Pemerataan kualitas pendidikan, adalah hal yang digaung-gaungkan oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RepubIik Indonesia (Kemendikbud RI). Pihak Kemendikbud RI beranggapan bahwa dengan adanya sistem zonasi, maka pemerataan pendidikan di Indonesia akan terwujud. Mulai dari pemerataan kurikulum pendidikan, pemerataan sebaran guru serta peserta didik, dan terakhir pemerataan kualitas sarana dan prasarana. Selain itu dengan adanya sistem zonasi maka akan meniadakan "sekolah favorit", yang justru memungkinkan terjadi praktik jual-beli "kursi" sekolah.

Mungkin yang paling merasakan dampak negatif dari sistem zonasi ini adalah para calon siswa di tingkat SMA. Banyak dari calon siswa SMA dengan sengaja memilih sekolah yang dianggap favorit agar nantinya bisa membantu mereka dalam mendapatkan program studi serta kampus impian melalui jalur SNMPTN. Tidak bisa dipungkiri bahwa reputasi sekolah cukup atau bahkan sangat mempengaruhi proses seleksi SNMPTN. SMA yang memiliki reputasi bagus, akan membantu meningkatkan prosentase kemungkinan penerimaan siswa di PTN melalui jalur SNMPTN. Dengan adanya sistem zonasi sekolah maka akan memunculkan beberapa kemungkinan. Misalnya ada siswa yang tergolong pandai, tapi bersekolah di SMA yang reputasinya "biasa saja", dibandingkan dengan siswa yang biasa saja tapi bersekolah di SMA dengan reputasi "sangat bagus", maka apabila mereka berdua bersaing untuk program studi dan PTN yang sama, besar kemungkinan bahwa yang akan lolos adalah siswa biasa saja.