Kaskus

Entertainment

elviciAvatar border
TS
elvici
Alasan Bahwa Tidak Ada Alasan Bertindak Rasis di Negeri Bhinneka Tunggal Ika
Stop rasisme, rasis, mari bersatu, kita semua bersaudara, berbeda tetapi satu jua
Alasan Bahwa Tidak Ada Alasan Bertindak Rasis di Negeri Bhinneka Tunggal Ika

Saya dilahirkan di satu daerah yang menjadi salah satu daerah sasaran program transmigrasi, di mana terletak perkebunan teh tertua di tanah air. Kayu Aro, Kerinci, Jambi. Pemerintah kolonial Belanda merintis kebijakan transmigrasi ini pada tahun 1925 untuk mengurangi kepadatan Pulau Jawa dan memasok tenaga kerja untuk perkebunan-perkebunan di Pulau Sumatra. Setelah kemerdekaan, program transmigrasi diperluas cakupannya sampai seluruh kepulauan di Indonesia. Pantas saja, ada banyak penduduk dari berbagai suku bangsa yang bermukim di sini. Minang, Batak, Sunda, Aceh, Mandailing. Bahkan di kompleks permukiman saya yang hanya ada sekitar 50 rumah, seberagam itu juga penghuninya. Mayoritas penduduk di sini adalah dari suku Jawa, mengalahkan populasi penduduk asli seperti saya, suku Kerinci.
Alasan Bahwa Tidak Ada Alasan Bertindak Rasis di Negeri Bhinneka Tunggal Ika
Quote:

 
Oleh karena bentukan nenek moyang berpuluh tahun lampau, kami sudah terbiasa hidup berdampingan, jarang sekali terdengar persoalan disebabkan karena perbedaan suku. Semua lebur mencipta harmoni kehidupan desa beriklim dingin khas dataran tinggi di kaki Gunung Kerinci, gunung berapi tertinggidi Indonesia.
Alasan Bahwa Tidak Ada Alasan Bertindak Rasis di Negeri Bhinneka Tunggal Ika
Quote:


Sejak kecil, teman sepermainan pun tentu saja beragam pula suku bangsanya. Dalam bermain, tak pernah kami berkelahi lalu membawa-bawa suku asal. Kami tak pernah rasis. Dulu, tak tahu kami apa itu artinya. Dan tak terpikir pula untuk membeda-bedakan dan bertanya, “Asal keturunan nenek moyang mana kamu? Kok ikut main pula kau sama kami?”

Tempat pertemuan teramai tentu saja pasar. Digelar di hari-hari tertentu, tergantung Afdeeling-nya. Pasar terdekat dari rumah saya digelar di hari Minggu. Ini tak langsung menjadi arena bertemunya banyak orang-orang yang beragam itu. Mengasyikkan ketika mendengar banyak bahasa digunakan ketika bertransaksi jual beli. Biasanya mudah dibedakan, jika ingin sate atau lotek, maka pergilah ke sudut atas dan sudut bawah pasar, di sana orang Minang membuka gerobak satenya. Orang Minang dan Batak juga kebanyakan menjual pakaian. Jika ingin bakso, mi ayam, tahu tempe, kue getuk, di tepi jalan pasar banyak orang Jawa menggelar dagangannya. Jika mencari parang, sabit, cangkul, dan peralatan berladang atau berkebun lainnya, pandai besi adalah orang Kerinci, tempaannya bagus. Duh, keceriaan dalam keberagaman yang sulit dilupakan.

Setelah merantau, bertambah yang saya lihat dan alami. Peristiwa-peristiwa berlatar belakang diskriminasi terhadap ras dan suku tertentu kerap terdengar. Membuat saya semakin merasakan perbedaan dan merindukan fenomena masa kecil. Prihatin. Saya mencari teman-teman masa kecil dan mengobrol di Facebook, mengenang kembali kerukunan kami yang bahkan tidak kami sadari, hanya melakoni dengan riang. Hal yang unik, kami suku Kerinci, sebagai suku asli daerah, malah mempunyai kegemaran mempelajari bahasa suku lain. Sedikit orang Jawa, Sunda, Minang atau Batak yang bisa berbahasa Kerinci, sebagai tempat mereka lahir dan berdiam, tetapi kami fasih menggunakan bahasa mereka. Jadilah laman Facebook kami berisi beragam bahasa daerah.

Berangkat dari cerita saya di atas, sebagai orang yang tumbuh besar dalam kebhinnekaan, pantas bagi saya prihatin dan menyayangkan peristiwa persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang, beberapa waktu terakhir (suara.com, 19-8-2019). Betapa mereka adalah saudara kita yang sama-sama menghuni negara kepulauan Indonesia ini. Mereka dari Pulau Cendrawasih. Saya dari Pulau Andalas. Agan dan Sista mungkin dari pulau lain, tetapi tetap di Indonesia. Tak ada alasan sama sekali untuk mendiskriminasi mereka, apalagi melakukan tindakan yang menjurus pada penghinaan ras. Meneriaki saudara kita sebagai monyet, nama binatang seterusnya, bukanlah perbuatan yang baik.

Alasan Bahwa Tidak Ada Alasan Bertindak Rasis di Negeri Bhinneka Tunggal Ika

Quote:


Saya pernah berkesempatan ke Papua. Mengisi waktu sore setelah kegiatan, saya bersantai ke Pantai Tembok Berlin, memesan kelapa muda pada Mama-Mamayang berjualan tak jauh dari tempat saya duduk. Mungkin Mama melihat saya kesulitan mengambil daging kelapanya karena tak tersedia sendok, saya masih ingat, ia datang menyodorkan kulit kelapa muda yang sudah dibentuknya menyerupai sendok untuk saya. Masyaallah. Keramahan yang tulus. Mama itu tidak bertindak rasis pada saya, padahal saya pasti terlihat asing dan kontras di sini.

Alasan Bahwa Tidak Ada Alasan Bertindak Rasis di Negeri Bhinneka Tunggal Ika

Saya senang mendengar logat atau dialek masing-masing berbicara bahasa Indonesia, bahasa persatuan kita. Jadi, berbekal latar belakang masa kecil, saya tidak peduli. Memangnya kenapa dengan kulit hitam dan rambut keriting? Atau, adakah yang salah jika saya berkulit putih dan bermata sipit? Tidak ada alasan untuk tidak menyukai atau menghina ras tertentu. Apalagi di negeri Bhinneka Tunggal Ika ini.

Torang samua basudara, hita sude sajabu, awak sadonyo badunsanak, saya tutup dengan bahasa Kerinci desa saya: kito sekantai golou.

Mari maknai perbedaan dengan positif. Yuk, stop perbuatan rasis.
Diubah oleh elvici 04-09-2019 09:42
YenieSue0101Avatar border
cattleyaonlyAvatar border
abellacitraAvatar border
abellacitra dan 19 lainnya memberi reputasi
20
4K
156
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan