Mimpi untuk berada di Piala Dunia 2022 nampaknya harus dikubur dalam-dalam, bagaimana tidak melawan Malaysia di kandang sendiri dengan dukungan suporter fanatik berujung kekalahan, padahal harga tiketnya bisa bikin kantong bolong. Namun rasanya kok kekuatan timnas Indonesia tidak ada progress malah yang terjadi penurunan kualitas terutama di masalah fisik pemain.

Di pertandingan perdana timnas Indonesia melawan Malaysia memang cukup di unggulkan ketika sempat unggul baik itu di babak pertama maupun kedua, namun yang menjadi masalah lini belakang Indonesia sering sekali salah koordinasi bahkan seringnya salah passing menandakan permainan sepakbola Indonesia masih dibawah Malaysia yang terlihat lebih menguasai lapangan tengah ketika tertinggal. Dengan di isi pemain tua sudah pasti Garuda senior seakan sudah kehabisan bensin menjelang peluit terakhir, hingga membuahkan malapetaka karena kemenangan yang sudah di depan mata harus berakhir dengan kekalahan yang menyakitkan dengan skor 3-2 untuk kemenangan Malaysia.



Namun lucunya kenapa sih kalau lawan Malaysia kita selalu saja sial ?

Bisa di lihat dari Garuda under 16,19,23 hingga senior semuanya tumbang bila berhadapan dengan negeri Jiran ini. Kenapa dan mengapa ?

Apa kita dikutuk tak bisa menang melawan mereka, kalau bicara skill individu pemain kita di atas rata-rata. Bicara pola permainan sebenarnya hampir serupa bahkan naturalisasi pemain di kedua negara pun ada. Lalu kok bisa sih selalu saja kalah ?

Sebenarnya permainan sepakbola Malaysia juga berkembang mereka tak mementingkan skill individu namun lebih ke arah spartan dan juga kolektivitas bermain, lihat para pemain Malaysia ketika menguasai bola jarak antar pemain tidak berjauhan kesalahan passing sangat sedikit, jarang sekali umpan direct lambung lebih banyak umpan dari kaki ke kaki. Namun di Indonesia kebalikannya lebih sering umpan direct dan juga salah passing hingga sering kehilangan bola.



Kita tak bisa pungkiri kualitas pemain timnas Indonesia massa ototnya terlihat kurang jadi untuk body ball pun terasa mudah sekali jatuh, kecuali untuk beberapa pemain naturalisasi tapi sayang pemain tersebut sudah berada di umur yang sudah uzur seperti Beto Goncalves.

Setidaknya PSSI harus berbenah untuk memperbaiki infrastruktur dari semua klub yang ada di liga 1 hingga ada pola makan baku yang terstandarisasi kepada semua club agar pemain timnas tidak mudah loyo, bahkan jadwal liga pun dibuat lebih nyaman untuk pertandingan berskala internasional. Walau tak punya stadion sendiri tapi di wajibkan club yang bermain di liga 1 dan 2 mempunyai tempat pemusatan latihan yang lengkap, bila statusnya away tempat latihan tuan rumah yang menjamu akan di pinjamkan. Di dalam tempat pemusatan latihan minimal ada 2 lapangan latihan yang berdekatan. Terutama jadwal liga 1 yang berantakan tak sesuai jadwal FIFA harus di perbaiki, bahkan dengan jarak tempuh yang jauh antar pulau membuat pemain fisiknya lelah di perjalanan.



Bila tidak ada itu semua rasanya sampai kapanpun Indonesia hanya bisa bermimpi dan terus saja bermimpi, jadi semuanya sia-sia tak ada progress yang berarti. Apalagi kalau ada mafia bola di belakang layar.

Untuk kalian sebagai suporter yang ngakunya ultras Garuda jangan juga bikin dagelan, konsentrasi pemain pun buyar ketika atitude kalian tak baik. Rusuh untuk apa bahkan di lihat di dunia internasional, kalau pikiran masih bodoh tak usahlah nonton bola lebih baik duduk di rumah sambil minum kopi...



Nah bagaimana nih pendapat agan dan sista semua, silahkan komentar, beri TS cendol, follow, rate bintang 5, dan tentu juga jangan lupa share and like karena semua itu tidak gratis !! 



c4punk@2019

Gambar google
Referensi Disini