- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
"Aku" dan "AKU", ketika "aku" mati dan "AKU" hidup.


TS
lonelylontong
"Aku" dan "AKU", ketika "aku" mati dan "AKU" hidup.

Pernahkah agan-agan sekalian berpikir, bagaimana kita menentukan batas antara "aku" dan "kamu"? Di manakah yang namanya "aku" itu berawal dan berakhir?
Apakah kulit ini yang menjadi batasan dari "aku"?

www.denverfusionspa.com
Kalau kulit tubuh kita itu yang menjadi batasan dari "aku", pernahkah agan-agan sekalian, membayangkan, untuk melihat kulit kita yang menjadi batas wilayah ini, pada tingkatan atom? Zoom-in pandangan agan sampai berjuta-juta kali lipat, hingga agan-agan bisa melihat elektron-elektron yang membentuk struktur kulit kita.
Masih bisakah kita membedakan, di mana batas antara kulit kita dengan udara di sekitar kita?
Kemudian coba kita bayangkan, bagaimana awalnya kita bisa membentuk konsep "aku" dan "kalian"?
Mungkinkah awalnya dari pengalaman-pengalaman jasmani kita? Sensasi yang kita rasakan terjadi atas tubuh kita? Ketika tangan memegang sesuatu yang panas, kita merasa kesakitan. Ketika otak memerintahkan kaki bergerak, kita mulai berjalan. Ketika mata kita kemasukan debu, kita merasakan tidak nyaman.
Perlahan-lahan, kumpulan pengalaman-pengalaman dan sensasi itu, membentuk kesadaran, mata ini mataku, kaki ini kakiku. Inilah aku.
Tetapi pernahkah kita membayangkan, bagaimana sensasi dari satu anggota tubuh itu kemudian kita rasakan sebagai pengalaman dari "aku"?
Ketika jari kita tertusuk, sebenarnya tidak seketika itu juga kita merasakan kesakitan.
Ada proses yang terjadi di sana, mulai dari rusaknya sekian ribu sel di bagian yang tertusuk, kemudian dihantarkan-nya sensasi itu dari satu sel syaraf ke sel syaraf yang lain, dibawa sampai ke jaringan syaraf di tulang belakang kita, kemudian diteruskan ke otak kita, kemudian dari satu bagian otak kita, didistribusikan menuju ke berbagai bagian otak yang berkaitan, dan barulah kita merasakan sakit, yang kita pandang bukan hanya bagian tertusuk saja yang sakit, tetapi sebagai kesatuan "aku" merasa sakit.
Marilah proses yang terjadi di dalam tubuh kita ini, kita bandingkan dengan proses bagaimana satu kejadian di satu kelompok masyarakat tertentu, menyebar ke keseluruhan kesatuan-nya?
Bayangkan ketika katakanlah ada 100 orang rakyat Indonesia yang kelaparan, mungkin sekian ratus juta yang lain belum akan merasakan satu penderitaan apa-apa.
Tetapi ketika jumlah yang kelaparan itu kemudian menjadi ratusan ribu atau bahkan jutaan, apa yang terjadi? Secara sosial akan mulai terjadi gejolak, tingkat kriminalitas meningkat, ketidak puasan masyarakat meningkat, demo terjadi di mana-mana. Seperti kerusakan pada satu anggota tubuh kita, perlahan penderitaan yang dirasakan oleh satu bagian dari rakyat Indonesia, perlahan juga akan menyebar.
Jadi, siapakah "aku"? Apakah "aku" itu hanya terbatas pada kulit tubuh kita saja?
Tidakkah tetangga sebelah rumahmu itu, juga bagian dari "aku"?
Bukankah mereka yang berasal dari Papua dan berkulit gelap itu juga "aku"?
Mereka yang di rumahnya menggantungkan salib sebagai simbol iman mereka itu pun, juga "aku"?
Bukankah jika kau abai pada penderitaan mereka, maka suatu saat akan menjadi penderitaan-mu? Dan sebaliknya ketika kau membantu mereka menggapai damai sejahtera dan bahagia, bahagia mereka juga akan menjadi kebahagiaan-mu?
Ketika "aku" yang sempit dan dangkal menghilang, maka kesadaran akan "AKU" yang luas dan dalam akan mulai berkembang.
Sehingga kalimat,
"Ketika kamu menyakiti sesamamu manusia, sesungguhnya kamu sedang menyakiti dirimu sendiri."
akan memiliki pemahaman dan penghayatan yang baru.
Kiranya damai ada di hatimu, damai di hati kita, damai di bumi Indonesia dan damai di dunia.
Diubah oleh lonelylontong 22-08-2019 23:23


swiitdebby memberi reputasi
1
434
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan