sebagian contoh dari resep merawat negeri ini karena setiap individu peternak itu seyogyanya punya resep-resep terbaik yang orisinil bagi ternaknya.
Sebagai orang jawa kita tidak berbudaya untuk menuntut balasan pada yang kita perjuangkan. biarkanlah Tuhan yang menggerakan hatinya untuk berbalas kebaikan pada kita. Sebagai peternak pula kita tidak boleh takut akan matinya ternak kita itu sebagai sebuah proses alami kehidupan. Karena kita harus dengan ksatria mengakui yang kekal itu Tuhan, mungkin dengan kematian itu kita marah dan sedih itu pasti tapi kehidupan akan terus berlanjut. Selama kita menempatkan diri sebagai peternak akan terjadi pergantian yang halus siapa yang selanjutnya kita rawat dan hidup terus berlanjut sebagaimana generasi terdahulu dalam menanggapi semua ini .
Akhir kata saya bukan seorang fasis yang menganut jawa-sentris . kita tidak bisa memilih dilahirkan sebagai siapa. Mempelajari sejarah dan pandangan hidup dimana dilahirkan itu sebagai rasa terima kasih pada tuhan yang telah menempatkan saya sebagai suku jawa. Saya yakin setiap suku bangsa di indonesia punya pandangan tersendiri terhadap apa itu negara dan dari banyak suku bangsa itu setiap manusianya punya pandangan yang otentik apa itu negara.