uliyatisAvatar border
TS
uliyatis
Sebuah Penyesalan
Sebuah Penyesalan


Sepasang mata itu menatapku sendu. Tampak buliran bening terjejak di pipi mulusnya. Yah, perpisahan yang sebenarnya tak pernah ia harapkan harus terjadi saat ini.

Perpisahan yang akan membatasi segala sesuatunya. Kan menutup rapat butiran kasih yang mengalir di hati kami.

Hancur. Perih. Berkecamuk jadi satu. Membungkus asa yang telah raib.

Mirna, nama yang selama ini selalu tersemat rapi dalam relung hati ini, harus segera tersingkir. Terkubur di ujung duka.

Netra wanita itu memandangku pilu. Perempuan berhijab, berkulit sawo matang dan senantiasa bertutur kata lembut itu tak mampu membendung kesedihan.

'Pras, maafkan aku,' bisiknya kelu.

Aku hanya bisa menatapnya. Lidahku seperti terkunci. Tak mampu mengurai kata-kata.

'Sudahlah. Mir. Ini sudah takdir.'

Kembali dia hanya menatapku. Hidung bangirnya mulai memerah, tertarik oleh ujung jemarinya yang lentik.

'Memang hidup ini hanya sekedar persinggahan. Kita hanya mampu menjalani saja.'

Isak Mirna mulai terdengar kembali. Tajam menusuk jantung ini. Sesak.
Ingin sekali mengusap lembut kepalanya. Namun, segera kutepis rasa itu.

Aku dan Mirna tak lagi sepasang suami isteri. Kami telah tersekat jurang pemisah.

Mirna kemudian memberikan sesuatu. Benda yang selalu bersamanya sepanjang waktu. Sebuah sejadah.

Dia memandangku kembali. Ngilu. Seolah memintaku untuk menerima dan menyimpannya.

Itu merupakan sajadah yang kami pilih bersama saat berbelanja di sebuah toko perlengkapan salat. Binar mata Mirna masih terbayang di benak ini ketika kuberikan ia sajadah itu.

'Terimakasih, Pras,' ucapnya girang kala itu.

Ah, kenangan yang akan menyesakkan kini. Lagi-lagi rasa sakit itu datang.

'Baik, Mir. Aku akan menyimpannya,' kataku akhirnya, tidak ingin membuat dirinya kecewa.

Seulas senyum terlukis di bibir mungilnya. Ucapan terimakasih yang samar terdengar oleh kuping ini, mengakhiri perbincangan kami.

Mirna harus meninggalkan kota ini. Kota tempat kami merajut kasih. Bukan karena tak lagi mencintaiku, tapi perbedaan prinsip sebagai penyebabnya.

Perempuan berpikiran sederhana itu hanya memandangku lekat. Butiran air mata kian membiak di bola matanya yang indah. Mata yang dulu sangat kurindukan.

Maafkan diri ini, Mirna. Maafkan ... bisikku. Maafkan keserakahan diri ini.
Aku mengerti ketidak sukaanmu padaku. Keinginan untuk berpolygami yang membuat dirimu harus menjauh dari kehidupanku.

Selangkah lagi, aku tak akan lagi bisa menikmati hari-hari bersamanya. Perempuan yang telah menyerahkan seluruh hidupnya padaku selama ini.

Maafkan aku, Mir. Tulus, aku tidak menginginkan perceraian ini. Hatiku kembali berbisik.

Namun, nasi telah menjadi bubur. Penyesalan datangnya selalu terlambat. Aku telah membuang separuh nyawaku untuk mendapatkan kesenangan yang lain.

Maafkan diri ini, Mir. Aku tak pantas lagi menjadi sandaran bagimu. Nuraniku terus berbisik.

Sementara Mirna sudah tak tampak lagi di hadapanku. Perempuan yang kunikahi 5 tahun yang lalu telah menghilang dari hidupku. Pergi dengan meninggalkan banyak kenangan yang akan menjadi sesalan.


Crp, 6 september 2019






hvzalfAvatar border
tinwin.f7Avatar border
tinwin.f7 dan hvzalf memberi reputasi
2
118
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan