Adanya rekonsiliasi elit politik di Indonesia ternyata tak selamanya menyenangkan semua pihak. Ada saja kelompok yang kecewa dengan adanya pertemuan antar tokoh bangsa tersebut.

Seperti pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Presiden Jokowi. Dan, pertemuan Ketum Gerindra itu dengan Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

Diam-diam ternyata ada yang tidak terima. Bahkan, ada yang risih dan merasa terganggu dengan adanya pertemuan tersebut.

Hal ini diungkapkan dengan bal-blakan oleh Politisi Partai Gerindra, Andre Rosiade. Menurutnya, ada pihak yang kebakaran 'brewok' saat Prabowo Subianto menggelar pertemuan dengan tokoh-tokoh di atas.

Padahal, kompetisi sudah selesai dan seharusnya para pimpinan partai memberi teladan yang baik kepada masyarakat. Sebagian besar masyarakat Indonesia pun turut mengapresiasi pertemuan tersebut.

Harus disadari, pertarungan Pilpres ini akan berlanjut pada 2024 mendatang, dan semua pihak perlu menghadapi kompetisi politik dengan bijak.

Sebab apabila para tokoh politik itu tidak mencontohkan hal yang baik kepada seluruh warga Indonesia, maka akan membahayakan pada 2024 mendatang.

Perlu diakui bahwa politik itu dinamis dan sudah menjadi konsekuensi politik. Bila koalisi 02 pindah kubu ke 01, maka akan terjadi dua kemungkinan.

Pertama, munculnya resistensi atau penolakan dari pendukung Prabowo-Sandi. Kedua, munculnya penolakan dari koalisi Jokowi-Ma'ruf.

Penolakan dari kubu Jokowi-Ma'ruf mungkin saja terjadi, karena dengan masuknya kubu 02 akan mengurangi jatah dan kesepakatan kursi menteri tiap partai. Mungkin itulah yang menyebabkan sebagian pihak kebakaran jenggot.

Padahal, kita melihat pertemuan itu belum tentu berkaitan dengan koalisi pemerintahan. Adanya pertemuan itu justru sangat penting untuk meredakan polarisasi dan permusuhan di akar rumput.

Bagaimanapun, kita sangat mendukung adanya rekonsiliasi antar elit politik. Tradisi silaturahmi ini menandakan kadar negarawanan mereka, dimana menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya.