- Beranda
- Komunitas
- News
- Entrepreneur Corner
Keunikan Suatu Merek harus terus DIperjuangkan untuk bisa DIrasakan Konsumen
TS
babygani86
Keunikan Suatu Merek harus terus DIperjuangkan untuk bisa DIrasakan Konsumen
Pasar produk bermerek palsu bukanlah main—main. Pasar merek tiruan ini menyedot profit lebih besar dan lebih cepat daripada kemampuan perusahaan multinasional sekalipun untuk menekan peredaran operasi tiruan ini. Tak hanya itu, produk tiruan bahkan semakin sulit dibedakan dari yang asli.
Sebagai contoh produk dompet, perbedaannya tipis sekali dan hanya bisa diraba pada bagian bahan kulit yang menunjukkan kualitas sedikit lebih rendah. Ini pun terkadang hanya bisa ditemukan oleh orang yang memang paham perbedaan mutu bahan-bahan kulit. Pada peralatan elektronik seperti smartphone, perbedaannya mungkin hanya soal baterai palsu di dalamnya.

Lebih parahnya lagi, tak hanya produk mewah dan produk elektronik yang menjadi sasaran pemalsuan. World Health Organization (WHO) mengklaim sekitar 10% produk obat—obatan di seluruh dunia sudah dipalsukan. Obat-obatan itu tentunya tak hanya menggerus keuntungan industri farmasi. Yang lebih berbahaya adalah dampak kesehatan yang ditimbulkan pada konsumen pengonsumsinya, baik secara sengaja maupun tidak. Tak hanya palsu, produk obat—obatan juga diproduksi dengan kendali kualitas dan keamanan yang rendah.
Tindakan peniruan kian canggih dan mampu menembus batas wilayah yang semakin luas. Untuk menghindari deteksi, para pemalsu yang kurang kuat justru sering kali memalsukan merek-merek menengah atau lebih kecil. Ini karena merek-merek tersebut tidak punya sumber daya untuk melawan balik. Lucunya lagi, para peniru juga sering mengurangi pemalsuan merek-merek terkenal atau mahal ketika ekonomi sedang sulit. Mereka malah bermain di merek-merek menengah yang banyak diminati, lalu menaikkan harga- harga produk tiruannya yang dijual melalui internet untuk menghindari kecurigaan konsumen.
Perkembangan teknologi dalam tanda kutip, turut mendukung percepatan pemalsuan produk. Kini publik pun bisa punya akses pada metode, bahan baku, atau teknologi yang tadinya tidak bisa didapat. Jika sedang berkunjung ke Negeri Tirai Bambu, Anda bahkan bisa menemukan “pasar" yang menjual suku cadang untuk produk elektronik apa pun secara terpisah. Ada took yang menjual khusus sensor, toko yang menjual khusus antena, papan elektronik, IC, resistor, dan masih banyak lagi. Tak hanya hardware, software pun bisa diakali dan didistribusikan. Kemajuan teknologi sistem pengaman (security) perangkat lunak dengan sistem pendobrak keamanannya seakan saling mengejar.
Toko—toko itu menempati kios yang sangat kecil dan sederhana, seperti layaknya pasar di Glodok. Jika Anda punya kemampuan merakit produk elektronik—apa pun, maka Anda tinggal berburu semua bahan yang diperlukan dengan hanya berkunjung ke satu lokasi. Dari video-video yang beredar di YouTube, sudah ada yang membuktikan bahwa hanya dalam satu hari berkeliling di pasar, mereka sudah bisa mendapatkan semua bahan, plus merakit sendiri satu smartphone yang siap pakai, bahkan siap untuk dijual tanpa merek sekalipun.

Merek yang terdiri atas nama, logo, warna, dan berbagai elemen lainnya secara fundamental sangatlah penting. Ini karena semuanya berperan dalam menciptakan tema utama suatu perusahaan, asosiasi produk/layanan dengan hal—hal lain. Merek seakan menjadi fashion pembeda satu perusahaan dari yang lainnya.
Merek sendiri bisa menjadi entitas yang berfungsi sebagai sarana komunikasi yang sangat efektif. Suatu iklan atau promo hanya berlangsung beberapa menit, tapi cuma merek yang bisa menancap selama-lamanya di benak konsumen. Tak hanya menancap dan diingat, merek mampu menciptakan persepsi dan image tersendiri di benak konsumen.
Karena berbagai hal tersebutlah para peniru tertarik untuk meluncurkan produk merek—merek yang memang dicari dan diminati konsumen. Karena itu semakin penting bagi pemilik merek untuk mempunyai kesadaran mendaftarkan mereknya. Perusahaan harus berusaha mendapatkan sekaligus mempertahankan lisensi untuk mereknya sehingga bisa memperoleh paten dan royalti.
Para pemalsu dan semua pihak yang terlibat dalam proses produksi serta distribusi merek palsu bisa menghemat biaya yang sangat signifikan. Mereka mengabaikan unsur keamanan produk dan kualitas. Mereka juga bisa menghindari biaya yang timbul dari pemasaran, R&D, atau promosi.

Bukanlah hal yang aneh bila produk merek tiruan dari merek terkenal justru bisa dicari dan diminati, tanpa harus diiklankan. Karena masih banyak orang yang begitu menginginkan gengsi dan status ketika memakai suatu merek. Mereka tidak keberatan kualitas produk sedikit diturunkan jika harganya bisa jauh lebih terjangkau. Mereka pun bisa menikmati sensasi mengonsumsi merek yang diminati dunia.
Ada pula kalangan konsumen yang keberatan memakai merek palsu dan berjuang sekuat tenaga untuk membeli produk dengan merek yang asli. Mereka menyadari bahwa hubungan antara merek dan kualitas memang tidak pernah bohong. Konsumen seperti ini ingin menunjukkan itikad baiknya untuk selalu membeli produk yang asli (genuine). Mereka adalah kalangan yang menyadari kepalsuan tidak akan pernah bisa mengalahkan keaslian.
Meski demikian, ada banyak juga konsumen yang benar-benar tidak mampu membeli produk dengan merek yang asli, dan akan selalu membeli tiruannya. Mereka bahkan menjadikan tindakan membeli tiruan ini sebagai motivasi agar kelak bisa mampu membeli yang asli.
Selain melalui jalur hukum, perusahaan juga harus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk selalu melindungi mereknya. Merek Louis Vuitton contohnya, bermitra dengan begitu banyak pihak seperti tuan tanah, orang-orang berpengaruh, dan para tenant, untuk menghalau tersebarnya produk-produk Louis Vuitton palsu.

Para pemilik merek juga harus terus mengedukasi konsumennya agar mereka mendapatkan pengetahuan memadai tentang kualitas dan segala benefit yang bisa didapat dari produk asli. Ketika konsumen teredukasi dengan baik, mereka pun akan punya kesadaran lebih tinggi untuk selalu membeli produk asli. Meningkatnya pasar produk merek tiruan pastilah disebabkan adanya demand yang cukup tinggi. Ketika demand ini bisa ditekan, maka supply dari produk palsu otomatis juga akan jauh berkurang.
Selain itu, penjual juga harus ekstra hati-hati dalam memilih elemen-elemen dari mereknya. Berbagai elemen tersebut harus bisa diproteksi baik secara legal maupun secara naluri kompetisi di pasar. Penjual harus memilih elemen-elemen merek yang bisa dilindungi secara local sekaligus internasional, menyangkut faktor budaya, bahasa, dan lainnya. Berbagai elemen ini juga harus didaftarkan pada badan-badan hukum yang sesuai. Merek dagang harus selalu dilindungi perusahaannya sendiri dari berbagai aksi pelanggaran yang mengancam posisi merek.
Selanjutnya adalah pertimbangan menyangkut unsur desain, kemasan, serta atribut lain. Apakah terlalu mudah ditiru, terlalu mirip, atau terlalu membaur dengan atribut lainnya. Hati-hati, keunikan dari merek pun bisa semakin samar atau bisa hilang. Penjual harus selalu memperjuangkan keunikan merek berdasarkan posisi dari produknya sendiri. Mereka harus menemukan keunikan yang bisa dirasakan konsumen, bahkan ketika kompetitor meniru atribut-atribut merek yang ada.

Sebagai contoh produk dompet, perbedaannya tipis sekali dan hanya bisa diraba pada bagian bahan kulit yang menunjukkan kualitas sedikit lebih rendah. Ini pun terkadang hanya bisa ditemukan oleh orang yang memang paham perbedaan mutu bahan-bahan kulit. Pada peralatan elektronik seperti smartphone, perbedaannya mungkin hanya soal baterai palsu di dalamnya.

Lebih parahnya lagi, tak hanya produk mewah dan produk elektronik yang menjadi sasaran pemalsuan. World Health Organization (WHO) mengklaim sekitar 10% produk obat—obatan di seluruh dunia sudah dipalsukan. Obat-obatan itu tentunya tak hanya menggerus keuntungan industri farmasi. Yang lebih berbahaya adalah dampak kesehatan yang ditimbulkan pada konsumen pengonsumsinya, baik secara sengaja maupun tidak. Tak hanya palsu, produk obat—obatan juga diproduksi dengan kendali kualitas dan keamanan yang rendah.
Tindakan peniruan kian canggih dan mampu menembus batas wilayah yang semakin luas. Untuk menghindari deteksi, para pemalsu yang kurang kuat justru sering kali memalsukan merek-merek menengah atau lebih kecil. Ini karena merek-merek tersebut tidak punya sumber daya untuk melawan balik. Lucunya lagi, para peniru juga sering mengurangi pemalsuan merek-merek terkenal atau mahal ketika ekonomi sedang sulit. Mereka malah bermain di merek-merek menengah yang banyak diminati, lalu menaikkan harga- harga produk tiruannya yang dijual melalui internet untuk menghindari kecurigaan konsumen.
Perkembangan teknologi dalam tanda kutip, turut mendukung percepatan pemalsuan produk. Kini publik pun bisa punya akses pada metode, bahan baku, atau teknologi yang tadinya tidak bisa didapat. Jika sedang berkunjung ke Negeri Tirai Bambu, Anda bahkan bisa menemukan “pasar" yang menjual suku cadang untuk produk elektronik apa pun secara terpisah. Ada took yang menjual khusus sensor, toko yang menjual khusus antena, papan elektronik, IC, resistor, dan masih banyak lagi. Tak hanya hardware, software pun bisa diakali dan didistribusikan. Kemajuan teknologi sistem pengaman (security) perangkat lunak dengan sistem pendobrak keamanannya seakan saling mengejar.
Toko—toko itu menempati kios yang sangat kecil dan sederhana, seperti layaknya pasar di Glodok. Jika Anda punya kemampuan merakit produk elektronik—apa pun, maka Anda tinggal berburu semua bahan yang diperlukan dengan hanya berkunjung ke satu lokasi. Dari video-video yang beredar di YouTube, sudah ada yang membuktikan bahwa hanya dalam satu hari berkeliling di pasar, mereka sudah bisa mendapatkan semua bahan, plus merakit sendiri satu smartphone yang siap pakai, bahkan siap untuk dijual tanpa merek sekalipun.

Merek yang terdiri atas nama, logo, warna, dan berbagai elemen lainnya secara fundamental sangatlah penting. Ini karena semuanya berperan dalam menciptakan tema utama suatu perusahaan, asosiasi produk/layanan dengan hal—hal lain. Merek seakan menjadi fashion pembeda satu perusahaan dari yang lainnya.
Merek sendiri bisa menjadi entitas yang berfungsi sebagai sarana komunikasi yang sangat efektif. Suatu iklan atau promo hanya berlangsung beberapa menit, tapi cuma merek yang bisa menancap selama-lamanya di benak konsumen. Tak hanya menancap dan diingat, merek mampu menciptakan persepsi dan image tersendiri di benak konsumen.
Karena berbagai hal tersebutlah para peniru tertarik untuk meluncurkan produk merek—merek yang memang dicari dan diminati konsumen. Karena itu semakin penting bagi pemilik merek untuk mempunyai kesadaran mendaftarkan mereknya. Perusahaan harus berusaha mendapatkan sekaligus mempertahankan lisensi untuk mereknya sehingga bisa memperoleh paten dan royalti.
Para pemalsu dan semua pihak yang terlibat dalam proses produksi serta distribusi merek palsu bisa menghemat biaya yang sangat signifikan. Mereka mengabaikan unsur keamanan produk dan kualitas. Mereka juga bisa menghindari biaya yang timbul dari pemasaran, R&D, atau promosi.

Bukanlah hal yang aneh bila produk merek tiruan dari merek terkenal justru bisa dicari dan diminati, tanpa harus diiklankan. Karena masih banyak orang yang begitu menginginkan gengsi dan status ketika memakai suatu merek. Mereka tidak keberatan kualitas produk sedikit diturunkan jika harganya bisa jauh lebih terjangkau. Mereka pun bisa menikmati sensasi mengonsumsi merek yang diminati dunia.
Ada pula kalangan konsumen yang keberatan memakai merek palsu dan berjuang sekuat tenaga untuk membeli produk dengan merek yang asli. Mereka menyadari bahwa hubungan antara merek dan kualitas memang tidak pernah bohong. Konsumen seperti ini ingin menunjukkan itikad baiknya untuk selalu membeli produk yang asli (genuine). Mereka adalah kalangan yang menyadari kepalsuan tidak akan pernah bisa mengalahkan keaslian.
Meski demikian, ada banyak juga konsumen yang benar-benar tidak mampu membeli produk dengan merek yang asli, dan akan selalu membeli tiruannya. Mereka bahkan menjadikan tindakan membeli tiruan ini sebagai motivasi agar kelak bisa mampu membeli yang asli.
Selain melalui jalur hukum, perusahaan juga harus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk selalu melindungi mereknya. Merek Louis Vuitton contohnya, bermitra dengan begitu banyak pihak seperti tuan tanah, orang-orang berpengaruh, dan para tenant, untuk menghalau tersebarnya produk-produk Louis Vuitton palsu.

Para pemilik merek juga harus terus mengedukasi konsumennya agar mereka mendapatkan pengetahuan memadai tentang kualitas dan segala benefit yang bisa didapat dari produk asli. Ketika konsumen teredukasi dengan baik, mereka pun akan punya kesadaran lebih tinggi untuk selalu membeli produk asli. Meningkatnya pasar produk merek tiruan pastilah disebabkan adanya demand yang cukup tinggi. Ketika demand ini bisa ditekan, maka supply dari produk palsu otomatis juga akan jauh berkurang.
Selain itu, penjual juga harus ekstra hati-hati dalam memilih elemen-elemen dari mereknya. Berbagai elemen tersebut harus bisa diproteksi baik secara legal maupun secara naluri kompetisi di pasar. Penjual harus memilih elemen-elemen merek yang bisa dilindungi secara local sekaligus internasional, menyangkut faktor budaya, bahasa, dan lainnya. Berbagai elemen ini juga harus didaftarkan pada badan-badan hukum yang sesuai. Merek dagang harus selalu dilindungi perusahaannya sendiri dari berbagai aksi pelanggaran yang mengancam posisi merek.
Selanjutnya adalah pertimbangan menyangkut unsur desain, kemasan, serta atribut lain. Apakah terlalu mudah ditiru, terlalu mirip, atau terlalu membaur dengan atribut lainnya. Hati-hati, keunikan dari merek pun bisa semakin samar atau bisa hilang. Penjual harus selalu memperjuangkan keunikan merek berdasarkan posisi dari produknya sendiri. Mereka harus menemukan keunikan yang bisa dirasakan konsumen, bahkan ketika kompetitor meniru atribut-atribut merek yang ada.

Spoiler for Referensi:
0
269
0
Komentar yang asik ya
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan