

TS
arbib
Harapan merdeka untuk maju, pada calon sarjana

Perguruan tinggi merupakan tempat menimba ilmu, memperdalam keahlian dan memperluas pengetahuan. Para peserta didik dalam perguruan tinggi biasa disebut mahasiswa atau mahasiswi. Tergantung dari jenis kelaminnya.
Quote:
Dalam berbagai berita seputar mahasiswaatau mahasiswi, seringkali kabar miring yang terhembus. Ini tentunya tidak baik bagi masa depan dunia pendidikan tinggi. Apalagi, mahasiswa dan mahasiswi merupakan harapan negeri ini, untuk lebih maju, lebih baik dan lebih berkembang dimasa depan.
Dalam thread kali ini, menyambut kemerdekaan negeri kita tercinta, dunia pendidikan menjadi harapan untuk maju. Apa saja yang ada di negeri ini, hiruk pikuk politik, sosial dan budaya, yang sekarang kita alami. Mau diakui ataupun tidak, merupakan cerminan pendidikan masa lalu yang sudah kita lewati.
Ada setidaknya 3 hal, yang perlu dihindari oleh dunia pendidikan. Baik itu dari kalangan peserta didik maupun pihak penyelenggara pendidikan. Ketiga hal ini masih sering ditemui, kejadiannya dari masa lalu hingga kini, masih ada terjadi. Berikut ini sebagai contoh gambaran sekilas, 3 hal yang perlu diminimalisir atau dihindari untuk terjadi.
1. Masuk kuliah dipelonco
Setiap masuk tahun ajaran baru, masih saja ada kegiatan kekerasan yang memprihatinkan. Dengan alasan mendidik, kegiatan itu justru membuat suram nama dunia pendidikan. Kegiatan orientasi mahasiswa baru, seringkali dijadikan ajang balas dendam senior kepada calon mahasiswajuniornya. Ini dari dulu hingga kini masih ada saja terjadi.
Tak perlulah disebutkan satu persatu. Berbagai berita calon mahasiswa dan mahasiswi yang menjadi korban kekerasan masih bisa kita baca dalam berbagai berita. Dari kekerasan verbal hingga kekerasan fisik yang merenggut nyawa, sebisa mungkin untuk dihindari. Bahkan sangat kita harapkan untuk hilang sama sekali tentunya.
Para peserta didik baru, datang untuk menimba ilmu. Bukan untuk menjadi bulan bulanan pembalasan dendam yang tak jelas. Bila dahulu kita mendapatkan perlakuan yang tak mendidik, saat akan memasuki dunia pendidikan baru, harusnya kita sadari. Itu bukan untuk diulang. Itu harus dibuang.
Bukankah kita pernah merasakan dampak negatif dari itu. Apapun alasannya, kekerasan tidaklah mendidik. Walaupun seribuan dalih kita kemukakan. Kekerasan diawal pendidikan sebisa mungkin terhapus. Ini tanggung jawab bersama, antara penyelenggara pendidikan, orang tua dan masyarakat, serta mahasiswa atau mahasiswi itu sendiri.
Demonstrasi sebagai ajang mengemukakan pendapat, seakan melekat erat sebagai profesi atau kegiatan lumrah bagi mahasiswa. Jika demo dengan alasan yang jelas, dilakukan dengan menaati koridor hukum dan aturan yang berlaku. Itu tak masalah.
Namun yang seringkali kita temui adalah hal buruk dalam beberapa berita. Contohnya berita yang baru saja terjadi. Saat pengawalan kegiatan unjuk rasa di Cianjur, polisi yang bertugas melakukan pengamanan menjadi korban kebiadaban oknum mahasiswa.
Sejumla anggota polisi menjadi korban. Tidakkah terpikirkan oleh oknum tersebut dampak negatif yang dari tindakannya. Sungguh terlalu, sebagai seorang mahasiswa seharusnya menjadi contoh yang baik, bagi para pelajar adik kelasnya maupun masyarakat. Namun yang terjadi dalam berita ini, sungguh kebiadabanyang tak mencerminkan dunia pendidikan tinggi.
Itu oknum, itu anu, itu nganu dan bla bla bla. Ragam alasan kita untuk memaklumi yang terjadi dan menghindari kecaman. Padahal seharusnya kita berkaca dan bertekad dengan keras, ini tidak boleh terjadi lagi.
Kegiatan demonstrasi mahasiswa yang tak jelas apa yang dituntut. Bakar Bakaran sana sini. Menutup jalan, mengganggu kegiatan rutin jutaan orang lain. Sebisa mungkin harus dihilangkan. Demo, bakar bakaran, rusuh dengan kekerasan dan kegiatan negatif lainnya, kita harapkan untuk tak terjadi lagi tentunya.
Bukankah sekarang jaman teknologi canggi. Hampir semuanya bisa dikerjakan oleh kemajuan teknologi. Termasuk dalam hal penyampaian pendapat. Hai sobat, mahasiswa dan mahasiswi, bukankah kita tahu itu.
Sekarang inipun bukanlah jaman diktator. Bukan jaman penjajahan. Kita sudah merdeka. Kita bebas bersuara. Dan para pemangku kepentingan negeri kita, dari berbagai lapisan, selalu membuka jalan diskusi. Jalan diskusi yang terbuka lebar. Baik melalui teknologi ataupun secara klasik. Terbuka lebar. Mengapa mengambil jalan kuno dengan demonstrasi.
Demonstrasi adalah cara kuno dan sudah ketinggalan jaman untuk saat ini. Menurut pendapat TS ya begitu. Jadi, saat melihat demonstrasi baik itu yang dilakukan mahasiswa maupun umum, hanya ada 2 hal yang terpikirkan:
Suka atau tidak, itulah yang terpikirkan dalam hati, bila melihat sebuah demonstrasi saat ini. Sekarang bukan masa lalu. Itu harus kita sadari. Jaman sudah berubah, akankah kita ketinggalan jauh dengan perubahan jaman. Ataukah kita memang suka tertinggal dan bermental terbelakang. Semua pilihan itu ada pada kita saat ini.
Yang perlu kita renungkan, langkah apapun yang kita ambil saat ini, akan menentukan nasib kita esok lusa dan waktu mendatang atau masa depan. Sebagai pertimbangan kita, apa yang kita alami saat ini, sadar atau tidak, merupakan cerminan hasil pendidikan yang pernah kita enyam. Jadi bila ingin dimasa depan generasi mendatang akan lebih baik, maka sisi sisi negatif yang pernah kita alami, mesti sekuat daya untuk dihilangkan.
3. Pemikiran calon lulusan
Lulus kuliah kerja enak. Jadi sarjana kerja langsung dengan gaji besar. Siapapun tentu menginginkan itu. Namun yang perlu kita ingat adalah apa yang kita dapatkan saat menempuh pendidikan. Bukan apa yang yang akan didapatkan dari pihak lain.
Masih ada saja pemikiran jika mahasiswa dan mahasiswi itu harus dibayar mahal ketika memasuki dunia kerja. Siapapun tentunya mau mendapatkan bayaran yang tinggi bila bekerja. Yang jadi masalah dan persoalannya adalah siapa yang mau membayar mahal. Bila kelebihan kita belumlah teruji untuk meyakinkan pihak lain yang mempekerjakan kita.
Jangankan membayar mahal, mempekerjakan lulusan baru saja, terkadang suatu badan usaha, perlu banyak pertimbangan. Apalagi rekam jejak tempat pendidikan yang kita tempuh, memiliki catatan yang belum bagus. Lulus jadi sarjana, langsung dapat kerja, gaji besar cetar membahana, mungkin pemikiran ini perlu kita tenggelamkan Sekarang juga.
Apa saja yang harus kita perdalam dan kuasai, harus sungguh kita kerjakan ketika menempuh pendidikan. Pemikiran apa saja yang akan kita lakukan setelah usai pendidikan perlu kita terus pupuk.
Yang harus kita tanamkan adalah; kita harus menghasilkan yang bermanfaat buat orang lain.
Bukan hanya sekedar pemikiran: kita harus mendapatkan hasil besar dari pihak lain
Kita bebasuntuk berpikir dan bertindak. Kita negeri merdeka, bangsa merdeka dan merupakan pribadi pribadi yang memiliki kemerdekaan. Namun harus selalu kita ingat dan jadi bahan pembatas atau pertimbangan;
Dalam thread kali ini, menyambut kemerdekaan negeri kita tercinta, dunia pendidikan menjadi harapan untuk maju. Apa saja yang ada di negeri ini, hiruk pikuk politik, sosial dan budaya, yang sekarang kita alami. Mau diakui ataupun tidak, merupakan cerminan pendidikan masa lalu yang sudah kita lewati.
Ada setidaknya 3 hal, yang perlu dihindari oleh dunia pendidikan. Baik itu dari kalangan peserta didik maupun pihak penyelenggara pendidikan. Ketiga hal ini masih sering ditemui, kejadiannya dari masa lalu hingga kini, masih ada terjadi. Berikut ini sebagai contoh gambaran sekilas, 3 hal yang perlu diminimalisir atau dihindari untuk terjadi.
1. Masuk kuliah dipelonco

Setiap masuk tahun ajaran baru, masih saja ada kegiatan kekerasan yang memprihatinkan. Dengan alasan mendidik, kegiatan itu justru membuat suram nama dunia pendidikan. Kegiatan orientasi mahasiswa baru, seringkali dijadikan ajang balas dendam senior kepada calon mahasiswajuniornya. Ini dari dulu hingga kini masih ada saja terjadi.
Tak perlulah disebutkan satu persatu. Berbagai berita calon mahasiswa dan mahasiswi yang menjadi korban kekerasan masih bisa kita baca dalam berbagai berita. Dari kekerasan verbal hingga kekerasan fisik yang merenggut nyawa, sebisa mungkin untuk dihindari. Bahkan sangat kita harapkan untuk hilang sama sekali tentunya.
Para peserta didik baru, datang untuk menimba ilmu. Bukan untuk menjadi bulan bulanan pembalasan dendam yang tak jelas. Bila dahulu kita mendapatkan perlakuan yang tak mendidik, saat akan memasuki dunia pendidikan baru, harusnya kita sadari. Itu bukan untuk diulang. Itu harus dibuang.
Bukankah kita pernah merasakan dampak negatif dari itu. Apapun alasannya, kekerasan tidaklah mendidik. Walaupun seribuan dalih kita kemukakan. Kekerasan diawal pendidikan sebisa mungkin terhapus. Ini tanggung jawab bersama, antara penyelenggara pendidikan, orang tua dan masyarakat, serta mahasiswa atau mahasiswi itu sendiri.
2. Kegiatan yang menuai pro-kontra

Demonstrasi sebagai ajang mengemukakan pendapat, seakan melekat erat sebagai profesi atau kegiatan lumrah bagi mahasiswa. Jika demo dengan alasan yang jelas, dilakukan dengan menaati koridor hukum dan aturan yang berlaku. Itu tak masalah.
Namun yang seringkali kita temui adalah hal buruk dalam beberapa berita. Contohnya berita yang baru saja terjadi. Saat pengawalan kegiatan unjuk rasa di Cianjur, polisi yang bertugas melakukan pengamanan menjadi korban kebiadaban oknum mahasiswa.
Sejumla anggota polisi menjadi korban. Tidakkah terpikirkan oleh oknum tersebut dampak negatif yang dari tindakannya. Sungguh terlalu, sebagai seorang mahasiswa seharusnya menjadi contoh yang baik, bagi para pelajar adik kelasnya maupun masyarakat. Namun yang terjadi dalam berita ini, sungguh kebiadabanyang tak mencerminkan dunia pendidikan tinggi.
Itu oknum, itu anu, itu nganu dan bla bla bla. Ragam alasan kita untuk memaklumi yang terjadi dan menghindari kecaman. Padahal seharusnya kita berkaca dan bertekad dengan keras, ini tidak boleh terjadi lagi.
Kegiatan demonstrasi mahasiswa yang tak jelas apa yang dituntut. Bakar Bakaran sana sini. Menutup jalan, mengganggu kegiatan rutin jutaan orang lain. Sebisa mungkin harus dihilangkan. Demo, bakar bakaran, rusuh dengan kekerasan dan kegiatan negatif lainnya, kita harapkan untuk tak terjadi lagi tentunya.
Bukankah sekarang jaman teknologi canggi. Hampir semuanya bisa dikerjakan oleh kemajuan teknologi. Termasuk dalam hal penyampaian pendapat. Hai sobat, mahasiswa dan mahasiswi, bukankah kita tahu itu.
Sekarang inipun bukanlah jaman diktator. Bukan jaman penjajahan. Kita sudah merdeka. Kita bebas bersuara. Dan para pemangku kepentingan negeri kita, dari berbagai lapisan, selalu membuka jalan diskusi. Jalan diskusi yang terbuka lebar. Baik melalui teknologi ataupun secara klasik. Terbuka lebar. Mengapa mengambil jalan kuno dengan demonstrasi.
Demonstrasi adalah cara kuno dan sudah ketinggalan jaman untuk saat ini. Menurut pendapat TS ya begitu. Jadi, saat melihat demonstrasi baik itu yang dilakukan mahasiswa maupun umum, hanya ada 2 hal yang terpikirkan:
- Mereka kumpulan orang yang ketinggalan jaman
- Mereka kumpulan orang yang bermental pemaksa
Suka atau tidak, itulah yang terpikirkan dalam hati, bila melihat sebuah demonstrasi saat ini. Sekarang bukan masa lalu. Itu harus kita sadari. Jaman sudah berubah, akankah kita ketinggalan jauh dengan perubahan jaman. Ataukah kita memang suka tertinggal dan bermental terbelakang. Semua pilihan itu ada pada kita saat ini.
Yang perlu kita renungkan, langkah apapun yang kita ambil saat ini, akan menentukan nasib kita esok lusa dan waktu mendatang atau masa depan. Sebagai pertimbangan kita, apa yang kita alami saat ini, sadar atau tidak, merupakan cerminan hasil pendidikan yang pernah kita enyam. Jadi bila ingin dimasa depan generasi mendatang akan lebih baik, maka sisi sisi negatif yang pernah kita alami, mesti sekuat daya untuk dihilangkan.
3. Pemikiran calon lulusan

Lulus kuliah kerja enak. Jadi sarjana kerja langsung dengan gaji besar. Siapapun tentu menginginkan itu. Namun yang perlu kita ingat adalah apa yang kita dapatkan saat menempuh pendidikan. Bukan apa yang yang akan didapatkan dari pihak lain.
Masih ada saja pemikiran jika mahasiswa dan mahasiswi itu harus dibayar mahal ketika memasuki dunia kerja. Siapapun tentunya mau mendapatkan bayaran yang tinggi bila bekerja. Yang jadi masalah dan persoalannya adalah siapa yang mau membayar mahal. Bila kelebihan kita belumlah teruji untuk meyakinkan pihak lain yang mempekerjakan kita.
Jangankan membayar mahal, mempekerjakan lulusan baru saja, terkadang suatu badan usaha, perlu banyak pertimbangan. Apalagi rekam jejak tempat pendidikan yang kita tempuh, memiliki catatan yang belum bagus. Lulus jadi sarjana, langsung dapat kerja, gaji besar cetar membahana, mungkin pemikiran ini perlu kita tenggelamkan Sekarang juga.
Apa saja yang harus kita perdalam dan kuasai, harus sungguh kita kerjakan ketika menempuh pendidikan. Pemikiran apa saja yang akan kita lakukan setelah usai pendidikan perlu kita terus pupuk.
Yang harus kita tanamkan adalah; kita harus menghasilkan yang bermanfaat buat orang lain.
Bukan hanya sekedar pemikiran: kita harus mendapatkan hasil besar dari pihak lain
Kita bebasuntuk berpikir dan bertindak. Kita negeri merdeka, bangsa merdeka dan merupakan pribadi pribadi yang memiliki kemerdekaan. Namun harus selalu kita ingat dan jadi bahan pembatas atau pertimbangan;
Kebebasan kita itu, berbatasan langsung oleh kemerdekaan orang lain. Sedikit kita melampaui batas, maka kemerdekaan orang lain terganggu. Jadi kebijakan pribadi dalam menikmati kebebasan kita, harus kita asah agar bisa bijaksana.
Ketiga hal negatif yang sudah disinggung, sangatlah diharapkan untuk berubah menjadi positif. Hal hal buruk yang seringkali terjadi memang bukanlah gambaran secara menyeluruh dunia pendidikan tinggi kita. Namun, sekecil apapun keburukan yang ada, bisa merusak keberhasilan semuanya.
"Karena nila setitik rusak susu sekolam raya "
Begitulah pepatah dari masa ke masa yang sering kita jumpa. Oleh karena itu, baik buruk kedepannya, berada di tangan kita sekarang. Merdeka,.......
Diubah oleh arbib 16-08-2019 12:08




caricewek dan pesolhary20 memberi reputasi
2
28.4K
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan