- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Tak Ada Yang Sepertimu, Ibu


TS
deniiskandard
Tak Ada Yang Sepertimu, Ibu

Ibu adalah pembimbing terbaik bagi kita. Sekaligus guru pertama dalam hidup seorang anak. Meski kadang-kadang ia selalu membuat kita jengkel karna cerewetnya. Tapi percayalah dia yang terbaik. Seperti lirik lagu Adele-someone like you. Yang tertulis “and never i find someone like you. I wish nothing about the best for you”
Ayah Ibu seandainya kalian tahu. Betapa sulitnya mimpi ini untuk kuraih. Betapa berat semua ini untuk aku lalui.
Do’a kalianlah yang membuatku kuat hingga sekarang ini.
Mampu bertahan walau amat terasa sulit.
Ayah Ibu panjang umur ya.
Sampai nanti aku menjadi orang sukses. Aamiin.
Ibu, kalau besok aku punya uang.
Kubelikan Ibu sepasang sepatu baru.
Harganya tak sebera.
Paling tida “SURGAKU” Tak kena goresan batu.
Meski aku sadari dari dulu jarang sekali mendapat perhatian dari seorang Ibu. Karna ia meninggalkan rumah kecil dimana aku lahir. Demi mencari nafkah ke negeri orang.
Ketika kecil aku sering melamun. Memikirkan apa aku pun tak tahu. Tapi kupandangi pepohonan rasanya begitu indah. Ada 4 pohon yang berdekatan. Asri dan terlihat akrab sekali pohon itu seperti sebuah keluarga yang harmonis.
Hari demi hari kulewati tanpa seorang Ibu. Yang ada hanya seorang nenek yang rela dan tabah mengurusku, si anak nakal, hingga besar.
Tapi seiring waktu aku pun berubah. Menjadi lebih baik. Karna di hari itu aku masuk sekolah. Anak yang kecil dan sering sakit-sakitan. Entah berapa obat yang pernah ku konsumsi. Tapi sepertinya obat-obat itu setengahnya dari obat diklinik yang berjejer ditempat obat.
Sakit itu semakin parah ketika umurku bertambah. Sampai 2 kali ronsen. Tapi dokter bilang paru-paruku tidak apa-apa. Meski begitu entah mengapa aku seringkali merasakan sesak nafas. Dan biasanya awal ketika menuju demam atau dalam bahasa sunda Hareeng. Ditandai dengan tidur siang. Itu seringkali terjadi. Setelah tidur siang pasti bangunnya dengan keadaan badan panas.
Namun seiringnya waktu berjalan rasa sakit itu berjalan meninggalkan tubuhku yang kecil ini.
Waktu terus berganti. Bulan demi bulan berganti. Berubah menjadi tahun. Dan untuk pertama kalinya Ibu pulang.
Ketika itu aku, Teh Emay beserta Nenek menunggunya dibandara. Membawanya pulang kerumah kecil itu. Lalu ketika dia menghampiri kami aku dipeluknya. Dan aku menghindar. Dijalan pun ia begitu. Ia memelukku lagi di mobil. Lalu aku menghindar dan memeluk nenek. Dia berkata “kenap ,Ni ?. Ini mamah”. Ia pun menangis tersendu-sendu.
Dan saat itu pula aku tidak mengenali ibuku. Berhari-hari, berbulan-bulan ia dirumah. Aku tetap tidak mengenalinya. Hingga aku mengatakan. “Nek, itu tamu. Lama banget di rumah kita”. Nenek kala itu hanya tersenyum dan berkata. “itu ibu kamu”. Tapi aku tidak mengindahkannya.
Sampai akhirnya ia kembali lagi keluar negeri. Hal sama yang pernah kulakukan kembali kuulangi. Melamun melihat alam. Indah sekali, sejuk pula.

Hingga kepergiannya yang kedua. Aku tidak merasakan kehilangan. Memasuki Sekolah Dasar sedikit menyita waktu bermainku. Hampir seharian aku belajar dengan Teh Nyai. Caranya bicara sedikit keras. Tapi itu yang membuatku menjadi semangat. Dan akhirnya bisa ilmu matematika dasar dan membaca.
Di sekolah begitu seru. Tapi terkadang menyebalkan. Karna teman-teman kadang membulyku. Hingga suatu saat aku menemukan tiga orang sahabat. Agung, Danil, Julianto alias Ucok aku tidak tahu kenapa nama panggilannya menjadi Ucok.
Tiap hari disekolah setelah jam pelajaran kami bermain bersama. Seperti memainkan permainan Jarlu atau ngajajar tilu. Permainan sunda mungkin zaman sekarang terlihat kuno. Tapi permainan ini harus pakai otak bukan hanya tenaga.
Hari-hariku tidaklah sesepi dulu. Hatiku juga tak sekosong seperti dulu. Kini hatiku tumbuh perasaan gembira.
Menjelang masuk SMP semuanya sedikit berubah. Tampak sedikit menyebalkan. Tapi kebersamaan selalu kami jalankan.
Dan saat itu pula ibu pulang untuk kedua kalinya. Dan disaat-saat itu dia bisa memelukku penuh. Dan akupun tanpa ragu memanggilnya “mamah”. Hari itu pun terasa berbeda. Keluarga kecilku terasa lengkap. Menyenangkan rasanya, ketika pulang telat dicariin. Dan dikhawatirkan ketika keadaanku seperti orang sakit.
Kepada mamah yang telah melahirkanku.
Maaf karna aku belum bisa mengukir bahagia diwajah tuamu.
Maaf karna aku belum bisa menanam bangga dihatim u.
Maaf, untuk semua air mata yang kau tumpahkan karna ku.
Maaf, karna ku belum mampu menghapus beban ditubuh lelahmu.
Mama… Terima kasih untuk cinta dan do’amu yang tulus untukku.
Sekali lagi maafkan anakmu ini…
Sumber : https://denilovren.wordpress.com/2017/12/17/206/
Diubah oleh deniiskandard 31-01-2020 12:24


anasabila memberi reputasi
1
572
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan