Dalam penulisan cerpen, sering terjadi kekeliruan dalam tata cara pengolahannya. Kebanyakan lebih mirip sebuah kisah/cerita biasa, bukan cerpen.

Emang sih, antara cerpen dan cerita biasa itu sangat mirip, dan hampir tidak kelihatan bedanya. Karena itu, sebelum menulis sebuah cerpen, harus bisa membedakan cerpen dan cerita, terutama jika ada COC ‘Menulis Cerpen’, agar karya yang kita buat memenuhi syarat dan masuk dalam penjurian.

Jadi, cerpen atau cerita pendek itu berbeda dengan cerita atau kisah biasa. Cerpen adalah cerita yang penulisannya mempunyai aturan dan tata cara tertentu. Sedangkan kisah adalah cerita bebas, yang tidak terikat dengan aturan apapun.

Kalau boleh diumpamakan, cerpen itu bagaikan puisi, sedangkan kisah itu laksana prosa.



Agar tidak terlalu teoritis, berikut Ane berikan beberapa contoh kesalahan atau kekeliruan yang sering terdapat dalam penulisan sebuah cerpen:


1. Tokoh Berbicara Kepada Pembaca

Dalam cerpen, yang berbicara itu adalah tokoh kepada tokoh lainnya, entah dalam bentuk dialog, narasi, atau tulisan. Sedangkan pembaca, ibarat film hanyalah sebagai penonton, yang tidak bisa terlibat di dalamnya.

Karena itu, adalah keliru jika tokoh dalam cerpen berbicara kepada pembacanya, misalnya:

“Hai, kenalkan namaku Andi. Umurku 17 tahun. Sekarang bersekolah di…”

Sedangkan dalam cerpen tersebut tidak dijelaskan tokoh Andi itu bicara atau mengenalkan diri kepada siapa? Maksud penulisnya adalah mengenalkan karakter tokoh tersebut kepada pembaca.

Cara tersebut adalah keliru, sebab membuat tokoh berbicara kepada pembaca. Yang benar seharusnya misalnya digambarkan pertemuan Andi dengan tokoh lainnya, lalu terjadi percakapan dan perkenalan antara keduanya.

Jadi, yang berbicara dalam cerpen itu adalah ‘tokoh kepada tokoh’.


2. Penulis Berbicara Kepada Pembaca


Source

Penulis cerpen adalah orang yang berada di luar isi cerpen, sehingga tidak boleh terlibat di dalamnya. Ibarat pertunjukan wayang, penulis cerpen adalah dalang. Dia hanya mengarahkan dan melakonkan cerita melalui para tokohnya.

Jika penulis terlibat percakapan cerpen, maka sama dengan dalang yang kelihatan tangannya ketika menggerakkan wayang. Keterlibatan penulis dalam cerpen itu biasanya dalam bentuk penjelasan dari ucapan atau dialog tokoh. Misalnya:

“Maaf, aku tak bisa ikut naik gunung, sebab aku sangat mudah terkena Hipotermia,” tolak gadis itu.

Lalu si penulis memberikan penjelasan:
Hipotermia adalah… bla..bla…

Kalau memang harus memberikan penjelasan, buatlah penjelasan itu sebagai ucapan tokoh. Misalnya: “Hipotermia itu apa sih?” tanya Andi. “Hipotermia itu adalah…” jawab gadis itu.

Jadi di sini yang menjelaskan Hipotermia itu adalah tokohnya sendiri, bukan si penulis.

Tapi dalam kondisi tertentu, boleh saja si penulis memberikan penjelasan, sebagai pengantar, agar pembaca mudah memahami alur dan isi cerita. Itu biasanya dilakukan pada bagian awal cerpen sebagai prolog singkat.


3. Penulis Berbicara Kepada Tokoh

Ini lebih aneh dan keliru lagi dalam penulisna cerpen. Misalnya tokoh menggambarkan kondisinya: “Malam kemarin benar-benar dingin, sehingga tubuhnya menggigil.”

Lalu penulis mengomentari “Emang kamu tak punya selimut, atau masih jomblo, ya Bro?”

Harusnya kalimat itu digambarkan sebagai ucapan tokoh lainnya, bukan ucapan dari penulisnya. Kalau ini terjadi, sama halnya dengan sutradara yang ingin masuk ke dalam film dan terlibat percakapan dengan para pemainnya.


4. Percakapan Basa Basi

Kekeliruan lainnya adalah percakapan basa-basi antar tokoh yg tidak ada hubungannya dgn tema/judul/konflik dlm cerpen. Percakapan itu harus bermakna, entah itu untuk menggambarkan karakter tokoh, menjelaskan suasana, atau mempertegas masalah.
***
Solusinya, gunakan sudut pandang 'orang ketiga', sehingga penulis bebas berbicara melalui tokoh orang ketiga tersebut.

Udah, itu aja! Silakan diberikan komentar, pertanyaan atau tanggapan!(*) RefFoto2 dari Google.