DeYudi69Avatar border
TS
DeYudi69
Aku Dia dan Pramuka




Sumber gambar DI SINI


Aku termasuk ke dalam tipe orang yang pendiam, lebih suka menyendiri dan menjauh dari keramaian.

Mengurung diri di kamar sambil bermain game online atau menghabiskan waktu dengan membaca buku komik sudah menjadi keseharianku.

Entah apa yang berbeda di dalam diri ini? Aku sendiri tidak tahu. Terkadang beribu pertanyaan terlontar oleh hati kecil. Mau sampai kapan seperti ini?

Semua terjadi karena Kakakku, orang tua kami selalu membanding-bandingkan aku dengan Kakak. Dalam bidang prestasi akademik atau yang lainnya. Kakak memang lebih jago dari pada aku.

Iri? Tentu saja. Terlebih Ayah dan Ibu selalu memanjakan Kakak. Apa pun yang dimintanya pasti diberikan. Sangat berbeda dengan perlakuan mereka terhadapku. Acuannya selalu Kakak, jika nilaiku masih di bawah nilai akademik Kakak, maka jangan harap aku mendapat pujian atau sanjungan dari Ayah dan Ibu. Apalagi berharap mendapat hadiah.

Pemandangan yang sudah biasa, saat aku harus menjadi perbandingan di saat teman-teman Ayah atau teman-teman Ibu datang ke rumah.

"Jeng itu tadi anakmu, ya?"

"Iya, Jeng. Emang ada apa?"

"Sekolah dimana?"

"Owh, yang itu sekolah di SMA swasta Jeng. Kalo kakaknya baru sekolah di SMA negeri favorit. Nggak tahu harus bagaimana lagi ngurusin itu anak satu. Pusing aku. Nilai rapornya selalu rendah, bayar biaya sekolahnya pun lebih mahal."

"Owh gitu, Jeng. Sama nih, anakku juga gitu."

Seperti biasa tiap kali mengadakan arisan di rumah. Ibu selalu membicarakan diriku dengan hal-hal yang lebih jelek dari Kakak.

Ayah juga, tiap kali ada atasan dari tempatnya bekerja datang ke rumah, pasti selalu memanggil Kakak dan memberi isyarat kepadaku untuk diam di dalam kamar.

Itu terjadi karena sebelumnya pernah juga ada tamu Ayah yang datang ke rumah. Saat itu kebetulan usai pembagian rapor dari sekolah. Tanpa sengaja aku datang di saat yang tidak tepat. Tamu itu bertanya pada Ayah dan meminjam raporku untuk dilihatnya. Nilai mata pelajaran matematika dan bahasa inggris terlulis dengan angka lima, yang artinya aku mendapat nilai merah.

Tamu itu tertawa melihatnya, sementara aku tertunduk diam dan membuat Ayah harus menanggung rasa malu dengan rona merah padam di wajahnya.

Semenjak saat itu aku lebih suka menjauh dari teman-teman Ayah juga teman-teman Ibu, daripada harus mendapat omelan dan membuat orangtuaku malu.

Mereka tak mengerti, aku lebih suka di dunia seni daripada harus mengambil jurusan IPA di sekolah. Terasa beban menjalani semua kegiatan di sekolah itu.

***

Semua berlanjut begitu saja terus- menerus. Aku sudah terbiasa saat melihat Kakak dan teman-temannya berkumpul dari kejauhan.

Namun, aku hafal dengan wajah dan nama mereka, baik itu taman laki-laki atau teman perempuan Kakak. Kecuali pacar Kakak.

Aku sangat hafal setiap Kakak dan pacarnya akan belajar di rumah mengerjakan tugas sekolah. Pasti aku disuruh pergi. Bebas, entah itu ke warnet atau ke rumah teman, yang penting tidak ada di rumah. Kakak tidak mau aku bergaul dengan teman-temannya.

Ayah dan Ibu seolah mendukung semua yang Kakak lakukan terhadapku. Memangnya apa salah diri ini? Apakah menjadi seorang anak harus selalu mendapat juara kelas juga berprestasi?

Sampai suatu ketika, aku harus mengikuti acara perkemahan pramuka untuk pertama kalinya.

***

Dari awal menaiki bus, sampai tempat tujuan rasanya sangat tidak nyaman. Karena bukan kebiasaanku berada dalam suasana ramai seperti ini. Suara nyanyian anak-anak pramuka dari awal berangkat sudah membuatku pusing. Dengan tepuk pramuka dan lain sebagainya. Ingin segera kusudahi saja, tapi tak bisa. Janji harus ditepati.

"Dimas, kenapa sih lu dari tadi diem aja?" tanya Wawan yang duduk di sebelahku.

"Iya bener, lu kesambet setan pendiam ya? Wkwkw." Brian menimpali pertanyaan Wawan.

"Nggak kenapa kok, nggak ada yang kesambet," jawabku datar. Pikiran ini jauh menerawang, entah apa yang harus kuucapkan nanti pada gadis itu. Gadis yang harus kutemui.

"Lah ... lu mual pingin muntah, ya? Kok malah bengong? Nih gua kasih kresek item!" Brian menunup kepalaku dengan sebuah kresek berwarna hitam yang diambilnya dari saku celana.

Dasar, benar-benar barbar kelakuan mereka terhadapku. Tak henti-hentinya aku mengumpat dalam hati, melontarkan sumpah serapah tiap kali mereka membuatku kesal.

Sampai saat aku tertidur dalam perjalanan, setelah sampai di tujuan, aku harus menahan rasa malu karena terjatuh di kabin bus. Semua orang menertawakanku. Wawan dan Brian mengerjaiku lagi, mengikat tali sepatuku pada besi penyangga kursi yang kududuki. Ah ... ingin rasanya kubalas mereka, tapi sudahlah.

***

Wawan dan Brian adalah rekan satu timku dalam kelompok pramuka. Setiap kelompok terdiri dari tiga orang. Tenda sudah kami dirikan sebelum hari mulai gelap. Berada di alam terbuka ternyata tak seburuk perkiraanku. Suara jangkrik dan juga pemandangan langit malam yang bertabur bintang baru kali ini membuatku merasa kagum. Udara pegunungan yang sejuk menambah sensasi tersendiri.

"Dimas, sini! Lu kenapa sih bengong mulu? Beda amat. Nggak seperti lu yang biasanya. Bantuin gua nyari kayu bakar buat api unggun!" ajak Wawan.

"Eh ... iya Wan." Aku mengikuti Wawan menyusuri tepian hutan. Mencari kayu bakar, seraya mataku berkelana melihat-lihat tenda kelompok pramuka perempuan. Mencari gadis yang harus kutemui.

"Dimas!" kudengar suara perempuan memanggil namaku.

"Dimas!" teriaknya lagi.

Aku dikejutkan oleh suara panggilan yang ketiga kalinya. Kutoleh arah suara itu berasal. Terlihat seorang gadis yang sedang tersenyum ke arahku, dengan lesung pipit dan bibir merah merona.

"Dimas, kamu kok nggak langsung nyari aku sih? Di tepi danau aku nunggu kamu lama banget tahu!" Gadis itu merajuk kepadaku.

"Hmm ... iya, maaf-maaf."

Terasa gugup. Saat Niken mendekat dan langsung memelukku erat.

"Dimas!!! Lah ... dasar lu malah pacaran. Bantuin gua bawa kayu bakar woe!" teriak Wawan dengan tawa terbahak-bahak, mendapati Niken memelukku erat.

"Wan, jangan ganggu gua sama Dimas napa! Dasar lu ah! Mengganggu saja!" balas Niken kepada Wawan. Sementara aku masih terdiam. Beginilah jadinya jika pendiam bertemu dengan peramah. Jadi serba salah. Niken dan Wawan ternyata sudah saling kenal.

***

Duduk melingkar di depan api unggun. Sepertinya ini waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya kepada Niken, di saat semua anggota pramuka sedang sibuk bernyanyi, aku akan mengajaknya pergi ke tempat yang lebih sepi.

"Ken ... Niken, aku pingin ngomong sesuatu sama kamu," aku berbisik di telinganya.

"Nggak usah ngomong lagi, aku tahu kamu suka sama aku, Dimas. Aku udah baca surat cinta dari kamu. Aku mau kok jadi pacarmu." Senyum mengembang di wajah Niken. Astaga rasa apa ini? Untuk pertama kalinya aku sedekat ini menatap wajah seorang perempuan. Entah kenapa aku terbius oleh kecantikan Niken. Baik hati juga ramah tutur katanya.

***

Malam hari saat semua orang tengah tertidur aku menyelinap keluar dari tenda. Usaha kali ini harus berhasil. Niken harus tahu yang sebenarnya.

Ternyata dia juga melakukan hal yang sama. Terlihat Niken sudah menungguku di depan sana dan memberi isyarat untuk mendekat.

Kami berjalan berdua menuju ke tepi danau. Jadi di sini tempatnya. Dibangku ini.batinku.

"Dimas, sini duduk!" Niken meraih tanganku mengajak duduk pada bangku panjang itu, di tepi danau.

"Hmm ... Ken."

"Mau ngomong apa lagi, Dimas? Aku tahu, tahun depan kita nggak akan bisa bersama lagi di tempat ini. Kamu mau kuliah ke luar negeri, kan?" Dalam posisi duduk, kedua tangannya menumpu pada bangku panjang. Niken tertunduk. Kakinya berayun. Seperti merasakan kesedihan bila akan berpisah.

"Eh ... iya, aku mau kuliah keluar negeri. Jalur beasiswa, Ken," jawabku. Kulihat bulir bening mulai berjatuhan dari kedua manik matanya membasahi pipi. Sungguh tak tega rasanya bila di saat seperti ini, aku harus mengakatan sesuatu yang sedari awal ingin kukatakan padanya.

"Nih ... jangan nangis, nanti cepat tua!" sindirku seraya memberikan saputangan berwarna merah kepadanya. Niken pun tertawa.

"Yaudah kalo gitu kamu yang ngapus air mataku dong! Kok kamu jadi kaku kaya gini, Dimas? Nggak kaya biasanya." Niken bertanya dengan wajah manyun.

Lagi, rasa gugup merasuki diriku menjalar hingga ke seluruh tubuh. Kuhapus air mata Niken dengan sapu tangan tadi. Tapi Niken malah tertawa kemudian menutup mulutnya seolah menahan tawa.

"Dimas ... hahaha. Kamu kenapa? Kok gemetaran gitu? Biasanya juga gombalanmu lancar-lancar aja ke aku."

Niken pun meraih sapu tangan dari genggamanku, mengusap sendiri air mata di pipinya. Kemudian dia meraih tangan kananku. Seraya mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingkingku.

"Kamu mau janji sama aku, kan? Lihat mataku Dimas!" tanya Niken penuh keseriusan. Terhipnotis lagi, tanpa sadar aku menggangguk. Ada getaran yang berbeda di dadaku.

"Janji ya, Dimas! Nanti kuliah di luar negeri kamu jangan nakal! Jangan nyari pacar lagi! Aku siap kok nunggu kamu di sini sampai kamu lulus."

Aku kembali hanya mengangguk. Tanpa aba-aba gadis itu memelukku lagi untuk yang kedua kalinya, bahkan yang sekarang lebih erat. Debaran jantungku semakin kencang. Tanpa diperintah aku juga membalas pelukannya.

Kursi panjang di tepian danau, dengan langit malam bertabur bintang menjadi saksi bisu, bahwa aku sudah berbuat salah. Ya, gadis yang kucari adalah Niken. Seharusnya aku tidak terbawa suasana hati seperti ini. Seharusnya tak boleh bermain api. Tapi semua sudah terlambat. Aku malah jatuh cinta kepada Niken.

***

Semenjak pertemuan pertama di perkemahan pramuka itu, hari demi hari kami lalui bersama, aku yang awalnya adalah seorang yang pendiam menjadi lebih ceria. Menjadi lebih mengerti akan arti hidup yang sebenarnya. Niken telah mengubah diriku juga hari-hariku. Aku sudah terlanjur jatuh cinta dengannya. Sampai saat itu terjadi. Semuanya berubah, merubah diriku juga merubah Niken.

"Dimas, kamu katanya mau kuliah ke luar negeri? Tapi, sekarang sudah lewat tiga bulan dari tanggal yang kamu tulis pada surat yang kamu kirim ke aku dulu. Kamu nggak ada bohongin aku kan?" raut wajah Niken mulai curiga kepadaku. Lidah ini seolah kelu, tak dapat berbicara.

"Ini apa, Dimas?" Diserahkannya saputangan yang dulu aku berikan padanya.

"Danu itu siapa?" Wajah Niken sekarang menatapku lebih seriua lagi, matanya berkaca-kaca. Nama Danu tertulis pada saputangan itu, saputangan yang pernah mengapus air matanya. Astaga, mungkin ini saat yang tepat, aku harus jujur dan mengakui semuanya.

Ya, aku bukan Dimas, aku adalah Danu. Saudara kembar dari Dimas. Dimas adalah kakakku.

"Maaf, Niken. Aku sudah berbohong. Tapi rasa cintaku tak pernah bohong kepadamu, aku benar-benar mencintaimu."

"Maksudmu?" Niken mulai dipenuhi dengan tanda tanya juga mata yang mulai berkaca-kaca.

"Aku bukan Dimas, aku Danu. Saudara kembar Dimas." Kuserahkan surat yang ditulis Kakakku untuk Niken. Kakakku meninggal karena mengidap kanker kelenjar getah bening stadium empat. Dulu sebelum berpulang, Kak Dimas meminta tolong untuk menggantikan posisinya di perkemahan pramuka dan mencari gadis dalam foto yang diberikannya kepadaku. Iya gadis itu adalah Niken, pacarnya.

Sebelum jatuh sakit kakak hanya berkomunikasi melalui telepon atau surat-menyurat kepada Niken. Karena tak ingin Niken mengetahui kondisinya. Kakak mengaku sedang berada di kampung halaman, padahal sebenarnya sedang berjuang melawan kanker di rumah sakit.

Aku yang dahulu sangat membenci Kak Dimas, tak menyangka akan seperti ini akhirnya. Kakak berusaha melakuakan yang terbaik dengan segala prestasi yang dia dapat walau dalam keadaan sakit. Ayah dan Ibu pun baru mengetahui sakit yang diderita Kak Dimas di saat sudah terlambat. Kakak hanya tak ingin membuat mereka merasa sedih.

"Dimas!!!" teriak Niken setelah membaca surat itu. Dia beranjak dari bangku taman tempat kami berjanji untuk bertemu. Berlari ke arah keramaian lalu lintas jalan raya.

Sebuah minibus hampir saja menabrak tubuhnya. Beruntung masih bisa kukejar dan menariknya ke bahu jalan.

Niken meronta dalam dekapanku.

"Lepaskan aku Danu! Kamu bukan Dimas, lepas!" teriak Niken.

"Niken sadar, jangan mengambil keputusan seperti ini! Mencoba bunuh diri bukan solusi juga jawaban. Kalian tidak akan pernah bertemu di alam sana bila kamu bunuh diri!"

"Antar aku ke makam, Dimas!" pinta Niken kepadaku.

***

Aku menyesal, seharusnya dari awal saja kukatakan yang sebenarnya. Kini, Niken harus dirawat di rumah sakit jiwa. Akibat prustrasi yang dialaminya. Tapi cinta ini harus bagaimana? Salahkah aku mencintai Niken?

Semoga semua bisa kuperbaiki. Setiap hari kujenguk Niken di RSJ. Berharap kesadarannya bisa kembali pulih.

Walau pada akhirnya Niken sangat membenciku, dan mengutukku dengan sumpah serapah yang terlontar dari bibirnya. Sekian lama aku berusaha menghiburnya, tapi dia malah semakin membenciku.

Kuputuskan untuk benar-benar menjauhi Niken. Sampai akhirnya kudengar kabar bahwa Niken telah tiada. Karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Motor yang dia kendarai tertabrak kereta api di gerbang perlintasan kereta.

Aku tak yakin itu murni karena kecelakaan. Bisa saja dengan sengaja Niken mengakhiri hidupnya. Hanya demi bisa bertemu dengan cinta sejatinya, dengan Kakakku, Dimas.

Semoga kalian berdua bisa tenang di alam sana. Niken dan Kak Dimas.

***

Setiap perjumpaan pasti akan terjadi perpisahan. Siklus itu akan terus berulang. Banyak orang yang akan kita jumpai dalam hidup ini, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Mungkin dari alam sana Kak Dimas dan Niken tak ingin melihatku kembali menjadi seorang introvert. Berkelana di media sosial membuatku bertemu dengan seseorang yang mampu mengobati luka lama di hatiku. Bukan sebagai pelarian atas rasa terpurukku. Namun, Vani-lah yang bisa mengobati kesendirian ini.

Ya, beberapa bulan aku mengenal Vani melalui media sosial. Kami memutuskan untuk bertemu pada acara perkemahan pramuka. Dan mengucap janji setia di bawah langit juga bintang malam. Dari pernikahanku bersama Vani, terlahir dua buah hati. Laki-laki dan perempuan. Iya, anak kami kembar. Yang juga kami berinama seperti nama Kakakku dan pacarnya. Dimas dan Niken.

09/08/2019

Baca juga cerpen ane yang lainnya, klik
DI SINI
Untuk kembali ke daftar indeks kumpulan cerpen De Yudi
Diubah oleh DeYudi69 02-09-2019 03:48
Rapunzel.iciousAvatar border
blackrosestAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 11 lainnya memberi reputasi
12
1.7K
30
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan