ALOHA GANSIS
WELCOME TO MY THREAD
Ngomongin pendidikan, terutama pendidikan di negara kita tercinta ini emang rasanya gak ada habisnya. Tiap tahun pasti ada aja topik atau bahasan panas soal dunia pendidikan. Bener gak?

sumber: DuniaDosen.com
Kalau mau menengok lebih ke belakang, pasti gansis inget deh kalau pernah ada bahasan hangat mengenai pergantian caturwulan menjadi semester. Gak cuma itu aja, makin ke sini makin banyak tuh sistem pendidikan yang berubah sesuai zamannya. Perubahan buku siswa SD yang jadi tematik, UN yang berevolusi jadi berbasis komputer sampai kemudian yang paling panas adalah soal sistem zonasi.
Memang sih setiap perubahan itu pasti menimbulkan pro dan kontra. Gak ada yang salah, itu hal yang umum terjadi karena memang sulit mengubah suatu kebiasaan atau sistem yang sudah kita terapkan sebelumnya. Perubahan tersebut juga pasti punya dua sisi, gak selalu positif, ada juga negatifnya. Nah bagian negatif inilah yang suka bikin kita kontra sama suatu perubahan. Iya, takut gak jadi lebih baik tapi malah jadi lebih buruk.
Pada kesempatan kali ini, ane sepertinya bakal lebih banyak ngeluarin unek-unek aja sih daripada ngritik sistem pendidikan yang udah ada. Namanya ngeluarin unek-unek, ya ini isi kepala ane, gak maksa untuk jadi isi kepala orang lain. Jadi kalau ada gansis yang kontra dan punya pendapat lain sangat tidak apa-apa.
Quote:
Begini, kalau menurut ane, sistem pendidikan Indonesia masih kurang dalam hal mengarahkan minat dan bakat anak. Kalau ane sih kepikiran sebaiknya pemetaan minat dan bakat itu mulainya dari SMP bukan dari SMA atau SMK. Kenapa? Karena bagi ane dasar-dasar ilmu sudah cukup tuh didapat anak saat SD. Begitu SMP harusnya sih mereka sudah tau minat dan bakat masing-masing (kalau belum, di sinilah perannya guru dan orangtua).
Sistem pendidikan SMP kayaknya lebih menarik kalau dibuat seperti layaknya di perguruan tinggi. Iya, sistem SKS gitu. Siswa boleh pilih pelajaran apa-apa saja yang paling mendekati dengan minat dan bakatnya. Sepertinya dengan sistem ini para siswa tidak perlu membuang banyak waktu mempelajari hal-hal yang tidak sesuai dengan keahliannya.
sumber: DetikNews.com
Bukankah dengan begitu kemampuannya akan lebih terasah dan terarah? Lebih menyenangkan pula bagi mereka (rasanya sih begitu). Kelulusannya jangan lewat ujian nasional tapi siswa diminta membuat karya tulis ilmiah macam skripsi gitu. Itu kayanya lebih mengasah daya pikir deh daripada ngerjain soal bejibun (yang soalnya pun kadang belum pernah mereka pelajari *pengalaman haha)
Kenapa sampai ane kepikiran hal seperti itu? Jawabannya sih karena pengalaman pribadi aja. Ane waktu SMP itu kesulitan mengikuti semua mata pelajaran. Ada pelajaran yang ane unggul sekali dan ada yang anjlok sekali. Saat itulah ane menyadari bahwa pepatah “tak ada manusia yang sempurna” itu nyata adanya. Meskipun ada juga sih temen ane yang nilainya sempurna di hampir setiap mata pelajaran, tapi ya jumlahnya bisa dihitung jari deh.
Bayangkan deh kalau penjuruan sudah dimulai semenjak SMP, pasti bakal lebih mudah lagi saat memilih jurusan ketika masuk SMA atau SMK. Tinggal memperdalam ilmu atau keterampilan dari jenjang sebelumnya. Bukan gak mungkin saat lulus SMA atau SMK, siswa siswi Indonesia sudah setara kemampuannya dengan seorang Bachelor.
Kalau gak punya biaya untuk lanjut kuliah ya gak masalah, hemat biaya pendidikan, hemat usia juga gak harus sekolah lama-lama (kecuali memang diperlukan keahlian yang lebih khusus lagi seperti tenaga kesehatan, dokter misalnya).
Tingkat pendidikan perguruan negeri pun tidak kalah penting nih. Harus ada sekat yang jelas antara pendidikan sarjana dan vokasi seperti di negara-negara lain. Setau ane (maaf kalau salah), di luar negeri lulusan vokasi lebih banyak dicari dunia kerja terutama untuk hal-hal yang bersifat teknis.

sumber: shutterstock.com
Kenapa? Karena pendidikan mereka memang menitik beratkan pada keterampilan dan praktek langsung di lapangan.
Sedangkan para sarjana biasanya lebih banyak dicari untuk hal-hal yang bersifat analisis, jadi ilmuwan misalnya. Beda banget sama di Indonesia yang lulusan sarjananya lebih diagungkan, akibatnya lulusan vokasi dianggap remeh dan mendapat sedikit ruang.
Welldaripada berandai-andai kejauhan, sebenarnya hal mendasar yang perlu segera dilakukan pembenahan di dunia pendidikan Indonesia adalah soal pemerataan fasilitas dan kualitas di setiap daerah.
Bayangkan deh kalau semua daerah punya fasilitas dan kualitas yang sama baiknya. Pasti gak akan ada lagi tuh sekolah yang dapat label “sekolah unggulan”. Kalau semuanya sudah setara, rasanya penerapan sistem zonasi jadi lebih banyak untungnya. Ya, masyarakat akan berpikir “Gak usah sekolah jauh-jauh, yang dekat rumah juga sudah bagus kok. Hemat ongkos lagi.”. Betul gak?

sumber: hipwee.com
Nah itu dia sedikit unek-unek dan andai-andai ane soal dunia pendidikan di Indonesia. Sebenarnya masih banyak, tapi segini aja udah cukuplah ya. Ane sih berharap selain fasilitas dan kualitas sekolah serta tenaga pengajar yang makin ditingkatkan, perlu juga perhatian lebih bagi para siswa yang kesulitan biaya. Sekarang sudah cukup baik, tapi semoga prosedur untuk mendapatkan bantuan biaya pendidikan tidak dipersulit. Yang gak kalah penting, jangan sampai bantuannya salah sasaran!
Quote:
Thread created by Kaskus ID kaniarf
Sumber : Unek-unek TS pribadi
Sumber gambar: tercantum (via google image)