

TS
delia.adel
Hanya Satu Kali Saja
Spoiler for screenshot:

Quote:
Original Posted By Delia.Adel►


Puisi-puisi Succubus (Delia.Adel)
Barangkali Allah telah menghukumku lebih dari sebelumnya
ketika derajat detik menampar muka dengan jarak yang begitu pendek
sesekali mencium aroma batu nisan
jangan acuhkan aku wahai neraka
racunilah tubuh ini dengan bubuk paling mawar.
Namun,
serupa mendengarkan seorang anak berdoa tapi tanpa sebuah ajaran untuk berdoa
hanya dia yang tertinggal
tersenyum dan terus saja bicara
sendiri yang berbeda
awal dan akhir dari sebuah panjang yang tersiasati.
Terkadang selalu malu setiap kali berpikir
tentang dunia
dan sepenggal kalimat sajak
yang tak pernah kehabisan, kata-kata
Inilah ketidakmungkinan yang terjadi
dari jati diri seorang AKU.
Tidakkah bisa menemukan bahasa pulang, untuk yang terakhir? Sebelum fajar dan suara ombak semakin naik,
ingin sekali rembang
aku kelelahan.
Dulu saat bersekolah
pingsan di muka pintu, berulang tapi kembali
berpaling dari sesaknya adalah kesialan waktu
sedang tubuh ini masih terlalu dini
dan hanya jarum jam yang memakan usia
ah, ini terlampau benar
Allah menciptakan manusia dari segumpal tanah
kembali ke dalam tanah
berslogan aku benci tanah.
Andai saja dunia lebih memihak condong ke kanan
pastinyalah tidak akan ada kesombongan
juga kutipan celah-celah dungu
yang kemudian meledak
berjatuhan ke pangkal sudut bibir
"AKU INGIN TERBANG!"
Telah kusaksikan banyak sekali bahasa yang timbul berbauran
semuanya berasap
ingatan melayang jauh
mencoba menyerna
sia-sia, apa aku saja yang memahami satu kebodohan?
Lupakanlah! Bahasa samar memanggil pikiran
melambaikan tangan
lalu menenggak tuak dan sejuk bersama-sama
seandainya saja ada hidup di dalam kata barangkali
mungkin aku ingin keranda kebijakan
yang tersusun dari abjad-abjad aksara
berupa ikatan jasa kepada bumi yang telah menua
tanpa bisa kuterjemahkan dengan dinginnya bahasa pelepasan.
Di tengah gurun. Kuhayalkan satu bentuk suci
tentang pergunjingan untuk abadi
pada lintasan angka-angka
yang terjadi pada sebuah malam
dan aroma kotoran sapi yang memboyong kenyataan dasar.
Hm, sengitnya! Menyekap sisa sisa keikhlasan
untuk berkoloni lepas
tanpa mengenalkan sebuah basah
padahal musim hujan belum lagi timbul.
Dan dari rahasia alam hanya bisa menyebutkan satu warna saja
keluhan abadi
indahnya berkumpul bersama rencana Surya yang melepaskan rasa panas.
Dongengkan saja Nina Bobo untukku, kali ini saja. Ya kali ini saja!
Jakarta, 8 September 2019.
Barangkali Allah telah menghukumku lebih dari sebelumnya
ketika derajat detik menampar muka dengan jarak yang begitu pendek
sesekali mencium aroma batu nisan
jangan acuhkan aku wahai neraka
racunilah tubuh ini dengan bubuk paling mawar.
Namun,
serupa mendengarkan seorang anak berdoa tapi tanpa sebuah ajaran untuk berdoa
hanya dia yang tertinggal
tersenyum dan terus saja bicara
sendiri yang berbeda
awal dan akhir dari sebuah panjang yang tersiasati.
Terkadang selalu malu setiap kali berpikir
tentang dunia
dan sepenggal kalimat sajak
yang tak pernah kehabisan, kata-kata
Inilah ketidakmungkinan yang terjadi
dari jati diri seorang AKU.
Tidakkah bisa menemukan bahasa pulang, untuk yang terakhir? Sebelum fajar dan suara ombak semakin naik,
ingin sekali rembang
aku kelelahan.
Dulu saat bersekolah
pingsan di muka pintu, berulang tapi kembali
berpaling dari sesaknya adalah kesialan waktu
sedang tubuh ini masih terlalu dini
dan hanya jarum jam yang memakan usia
ah, ini terlampau benar
Allah menciptakan manusia dari segumpal tanah
kembali ke dalam tanah
berslogan aku benci tanah.
Andai saja dunia lebih memihak condong ke kanan
pastinyalah tidak akan ada kesombongan
juga kutipan celah-celah dungu
yang kemudian meledak
berjatuhan ke pangkal sudut bibir
"AKU INGIN TERBANG!"
Telah kusaksikan banyak sekali bahasa yang timbul berbauran
semuanya berasap
ingatan melayang jauh
mencoba menyerna
sia-sia, apa aku saja yang memahami satu kebodohan?
Lupakanlah! Bahasa samar memanggil pikiran
melambaikan tangan
lalu menenggak tuak dan sejuk bersama-sama
seandainya saja ada hidup di dalam kata barangkali
mungkin aku ingin keranda kebijakan
yang tersusun dari abjad-abjad aksara
berupa ikatan jasa kepada bumi yang telah menua
tanpa bisa kuterjemahkan dengan dinginnya bahasa pelepasan.
Di tengah gurun. Kuhayalkan satu bentuk suci
tentang pergunjingan untuk abadi
pada lintasan angka-angka
yang terjadi pada sebuah malam
dan aroma kotoran sapi yang memboyong kenyataan dasar.
Hm, sengitnya! Menyekap sisa sisa keikhlasan
untuk berkoloni lepas
tanpa mengenalkan sebuah basah
padahal musim hujan belum lagi timbul.
Dan dari rahasia alam hanya bisa menyebutkan satu warna saja
keluhan abadi
indahnya berkumpul bersama rencana Surya yang melepaskan rasa panas.
Dongengkan saja Nina Bobo untukku, kali ini saja. Ya kali ini saja!
Jakarta, 8 September 2019.

Diubah oleh delia.adel 08-09-2019 15:57






sutanpalengah dan 55 lainnya memberi reputasi
54
25.5K
Kutip
1K
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan