- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Akibat Rasisme, Kota Banjarmasin Juga Pernah Terjadi Kerusuhan Massal


TS
kelayan00
Akibat Rasisme, Kota Banjarmasin Juga Pernah Terjadi Kerusuhan Massal

Halo Gansist, jumpa lagi ama Thread gw. Gw juga ingin berbagi cerita tentang peristiwa yang terjadi akibat rasisme. Gw ingat, karena peristiwa itu terjadi disekitar gw.
Langsung saja, ya.
Langsung saja, ya.
1. Rasisme antar suku
Dulu, ketika gw masih anak-anak, kurang lebih 30 tahun yang lalu, di kota Banjarmasin ada beberapa suku yang menonjol, ada suku Jawa, suku Madura, Cina, Arab dan suku Banjar.
Mereka hidup berkelompok, tidak membaur suku yang satu dengan suku yang lain. Memang ada yang membaur, tapi jumlahnya tidak terlalu banyak. Itu sebabnya dulu ada yang bernama kampung Jawa, kampung Madura, kampung Cina, dan kampung Arab. Sementara suku Banjar yang merupakan penduduk lokal ada di mana-mana, tidak ada istilah kampung Banjar.
Suku Jawa, Madura, Cina dan Arab, sebenarnya mereka juga sudah ada sejak ratusan yang lalu, tapi entah kenapa tetap seja mereka dianggap sebagai pendatang. Dan ejekan yang paling sering dilontarkan oleh suku Banjar yaitu terhadap suku Jawa.
"Dasar orang Jawa, kada tahu dibasa." itulah ejekan yang sering dilontarkan. Artinya orang Jawa tidak tau tata krama.
Ada juga, "Jawa beret, bahera tapucirit." artinya orang Jawa buang air besar mencret.
Ejekan yang pertama di lontarkan orang tua suku Banjar kepada anak-anak suku Jawa. Sedangkan ejekan yang ke dua biasanya dilontarkan oleh anak-anak suku Banjar kepada anak-anak suku Jawa.
Perkelahian pun sering terjadi. Untungnya, para orang tua, baik orang tua dari suku Banjar atau pun para orang tua dari suku Jawa tidak pernah ikut-ikutan. Hanya anak-anak tingkat SMP dan SD, juga para pemuda, tapi beberapa kelompok kecil saja. Tidak pernah melibatkan satu kampung.
Gw masih ingat, pemuda suku Jawa sering bertanding sepak bola dengan pemuda suku Banjar. Kadang pertandingan belum selesai, perkelahian pun sudah pecah, saling pukul. Pemuda suku Banjar kalau mau bertanding dengan pemuda suku Jawa selalu membawa mandau, parang yang disembunyikan. Ketika perkelahian terjadi, masing-masing pemuda suku Banjar mengambil mandau dan parang, pemuda suku Jawa lari ke kampungnya. Perkelahian pun berhenti hanya sebatas di lapangan.
Orang Cina pun dulu juga sering diejek, "Pit kuda yam, mata sipit patuk ayam." Itu semacam pantun, pantun ejekan untuk orang bermata sipit alias Cina.
Orang Madura dan orang Arab juga tak ketinggalan. Tapi di antara 3 pendatang tersebut, hanya suku Jawa yang sering terleibat perkelahian.
2. Rasisme pemilu 2017
Warga kota Banjarmasin pasti tidak pernah lupa dengan peristiwa Jum'at Kelabu. Peristiwa yang memporak-porandakan kota Banjarmasin. Hampir semua pusat perbelanjaan, pertokoan, tempat-tempat hiburan, bahkan hotel dibakar massa.
Jumlah korban meninggal pun tidak sedikit, menurut catatan hanya 123 orang, tapi menurut cerita orang-orang yang menyaksikan korban meninggal jumlahnya lebih besar dari itu. Kebanyakan dari mereka yang menjadi korban adalah mereka yang terjebak di pusat perbelanjaan. Ada yang memang terjebak di dalam, tapi tidak sedikit yang berniat menjarah tapi tidak bisa lagi ke luar. Tapi juga tidak sedikit yang meninnggal akibat peluru tajam dari aparat.
Hari itu, Jum'at, 23 Mei 1997, di hari terakhir putaran kampanye partai Golkar yang di pusatkan di lapangan Kamboja. Rencananya acara tersebut dihadiri oleh Menteri Sekretaris Kabinet Saadilah Mursyid dan ketua MUI KH Hasan Basri, dan beberapa artis ibu kota. Acara tersebut gagal karena terjadi kerusuhan massal.
Kerusuhan ini bermula ketika umat muslim melaksanakan sholat Jum'at di Mesjid Noor, di jalan raya sampingnya terdengar auman sepeda motor yang sangat keras. Simpatisan partai Golkar melakukan arak-arakan dengan menggunakan sepeda motor. Suara itu sangat menganggu dan dianggap menghina. Partai Golkar dianggap menghina umat muslim.
Usai sholat Jum'at, berita pun dengan cepat tersebar. Warga yang merasa tersinggung dengan ulah simpatisan partai Golkar pun turun. Meraka turun dengan membawa senjata tajam, parang, mandau, samurai, dan celurit. Ada yang jalan kaki, ada juga yang menggunakan sepeda motor.
Mereka menuju lapangan Kamboja untuk membubarkan acara. Ada juga yang langsung menuju DPD Golkar. Dan langsung membakar kantor DPD Golkar.
Simpatisan yang mengenakan kaos Golkar disuruh copot. Tidak peduli dengan para wanita yang hanya mengenakan BH, setelah itu disuruh pulang.
Massa terus berdatangan memenuhi pusat kota. Dan jumlah masa yang begitu besar membuat suasana jadi tidak terkendali. Pengrusakan dan pembakaran pun terjadi. Pusat-pusat perbelanjaan, toko-toko besar yang ada di tepi jalan, tempat-tempat hiburan, bahkan beberapa hotel juga dibakar.
Lebih dari sepuluh titik api menyala. Dibiarkan menyala, hingga padam sendiri. Pemadam kebakaran tidak ada yang berani memadamkan. Mereka diancam dengan celurit dan mandau.
Waktu itu, kota Banjarmasin benar-benar dipenuhi lautan manusia. Manusia yang lagi ngamuk. Kemudian pada malam harinya diberlakukan jam malam, mulai pukul 8 malam hingga pukul 5 pagi. Tak ada yang berani keluar. Masing-masing berjaga di kampung. Hampir tiap gang di tutup dan di jaga. Lebih dari satu miinggu penutupan dan penjagaan itu dilakukan.
Waktu itu, kota Banjarmasin tampak seperti kota bekas perang. Terlebih jika berjalan di malam hari. Mitra Plaza, yang merupakan pusat perbelanjaan terbesar dan teramai pada waktu itu, hanya tertinggal bangunan yang hangus kiri-kanannya. Begitu juga dengan tempat-tempat hiburan lainnya. Semuanya terbakar, dan tidak ada yang bisa beroperasi. Benar-benar seperti kota mati. Sangat sepi.
Jum'at Kelabu pada waktu itu merupakan salah satu kerusuhan terbesar yang terjadi di Indonesia.
3. Kota Banjarmasin saat ini
Kota Banjarmasin saat ini tentu berbeda dengan kota Bajarmasin 30 tahun yang lalu. Pusat-pusat perbelanjaan sudah banyak yang dibangun. Besar, megah dan lengkap. Begitu juga dengan bangunan-bangunan lainnya, hotel, rumah sakit dan tempat-tempat hiburan lainnya juga terus bertambah.
Penduduknya juga semakin banyak, semakin padat. Berbagai suku berdatangan. Suku Jawa, Madura, Cina, Arab, Bugis, Batak dan masih banyak lagi. Tidak hanya suku yang ada di luar kalimantan, suku Banjar yang ada di daerah pun juga berdatangan ke kota Banjarmasin untuk mencari penghidupan. Orang Tanjung, Amuntai, Barabai, Kandangan, Rantau, dan tentu saja masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan semua.
Mereka hidup dan tinggal berdampingan dengan suku-suku lain yang memang datang lebih dulu. Mereka membaur, berdampingan. Tidak lagi berkelompok seperti 30 tahun yang lalu. Meraka bisa saling menghormati, saling menghargai. Mereka menggunakan bahasa Banjar sebagai bahasa kesehari-harian. Sangat jarang menggunakan bahasa Indonesia. Kecuali bagi suku yang baru datang ke kota Banjarmasin, yang tidak mengerti bahasa Banjar, mereka berdialog dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Kota Banjarmasin, kota kecil yang dikenal dengan kota seribu sungai. Kota yang indah, aman dan damai. Penduduknya juga ramah. Sangat toleran terhadap perbedaan suku, ras dan agama. Kota yang tak pernah lagi terjadi pergolakan setelah peristiwa Jum'at Kelabu.
Semoga kota Banjarmasin khususnya, dan seluruh kota yang ada di Indonesia damai. Tidak ada lagi pengrusakan, tidak ada lagi kerusuhan. Baik disebabkan oleh ujaran-ujaran kebencian, rasisme, atau pun akibat kesenjangan sosial lainnya.
Ya, Semoga.
Terima kasih. Semoga bermanfaat.






alizazet dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.8K
34


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan