Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lapautekchy01Avatar border
TS
lapautekchy01
Jebakan Mertua
#Jebakan_My_Parent_in_Law

Mendengar bisik-bisik Mami Kinanti dengan Andin adik iparku di kamarnya, membuat kupingku merah.
Bagaimana tidak? Ternyata dia menikahkan Ardian denganku hanya untuk harta mendiang suamiku yang meninggal ketika kami baru sah jadi suami istri.

Jebakannya hebat. Memintaku untuk menjadi istri anaknya, lalu darahku dihisap sampai mengering di sarangnya. Dasar tarantula, dengkusku menahan marah. Kita lihat saja nanti, apa bisa jaring laba-laba itu menjeratku, hingga mati kehabisan darah dan harta.

No, my parent in law. Aku bukan wanita bodoh dan lemah. Aku tidak yakin jebakan batmanmu mengenaiku. Kita lihat saja nanti, desisku.

Pembicaraan mereka terhenti ketika derum mobil Ardian berhenti di depan rumah. Aku bergegas ke dapur agar jangan ketahuan kalau aku baru saja mendengar pembicaraan mereka.

Sabar Hanifah, melawan kejahatan dengan cara yang lembut, smart dan elegant. Jadikan jebakan yang mereka buat untuk dirinya sendiri, aku tersenyum membayangkan hal-hal apa yang akan kuhadapi nanti.

“Eh, kamu sudah pulang Yan?” Suara mami mertua terdengar nyaring.
“Iya, Mi. Oh, iya. Hanifah mana, kok tidak keliatan?”
“Mungkin tidur siang, dia sering ngeluh tidak enak badan. Istrimu akhir-akhir ini sering malas. Jadinya mami yang masak dan membersihkan rumah.”

Apa? Mami yang masak? Ya Tuhan, jahat banget si mertua. Padahal keringatku saja belum kering setelah berjibaku dengan pekerjaan rumah tangga dan ini? Masakan sebanyak ini aku yang bikin, kok malah mami yang bulan ke Adrian dia yang masak?

Ya, sudahlah, Ikhlas Hanifah. Lama kelamaan belang mertuamu akan kelihatan juga.

Aku bergegas ke kamar, setelah melakukan satu hal di dapur. Mengendap-endap agar jangan kelihatan oleh Adrian.

Sesampainya di kamar aku berbaring, kan tadi mami bilang aku tidak enak badan. Artinya aku harus istirahat, tidur memakai selimut.

“Sayang, kata mami kamu sakit?” Adrian meraba keningku.
“Iya, lemes aja. Nggak nafsu makan,” ujarku digemetarkan.
“Berati aku makan sendiri dong?” Matanya menyayu.

Kasihan Adrian, dia mana mau makan tanpa ditemani. Pura-pura linglung, aku bangkit dengan tatapan lebih sayu.

“Aku temani, mana tau aku bisa makan bareng kamu,” jawabku.

Adrian melepas seragam kerja lalu menggantungnya di belakang pintu. Melihat Adrian aku terbayang saat pertama kami jumpa.

Jodoh, rezeki dan maut memang takdir Allah. Aku dan Adrian terpisah cukup lama karena studi masing-masing. Hingga akhirnya aku dijodohkan dengan almarhum suamiku oleh Ibu dan Ayah.

Namun, jika Tuhan berkehendak. Jodoh yang dulunya hilang, kembali dengan caranya sendiri. Jodoh keduaku adalah Adrian, teman dekat semasa SMA.

Membayangkan perjalanan hidupku sebelum dengan Adrian membuatku menarik napas panjang, menyedihkan sekali.

Sekarang, setelah aku melakukan harapan pada lelakiku ini. Aku harus melewati jebakan mertuaku sendiri. Apa mungkin ini cobaan baru agar aku naik kelas di mata Tuhan?

“Lho, kamu kenapa bengong gitu? Kangen dipeluk?” Adrian melingkarkan tangannya dipinggangku. Menarik tubuhku merapat ke dadanya. Sebuah kecupan hangat mendarat di dahi.

Bahagia itu sederhana. Sesederhana perhatian suami kepada istrinya. Andai saja tadi aku tidak mendengar percakapan mami dengan Andini, aku pasti tidak akan mawas diri. Tuhan sangat baik kepadaku, DIA memberikan petunjuk agar aku lebih berhati-hati.

Agak lama Adrian memelukku, hingga keringat membasahi punggung.
“Kamu keringatan, Ay. Jangan-jangan kamu kena malaria.” Matanya melebar.

“Aku ngga apa-apa, mungkin karena kamu peluk aku sembuh. Ayo, ditemani makan, kasian mami sudah masak banyak,” ajakku.

Adrian belum mau melepaskan pelukannya, hampir saja kami kebablasan siang-siang. Untung saja mami berteriak, sehingga Adrian terlonjak dan menghentikan aksinya.

Dengan napas terengah-engah, Adrian menarik tubuhku berdiri. Kami bergandengan ke meja makan.

Di sana mami sudah duduk menunggu, menyediakan piring dan kobokan. Aku tetap diam melihat tingkah mami, sementara hatiku tertawa lebar.

Sebentar lagi jebakan mami akan dia lakukan, menyendokkan nasi dan sayur pakis kesukaan Adrian ke piring.
“Makan yang banyak, Fah. Biar cepat sembuh,” ujar mami.

Aku tersenyum menerima piring yang disodorkan wanita itu.
“Kamu juga, Yan!” perintahnya. Adrian mengangguk.

Adrian mulai memasukkan nasi ke sendok bersama sayur pakis, menyuap dengan semangat. Tapi, tiba-tiba. “Hoeek. Mami masak apa ini? Kok asin begini?” Adrian memuntahkan nasi ke piringnya, aku menunduk.

“Asin gimana?” Mami langsung mencoba sayur tersebut, lalu memindahkannya juga.

“Hanifah, kok, asin begini? Kamu banyakin garamnya ya? Biar mami stroke?” ujarnya keras.

Adrian bingung melihat tingkah mami, lalu,” bukankah mami yang masak?”

Jebakan pertama kandas ya, my mertua. Kita tunggu jebakan berikutnya.

0
273
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan