- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Setelah Jerit malam


TS
kakiku1
Setelah Jerit malam

Sudah menjadi tradisi bagi kami anggota pramuka sma 01 untuk mengadakan jerit malam di acara penyambutan murid baru. Setiap tahun anggota anggota baru akan melewati serangkaian pos yang akan menguji keberanian mereka.
Tahun ini pun aku mengalaminya.
Dari rumor yang beredar dari kakak kelas jerit malam ini sangatlah menakutkan. Setiap tahunnya dapat dipastikan akan terdengar teriakan dari berbagai tempat.
Tapi aku tidak takut, toh ini hanyalah akal akalan kakak kelas untuk menakut nakuti kami. Saat di smp dulu pun aku sudah sering mendengar yang seperti itu dan kenyataannya sangat berbeda dengan di lapangan.
Kakak kelas pramuka hanya akan berteriak marah marah tidak jelas dan mencari kesalahan kesalahan kecil yang sudah dilakukan oleh anggota baru mulai dari tidak tepat waktu, tidak menyapa senior hingga menggunakan WC terlalu lama. Teriakan yang mereka maksud bukanlah dari peserta, tapi dari panitia.
Ini benar benar membosankan. Apa ini memang perlu? Apa gunanya melakukan ini pada anggota baru? Toh kami hanya akan melupakan semua yang mereka katakan dalam beberapa menit.
Ini bahkan tak bisa disebut jerit malam. Hanya ajang bagi para senior untuk marah marah membalaskan dendam mereka dulu yang juga diperlakukan serupa seperti kami sekarang.
Benar benar tidak berharga.
“Kau kelihatan marah”
Saat jerit malam kelompokku selesai aku menyingkir dan duduk di kejauhan. Orang yang menghampiriku adalah ketua pramuka sma ku. Meski aku tidak ingat namanya.
“Apa jerit malamnya menyenangkan?”
“Tidak sama sekali”
“Aku juga berpikir begitu”
Apa maksud orang ini? bukannya dia yang menyusun acara ini?
“Aku juga sudah lelah dengan teriakan teriakan itu. Aku meminta mereka untuk menghentikannya namun seperti yang kau lihat, mereka tetap melakukannya. Rasanya seolah teriakan teriakan itu sudah menjadi tradisi jerit malam”
Tanpa sadar orang ini mulai curhat padaku.
“Saat anggota baru diperlakukan dengan kasar seperti itu maka tahun depan mereka akan melakukan hal yang sama untuk membalas ketidaksenangan mereka dulu. Kebencian akan melahirkan kebencian yang lebih besar. Ini seperti rantai kebencian yang tidak akan pernah putus”
“Memangnya ini Naruto?”
“Tapi itu memang benar. Entah apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini”
“Hapus saja jerit malam. Toh ini memang tidak berguna”
“Tidak semudah itu, ini sudah jadi tradisi kepramukaan kita”
“Tradisi yang tidak berguna”
Entah kenapa tapi orang ini sama sekali tidak terlihat marah saat aku mengejek jerit malam sekolah ini.
“Jika kau bisa melakukannya maka lakukanlah. Kau masih kelas satu dan kau masih bisa memperbaikinya dua tahun ke depan”
“Memangnya ini bisa diperbaiki?”
“Tentu, saat kau mencoba untuk memaafkan dan mulai melupakan kebencian maka kau akan bisa melihat dunia yang lebih baik”
“Kau benar benar seperti Naruto”
“HAHA mungkin iya. Kalau begitu aku mengandalkanmu tahun depan”
Dengan kata kata itu dia pergi.
Mungkin yang dia katakan ada benarnya, kebencian tidak akan bagus jika terus menerus diturunkan. Harus ada satu pihak yang bersedia memaafkan.
Tanpa aku sadari dibandingkan dengan jerit malam aku mendapat pelajaran yang lebih baik darinya. Setidaknya malam ini tidak sepenuhnya sia sia.
Aku memandang ke arah langit untuk melihat langit yang tanpa bintang.
Kurasa tahun depan aku akan jadi panitia. Akan kucoba merubah jerit malam ini menjadi sesuatu yang lebih baik.


anasabila memberi reputasi
1
496
0
Thread Digembok
Thread Digembok
Komunitas Pilihan