- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Artis Itu (pseudo) Figur Publik


TS
muttou
Artis Itu (pseudo) Figur Publik

Gan Sist, bolehlah saya punya syak wasangka. Bahwa sebagian kita masih belum jujur atas bahasa kita sendiri. Bahasa Indonesia yang konon jadi bahasa pemersatu Sabang hingga Merauke.
Jangan sampai kosa kata yang susah payah dicipta oleh peradaban kita dirudapaksa maknanya. Dikaburkan oleh diri bangsa ini sendiri. Jangan. Mari mendaras kata. Saya mengajak.
Artis. Siapa itu artis? Saya melihat KBBI. Artinya begini: artis merupakan kata benda merujuk kepada ahli seni seperti seniman, seniwati baik itu penyanyi, pemain film, pelukis, atau pemain drama. Namun tampaknya khalayak bahasa kita lebih memilih pemain film sebagai artis.
Maka jangan heran, jika ada protes dari seniman-pelukis: mengapa hanya pemain film yang disebut artis? Bukankah artis itu asal katanya artist (Inggris)? Kurang lebih demikian protesnya.
Lantas pemain film, khususnya serial sinetron layar kaca, ternyata kerap disebut selebriti dan atau entertainer. Apa itu selebriti? KBBI memberikan arti: selebriti merupakan bentuk tidak baku selebritas yang artinya pesohor atau orang yang tersohor, terkenal. Dan entertainer artinya penghibur atau orang yang bekerja di dunia hiburan.
Antara artis, selebriti, dan entertainer mana yang lebih presisi untuk merujuk pemain film layar kaca? Ah, tampaknya kita bukan hakim atau polisi bahasa.
Sebagai awan, saya sementara mengikuti umum penutur bahasa di akar rumput. Bahwa mereka yang sering muncul di layar kaca adalah artis.
Menjadi muskil, pelik, menurut saya, adalah ketika artis dianggap sebagai figur publik. Diasosiasikan sebagai tokoh masyarakat. Disadari atau tidak ini telah menjadi data kolektif di memori otak masyarakat luas.
Dikatakan muskil sebab menjadi tokoh masyarakat bukan hanya lantaran pesohor, dikenal publik. Menjadi tokoh masyarakat menanggung beban moral dan peradaban.
Figur publik mesti menginspirasi, punya andil mencerdaskan bangsa, dan memiliki integritas moral yang mapan. Ia dikagumi masyarakat bukan lantaran cantik, tampan, dan kaya, tapi sebab bisa dijadikan teladan hidup.
Ini soal kualitas diri.
Sedang kita tahu dunia artis kita: penuh kemewahan materiil. Jika artis disepakati sebagai figur publik maka menjadi kacaulah makna ketokohan kita. Apalagi relasi sosial antara artis layar kaca dan khalayak publik nyaris seratus persen tidak natural.
Relasi itu dibangun di wilayah persepsi belaka. Sebab keterhubungan keduanya diperantarai media elektronik televisi. Tidak alami. Ketidakalamian ini mengandaikan jejalin dan relasi social yang terbentuk tidak benar-benar riil. Semu dan kerap menipu.
Mari mengingat: banding nilai antara relasi dan interaksi berbeda.
Ketokohan membutuhkan proses panjang dan natural. Tidak bisa dibuat-buat. Figur publik adalah ia yang benar-benar berdedikasi. Apa yang ia kerjakan memiliki spirit. Ada hal yang sifatnya transcendental yang melekat pada dirinya.
Orang-orang besar ditokohkan bukan menokohkan diri, baik secara personal maupun disetting suatu institusi. Mari mengenang tokoh besar semisal Gus Dur. Apa yang melekat di memori kolektif masyarakat ihwal Gus Dur?
Tentu, apapun uraiannya, kita sepakat Gus Dur adalah teladan.
Syahdan, mari kita pikir ulang jika hendak melanjutkan kekeliruan ini. Bukan apa-apa. Saya cuma welas asih pada frasa figur publik. Saya tidak ingin frasa ini sekonyong-konyong diciduk polisi sebab kepergok lagi nyabu.
Kok, kata, bisa nyabu?
Demikian Gan Sist.
Jangan sampai kosa kata yang susah payah dicipta oleh peradaban kita dirudapaksa maknanya. Dikaburkan oleh diri bangsa ini sendiri. Jangan. Mari mendaras kata. Saya mengajak.
Artis. Siapa itu artis? Saya melihat KBBI. Artinya begini: artis merupakan kata benda merujuk kepada ahli seni seperti seniman, seniwati baik itu penyanyi, pemain film, pelukis, atau pemain drama. Namun tampaknya khalayak bahasa kita lebih memilih pemain film sebagai artis.
Maka jangan heran, jika ada protes dari seniman-pelukis: mengapa hanya pemain film yang disebut artis? Bukankah artis itu asal katanya artist (Inggris)? Kurang lebih demikian protesnya.
Lantas pemain film, khususnya serial sinetron layar kaca, ternyata kerap disebut selebriti dan atau entertainer. Apa itu selebriti? KBBI memberikan arti: selebriti merupakan bentuk tidak baku selebritas yang artinya pesohor atau orang yang tersohor, terkenal. Dan entertainer artinya penghibur atau orang yang bekerja di dunia hiburan.
Antara artis, selebriti, dan entertainer mana yang lebih presisi untuk merujuk pemain film layar kaca? Ah, tampaknya kita bukan hakim atau polisi bahasa.
Sebagai awan, saya sementara mengikuti umum penutur bahasa di akar rumput. Bahwa mereka yang sering muncul di layar kaca adalah artis.
Menjadi muskil, pelik, menurut saya, adalah ketika artis dianggap sebagai figur publik. Diasosiasikan sebagai tokoh masyarakat. Disadari atau tidak ini telah menjadi data kolektif di memori otak masyarakat luas.
Dikatakan muskil sebab menjadi tokoh masyarakat bukan hanya lantaran pesohor, dikenal publik. Menjadi tokoh masyarakat menanggung beban moral dan peradaban.
Figur publik mesti menginspirasi, punya andil mencerdaskan bangsa, dan memiliki integritas moral yang mapan. Ia dikagumi masyarakat bukan lantaran cantik, tampan, dan kaya, tapi sebab bisa dijadikan teladan hidup.
Ini soal kualitas diri.
Sedang kita tahu dunia artis kita: penuh kemewahan materiil. Jika artis disepakati sebagai figur publik maka menjadi kacaulah makna ketokohan kita. Apalagi relasi sosial antara artis layar kaca dan khalayak publik nyaris seratus persen tidak natural.
Relasi itu dibangun di wilayah persepsi belaka. Sebab keterhubungan keduanya diperantarai media elektronik televisi. Tidak alami. Ketidakalamian ini mengandaikan jejalin dan relasi social yang terbentuk tidak benar-benar riil. Semu dan kerap menipu.
Mari mengingat: banding nilai antara relasi dan interaksi berbeda.
Ketokohan membutuhkan proses panjang dan natural. Tidak bisa dibuat-buat. Figur publik adalah ia yang benar-benar berdedikasi. Apa yang ia kerjakan memiliki spirit. Ada hal yang sifatnya transcendental yang melekat pada dirinya.
Orang-orang besar ditokohkan bukan menokohkan diri, baik secara personal maupun disetting suatu institusi. Mari mengenang tokoh besar semisal Gus Dur. Apa yang melekat di memori kolektif masyarakat ihwal Gus Dur?
Tentu, apapun uraiannya, kita sepakat Gus Dur adalah teladan.
Syahdan, mari kita pikir ulang jika hendak melanjutkan kekeliruan ini. Bukan apa-apa. Saya cuma welas asih pada frasa figur publik. Saya tidak ingin frasa ini sekonyong-konyong diciduk polisi sebab kepergok lagi nyabu.
Kok, kata, bisa nyabu?
Demikian Gan Sist.
▪▪▪▪▪◇▪▪▪▪▪
sumber ilustrasi: tempo.com
Artikel menarik lainnya: Dan Brown, Aku, dan Pria Redaktur Surat Kabar
Diubah oleh muttou 25-07-2019 20:56
0
1.6K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan