Hai ayo kita bermain, bila siang bermandi sinar mentari, bila malam diterangi bulan purnama



Hai generasi jadulers, bagaimana dunia saat ini? Aku tahu pasti kalian merindukan jaman kita dulu kan? Jaman dimana masih menggunakan minyak tanah dan kayu bakar untuk memasak, jaman dimana penerangan ruang saat malam adalah lampu templok dan petromax. Saat malam yang kita rindukan adalah segera bertemu pagi, saat pagi yang kita nantikan segera bertemu purnama. Kenapa? tahu kan jawabannya? Betul sekali, bermain.

Aku tinggal di desa meski didepan rumahku adalah jalan protokol yang menghubungkan Malang Surabaya dan Pasuruan, namun listrik baru ada di tahun 80. Merasakan sekali suasana yang hem hem hem kala malam sudah menyapa. Namaya anak-anak saat liburan atau tidak malam pun serasa siang, yang kami lakukan adalah bermain. Hai generasi Z aku ceritakan apa saja permainanku dulu ya.


1. Petak Umpet

Petak umpet tidak hanya kami lakukan siang hari, malam hari pun jadi, eh malam loh ini, pernah antara takut sembunyi dalam gelap diantara pohon pisang dan takut tertangkap akhirnya pipis tidak bisa ditahan ha ha ha. Gak kapok, pulang ganti baju dan balik lagi bermain. Sepuluh anak sudah ramai dibagi dua kelompok masing-masing lima anak. Petak umpetnya berkelompok. Diawali dengan tebak-tebakan atau lempar bola kertas merobohkan susunan pecahan genteng, istilahnya kreweng. Yang menang bersembunyi. Mainan ini tidak suang tidak malam, selalu kami lakukan, apalagi saat libur panjang, awalnya pasti jadi pupuk bawang, cuma ikut-ikutan, lama-lama bosan dibedakan, aku juga bisa main itu kataku pada yang besar-besar.



2. Canthèng

Aneh ya kedengarannya? Permainan ini menggunakan batu kerikil, haduuuhhh mana boleh generasi Z mainan begini, ntar banyak kuman loh, gak asik loh he he, tapi jaman kami dulu, ini adalah permainan yang membutuhkan ketangkasan gerak tangan, mau coba generasi Z? silahkan seru loh, memilih kerikil yang seukuran dalam numlah banyak terus diketakkan di rok untuk membawanya. Beberapa kerikil kita kumpulkan jumlah tak terbatas, setiap anak mempunyai satu kerikil besar untuk gaconya (eh bahasa Indonesianya apa ya?) Untuk giliran main cukup dengan hompimpa bila lebih dari dua anak, bila hanya dua anak tinggal suit saja.
Kerikil dikumpulkan di tengah di batasi dengan garis melingkar diameter lingkaran sesuai banyaknya jerikil yang digunakan.
Pertama lempar gaco ke atas seperti bermain bola bekel, sebelum gaco mepuncur turun tumpukan kerikil di pirak porandakan agar menyebar, lalu gaco ditangkap, kerikil yang keluar garis menjadi hak lawan, untuk mengambil kerikil-kerikil tadi gaconya dilempar ke atas lagi, dan tidak boleh menyenggol kerikil lainnya saat memungut, bila tersenggol, mati, ganti giliran. Aku mainnya di teras rumah Bu Dhe, karena rumahnya lantainya dari tegel, sedang rumahku masih berlantai tanah. Kalau tegel gitu kan enak, disapu bersih aku duduk ngglempoh tidak takut kotor. Dan kerikik mengabil di halaman rumah Bu Dhe juga, selesai bermain tinggal mengembalikan lagi di halaman.







3. Patil Lele atau Enthék

Semua jadulers pasti tahu kan permainan ini, dua batang kayu dengan panjang berbeda, permainan ini gampang-gampang susah waktu aku masih kecil dulu, tapi tetap menyenangkan, yang terjauh lontarannya yang menang, Generasi Z kalian harus mencoba ini, sangat menyenangkan. Sering kalah aku awalnya main ini, nana di cukil dulu agar melambung lalu dipukul agar terlontar jauh. Eh lama-lama bisa juga dan ketagihan.



4. Kerupukan

Istilah di desaku waktu aku kecil itu ya, kerupukan karena lagunya begini,
Kerupukan kerupukan minta jalan kandang sapi, berapa setalinya, setalinya empat puluh, masuk keluar masuk, nah anak yang sudah masuk di perangkap di tanya sambil berbisik atau menjauh agar tidak terdengar yang lain, misal milih bulan apa bintang? Yang dipilih ikut di belakang yang bertanya tadi, begitu seterusnya sampai habis, lalu nanti berebut ekor yang merupakan pengikut masing-masing yang sudah tidak punya pengikut yang kalah. Semua dalam permainan ada yang menang ada yang kalah, itu sudah lumrah nagi kami, meski tak jarang berakhir dengan pertengkaran ha ha ha ha. Kalau sudah tengkar, mengadu dan emaknya datang sambil cincing-cincing lalu telunjuknya nunjuk-nunjuk semua yang main sambil marah-marah. Ih serem, mana matanya melotot-lotot.
Eh besok ketemu ya main lagi salaman akur, seperti sudah lupa peristiwa semalam, tapi sebelum bermain pesan sponsor tetap disampaikan agar tidak ngambek, nangis atau mengadu pada emaknya.



6. Kilan

Ah apa ya istilahnya itu, aku dan temanku menyebutnya itu, yaitu melompati dua teman yang berhadapan, dari pertama satu kaki, lalu dua kaki, empat kaki terus sepuluh jari, dua puluh jari.
Ini pun aku lakukan di sekolah saat istirahat.
Lebih senang bermain di sekolah dari pada di rumah, ya karena kalau di rumah ada teman setetangga tadi yang suka majuin emaknya.



Pernah aku jadi sakit gara-gara emaknya ngamuk-ngamuk, intu teman pas kecil minta ampun dah sukanya mengadu mengada-ada. Sekarang kalau ketemu ingat jaman dulu terpingkal aku mengingatkan dia yang mbeling tiada tara.

Hari-hari tidak ada habisnya untuk bermain, seolah tidak ada PR dari sekolah ya? Ha ha pasti adalah PR.
Eh banyak sekali ya permainan yang aku lakukan, ini belum main air di kali, layang-layang di sawah, halma, ular tangga, bongkar pasang, dakon, tebak huruf, bekelan, main boneka, hujan-hujanan, lompat tali, bentengan, gobak sodor, masak-masakan, kemah-kemahan, wedeeww masa kecilku penuh dengan bermain disela-sela harus menghafal perkalian yang gak hafal-hafal.

Senangnya permainan jaman dulu yang semuanya melatih ketangkasan.
Jaman kecil dulu adalah kenangan yang tidak akan terlupakan. Meski aku ajarkan ke anak-anakku pasti mereka kurang tertarik karena tidak ada temannya, temannya pada main gagdet. Tapi mereka suka mendengarkan cerita masa kecilku, seolah ingin melakukan.