Kaskus

Story

mayyarossaAvatar border
TS
mayyarossa
Sandi Cinta Kakak Pembina
Sandi Cinta Kakak Pembina

"Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan."

Selesai membaca Dasadharma, aku melangkah kembali ke barisan.

"Eh, siapa suruh kamu balik?" Aku mengernyit, menatap pemilik suara bariton di depanku.

"Hukumanmu belum selesai."

"Tapi, Kak ...."

"Tak ada tapi!"

Aku kembali ke depan, disaksikan seluruh anggota Pramuka di sekolah.

"Datang terlambat, atribut tidak lengkap, masih ngeles pula! Kamu ini ketua regu, seharusnya memberi contoh yang baik untuk anggota regumu."

Aku hanya diam. Keterlambatanku kali ini bukan tanpa alasan. Nenekku masuk rumah sakit. Reyhan, biasa dipanggil Kak Rey, seniorku itu mungkin masih dendam padaku karena berani membantahnya tempo hari.


Sandi Cinta Kakak Pembina

***

"Proposal sampah!" Kak Rey melempar proposal yang kususun bersama Suci dalam ujian pemilihan anggota Dewan Penggalang. Ini sudah proposal kelima yang dia lempar, dan semua bungkam.

"Arogan!" Entah mengapa, kata-kata itu serta merta keluar dari bibirku.

"Apa kamu bilang?"

"Arogan, kamu arogan!" Dengan berani, kuulang kata yang meluncur dari bibirku tiga detik yang lalu.

"Apa tidak bisa kamu sedikit menghargai aku?"

"Kakak bicara tentang menghargai, apa Kakak menghargai kami? Apa namanya kalau bukan arogan, jika semua proposal yang diajukan Kakak lempar sembarangan?"

Pemuda itu terdiam. Matanya menatap tajam ke arahku.

"Bagaimana jika proposal Kak Rey dilempar? Sakit hati, 'kan? Menunjukkan pada kami di mana letak kesalahannya, jauh lebih baik."

"Jangan sok menasehati kamu."

"Itu kenyataan. Aku nggak akan mengulang membuat proposal ini. Titik."

"Silakan saja. Lupakan keinginanmu menjadi Dewan Penggalang jika kau tak mau mengerjakan ulang proposal ini."

"Persetan dengan DP! Aku tak peduli!

Kuraih berkas proposal, lalu kurobek tepat di depan mukanya.

Kak Reyhan dan semua yang ada di tempat itu menatapku. Tanpa kata.

"Asal Kakak tahu, aku tak pernah berminat menjadi DP, tapi kewajiban sebagai ketua regulah yang membawaku kemari."

Aku segera berjalan keluar dari ruangan. Suci menyusulku.

"Gile lo, Nay! Tadi itu Kak Reyhan, lho. Lo gak seharusnya ngelakuin hal itu, 'kan, Nay? Gak habis pikir gue."

"Bodo, Ci. Kalo kamu mau bikin proposal itu lagi, terserah. Aku mah ogah. O... GAH!"

"Jadi DP adalah impian gue, Nay. Jadi, serahin semua ke gue. Lo terima beres aja."

"Terserah kamu."

Kupercepat langkah keluar gerbang, meninggalkan Suci yang melongo.

***

Dewan Penggalang. Sering disebut DP. Jabatan bergengsi dalam kepramukaan ini tak bisa didapat semudah membalik telapak tangan. Banyak ujian yang harus dilalui untuk menjadi seorang DP. Kita dituntut untuk benar-benar menguasai kepramukaan.

Memecahkan misteri di balik berbagai sandi, diantaranya Sandi Morse, Sandi Angka, Sandi Rumput, dan lain lain.

Ada pula ujian praktek, antara lain praktek tali temali. Waktu itu, kami diuji, dalam tiga menit bisa membuat berapa macam simpul. Bila rata-rata kawanku bisa menyelesaikan empat sampai lima simpul, aku bisa menyelesaikan delapan simpul saat ujian, antara lain Simpul Pangkal, Jangkar, Simpul Mati, Simpul Koboy, Simpul Delapan, Simpul Sembilan, juga Simpul Lasso. Kemampuan memainkan tali ini sudah kupunya sejak lama, karena ibuku pernah aktif di pramuka, juga Mapala, sehingga aku belajar langsung dari beliau sejak SD.

Selain itu, kami juga harus bisa membaca peta dan kompas, untuk navigasi darat.



Ujian fisik pun lumayan menguras tenaga. Kami disuruh lari mengitari lapangan, bahkan saat hujan. Setelah itu sit up dan knee up. Ujian ini tak masalah buatku yang masuk dalam tim PORDA DIY cabor panjat dinding. Lagi-lagi, aku mendapat nilai tertinggi.

Dan ujian terakhir, membuat propisal kegiatan perkemahan. Dan sejak proposal yang kususun bersama Suci dilempar, aku berniat mengundurkan diri.
Namun, semua sahabat memberi semangat. Mereka bilang, langkahku sudah jauh, sayang kalau tak sampai tujuan. Sudah kepalang basah. Mungkin karena hasil ujianku bagus, pembina Pramuka pun menginginkan aku maju terus.

Dan di sinilah aku sekarang. Bersama sembilan belas Calon Dewan Penggalang (CDP) yang lain. Sempat kulihat Kak Rey, yang kemarin menantangku untuk tak maju lagi menjadi DP. Tubuh tegap itu bersandar di dinding aula. Tak salah bila dia menjadi idola anak-anak kelas X. Tubuh tegap dengan tinggi proporsional, wajah dengan garis rahang yang keras, dipadu dengan rambut sedikit ikal, juga kulit kecoklatan.

Saat sedang mengamatinya itulah, pandangan kami bersirobok. Entah kenapa, tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat. Aku segera mengalihkan pandang.

Malam harinya, kami dibangunkan pukul dua malam. Kami dikumpulkan di lapangan. Saat itulah kami dilantik menjadi DP. Kami harus jalan jongkok dan merayap, seraya berkata, " Saya siap menjadi DP!"

Setelah itu, kami diguyur dengan air kembang. Tak terasa, air mataku mengalir. Dan sejak malam itu, resmilah kami berdua puluh menjadi DP. Sebuah tanggung jawab baru harus kami emban.

***

Setelah upacara pelantikan itu, sikap Kak Reyhan tak berubah. Dia tetap angkuh. Dan aku? Debar itu masih setia hadir, saat aku bertatap dengan mata elang miliknya. Hingga saat perkemahan akhir tahun, kami dipertemukan dalam satu tim. Kami menjadi tim penyapu atau sweeper saat Jelajah Medan.

Saat itu kami berjalan melewati sungai yang berarus cukup deras. Sebagai sweeper, kami berjalan paling belakang. Kak Reyhan berjalan di belakangku. Saat menyeberangi sungai, Kak Reyhan membiarkanku tetap berjalan di depan. Saat hampir sampai di seberang, aku tergelincir.

"Aduh ...."

"Naya ...." Dengan sigap Kak Reyhan menangkap lenganku. Aku mencoba berdiri, tapi tak bisa.

"Sakit, Kak."

"Ceroboh." Bukannya membantu, dia malah memaki. Tak kusangka, setelah mengataiku, dia malah membopong tubuhku. Entahlah apa yang kurasa, tapi yang jelas, debar dalam dada semakin nyata.

"Kak, turunin aku!"

Tak menjawab, dia tetap berjalan sambil membopongku. Baru setelah sampai di tepi sungai, dia menurunkan aku. Tanpa kata, tanpa ijin, diurutnya kakiku. Lumayan juga ilmu P3K-nya.

"Sakit, Kak!" teriakku.

"Bawel, kamu mau sembuh nggak?" Aku berusaha menahan sakit.

"Kenapa Kakak peduli padaku?"

"Harus kujawab?" Aku hanya diam.

"Gimana, sudah mendingan?" Aku mencoba menggerakkan kakiku.

"Lumayan, Kak. Makasih."

"Ayo, kita pasti sudah ditunggu. Kamu bisa jalan sendiri, 'kan?"

Aku hanya mengangguk.

"Bukan aku tak mau menggendongmu, tapi ... kamu berat," katanya sambil ngeloyor.

"Kak Reyhan!" Ingin kulempar pemuda itu ke sungai!

***

Malamnya, saat api unggun, aku mendapat kejutan. Kami disuruh saling menuliskan pesan kesan. Dan saat itu, aku membaca sebuah tulisan yang ditujukan padaku. Tulisan yang tak biasa karena ditulis dengan Sandi Morse.

._ /_._ / .._
... /._ /_._ _ /._ /_. /_ _ .
_._ /._ /_ _ /.._

Ini jawaban atas pertanyaanmu tadi siang, di tepi sungai.

Sandi Cinta Kakak Pembina


Aku masih membelalak tak percaya membaca surat itu. Sandi Morse itu artinya, "Aku sayang kamu". Dan tadi siang, aku hanya bertanya pada seseorang, yaitu, Kak Rey! Debar di dada kian nyata, saat kutemukan sosoknya yang tengah menatapku. Di balik sikapnya yang angkuh dan dingin, ternyata dia menyimpan rasa untukku. Pipiku menghangat, sehangat hatiku yang mulai menaruh harap.

Salam Pramuka!

Jogja, 30 Agustus 2019
hvzalfAvatar border
anasabilaAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
4.2K
40
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan