- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Pancasila Diamuk Ombak


TS
muttou
Pancasila Diamuk Ombak

Satu malam, saya berdiskusi dengan beberapa kawan soal Pancasila. Di tengah penafsiran atas lima butir Pancasila, seorang kawan menyentil bertanya:
“mengapa burung garuda yang dipilih jadi lambang Negara, bukan satwa lain?” Mendadak, riuh diskusi jadi sepi.
Dengan tanpa referensi text-book saya menaksir-naksir. Dalam benak, saya berpikir pemilihan burung garuda pasti memiliki akar filosofis. Seyogiyanya satwa burung, garuda perlambang wawasan Nusantara yang siap mengudara dari Sabang hingga Merauke.
Terlepas itu benar atau keliru, kita sepakat bahwa atas dasar kerangka filsafat (philosophiche grondslag) dan wawasan dunia (weltanschauung) Bung Karo mencetuskan gagasan Pancasila ini.
Secara aklamasi dalam sidang BPUPK gagasan ini diterima oleh peserta sidang. Pancasila menjadi dasar Negara hingga saat ini.
Menengok ke tempo silam memang terjadi berbagai ketegangan ihwal Pancasila sebagai dasar Negara. Mulai dari ketegangan antara kubu Islamis dan Nasionalis semasa Pancasila masih bocah. Hingga masa pertengahan era Konstituante yang perdebatannya masih identik persoalan hubungan Islam dan Negara. Atau Islam vis a vis Pancasila.
Hal mana itu berujung Bung Karno membubarkan Konstituante.
Naasnya, era sekarang pun tak jauh berbeda. Pasca Reformasi 1998 kita seolah baik-baik saja. Seolah demokrasi ini berjalan lumayan mulus, semua elemen masyarakat menerima dengan baik sistim politik kita.
Tidak ada masalah dengan eksistensi dan substansi Pancasila. Namun faktanya keliru. Masih terdapat lokus-lokus warga Negara ini yang enggan menerima Pancasila begitu saja.
Polarisasinya semakin memanas dan amat jelas pada helatan pilpres kemarin. Terlebih di medsos. Banyak sekali unggahan baik berupa teks maupun video amatir yang secara terang-terangan menyatakan Negara ini thagut, kafir. Mereka memiliki gagasan bahwa bentuk Negara berasas Agama (Islam)-lah yang paling patut dan bisa menjawab segala problema rakyat.
Alih-alih turut berpartisipasi aktif memuluskan hajat demokrasi, mereka malah mewacanakan satu ide Negera dalam bentuk dan sistim yang berbeda.
Menurut saya ini sangat genting untuk direnungi.
Selaras dengan pernyataan Profesor Ilmu Politik, Salim Said yang, berkali-kali bilang dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC), bahwa tidak ada jaminan Pancasila ini akan terus bertahan jika Pancasila tidak mampu menjawab tantangan zaman. Semukabalah dengan Salim Said, apakah kita rela Pancasila ini digerogoti oleh sebagian oknum ultra-kanan?
Saya sebagai tukang molor punya pandangan bahwa teramat melukai para moyang bangsa jika sekonyong-konyong kita hendak merubah dasar Negara ini. Bahwa masih banyak persoalan yang belum bisa diselesaikan secara ideal, iya. Tapi bila sampai harus merubah sistim politik dan dasar Negara ini, ya tunggu dulu.
Pancasila, bagi saya, sudah terlalu ideal sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Pancasila sudah sangat Islam. Hal mana itu tercermin pada sila pertama. Bila ditarik ke wacana Islam, sila pertama merupakan masifestasi dari surah al-ikhlas: qul huwa Allahu ahad.
“Ketuhanan yang maha esa” sudah benar-benar Islam: tauhid.
Dus, apa yang kemudian dipertentangkan?
Bagi saya hubungan antara Islam dan Negara sudah final. Pancasila sudah demikian mengakomodir semua napas Islam, bahkan segenap Agama lain. Jika perdebatan publik masih menyoal Islam vis a vis Negara, bagaimana kita mau maju?
Yang jauh lebih penting hari ini adalah meningkatkan IQ kolektif masyarakat. Kerja-kerja politik yang bernas. Soal rasisme, diskriminasi, intoleransi, kesemuanya mestinya telah fix dan bukan lagi menjadi perdebatan musiman. Kecuali kita mau menjadi pandir selamanya.
Di gelombang ombak yang demikian ganas, saya optimis, burung garuda kita tak akan lunglai diterjang badai sekalipun.
Takbir! WKWKWK
▪▪▪▪▪▪▪◇▪▪▪▪▪▪
sumber ilustrasi: detik.com
0
246
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan