Kaskus

News

muttouAvatar border
TS
muttou
Bodoh-Pintar dalam Pendidikan Kita
Bodoh-Pintar dalam Pendidikan Kita

Gan, Sis, apa sih arti pintar?

Bodoh?

Apa?

Lantas, muncul tanya baru, mengapa dalam kehidupan ini ada predikat pintar dan bodoh?

Aku yakin bahasa, kosa kata, muncul dari sejarah panjang peradaban manusia. Artinya setiap kata dalam bahasa apa pun memiliki sejarahnya masing-masing. Namun lagi-lagi, mengapa ada kosa kata pintardan bodoh?

Bodoh-Pintar dalam Pendidikan Kita
quotefancy

Andai saja dalam hidup ini tidak ada dua kata kontradiktif itu, mungkin tak bakal ada seorang bocah dimarahi ibunya sebab nilai matematikanya tak sesuai harapan si ibu. Tak bakal ada bocah kecil menangis di pojok kamar sebab nilai fisikanya tak sesuai ekspektasi orangtua.

Tak bakal ada fenomena orangtua memarahi anaknya lantaran satu kata: bodoh!

Aku meyakini setiap manusia terlahir cerdas. Seorang bocah terlahir dengan potensi yang unik. Kita bisa menyebutnya dengan bakat, intelegensi, atau passion. Apa pun namanya.

Bodoh-Pintar dalam Pendidikan Kita
azquotes

Sedikit menengok ke alam pendidikan kita, aku mengamati masih banyak institusi pendidikan (orangtua, sekolah, dan lingkungan) kurang mengerti akan hal itu. Khususnya orangtua.

Mereka kerap memandang anaknya bodoh cuma karena nilai matematikanya jatuh di angka “tiga”. Orangtua berkata, “bodoh kamu!” Sang anak jadi benar merasa bodoh. Tak punya harapan. Ia pesimis. Nangis.

Miris!

Setidaknya ini yang aku amati di lingkungan sekitarku.

Mengapa hal itu terjadi? Menurutku itu sebab pemahaman orangtua yang keliru. Mereka menganggap kepintaran (kecerdasan) hanya berbatas di angka atau huruf. Padahal manusia itu makhluk kompleks.

Dan, seturut ilmu psikologi, manusia hakikatnya terlahir cerdas. Kecerdasan (bakat) setiap bocah berbeda antara satu bocah dengan bocah lain.

Bodoh-Pintar dalam Pendidikan Kita
ipeg.com

Misalnya seperti kasus di atas. Boleh jadi si anak memang bakatnya bukan di matematika. Ia berbakat di linguistik atau bahasa. Dan jika memang benar, misal, bakatnya di lingustik, ini seharusnya yang jadi perhatian orangtua atau guru.

Bukan malah menyudutkan si anak pada kekurangannya.

Dan sialnya persoalan bias bakat ini menjangkit hingga dunia perguruan tinggi atau universitas. Beberapa teman, termasuk aku (hehe), salah masuk jurusan.

Merasa tidak nyaman di kelas kuliah. Merasa berada di “bukan-hidupnya”. Jadilah kuliah asal-asalan. Orientasi karir pun buram.

Apa yang salah?

Menurutku, pendidikan kita masih belum mapan. Idealnya anak usia Sekolah Menengah Atas sudah memahami bakatnya di mana. Agar pas kuliah ia tak bingung dan salah masuk jurusan.

Tentu ini tanggung jawab segenap institusi pendidikan kita. Yang aku maksud institusi pendidikan itu, ya orangtua, ya sekolah, ya lingkungan. Sebab, dalam sosiologi pendidikan; rumah, sekolah, dan lingkungan merupakan institusi pendidikan.

Jadi semua kita wajib mengkampanyekan bahwa “semua manusia itu cerdas”. Kita wajib, seturut psikologi, tidak menganggap bodoh seorang anak hanya karena nilai satu pelajarannya jelek.

Ia kurang di fisika, misalnya, pasti ia berbakat di bidang lain. Nah, itu yang digali dan kemudian dikembangkan.

Bodoh-Pintar dalam Pendidikan Kita
kennedy

Aku punya ekspektasi jika kita semua bisa sadar akan hal ini, pendidikan kita bakal lebih baik dari sekarang.

Jangan sampai terjadi lagi deh seperti apa yang aku alami: aku bakat di art dan linguistik, tapi kuliahnya di pendidikan matematika. Matih!

Bisa nggak ya, kita nggak menggunakan kata “pintar” dan “bodoh” dalam tuturan bahasa keseharian?

Atau,

... dua kata itu dihapus aja?

Agar cuma satu kata yang merujuk intelektual kita, yaitu CERDAS!

Bagaimana Gan, Sis?


Diubah oleh muttou 14-08-2019 22:59
0
1.1K
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan