- Beranda
- Komunitas
- Story
- Heart to Heart
Ketika Hobi Menulis Dipertanyakan


TS
ymulyanig3
Ketika Hobi Menulis Dipertanyakan
Ketika hobi menulis kita dipertanyakan
Menulis adalah sesuatu yang membuatku bahagia. Ada kepuasan tersendiri ketika bisa menyelsaikan sebuah tulisan. Namun, ada rasa nyeri di dalam sebongkah daging merah bernama hati, ketika hobi itu dipertanyakan dan dipandang sebelah mata.

"Pak, cerpenku masuk antologi loh, ikut dibukuin bareng cerpen penulis lain," ujarku kala tengah berkumpul dengan keluarga.
Lelaki paruh baya yang sangat kuhormati itu hanya berdehem, kemudian mengalihkan pembicaraan.
Mungkin, untuknya ini bukanlah sesuatu yang membanggakan. Namun, tak bisakah ia mengapresiasi, walau sedikit.
Beberapa hari selanjutnya, seperti biasa keluarga kami berkumpul di ruang tamu. Bapak, ibu dan adik-adikku.
"Tahu nggak, cerita teteh mau dibikin novel."
Suasana mendadak hening, tak ada tanggapan. Hanya ada senyum tipis menyungging dari bibir ibu dan adikku. Mereka kembali mengalihkan pembicaraan.
"Daripada main hp terus, mending baca Qur'an," ucap Bapak beberapa saat kemudian.
Aku langsung terdiam seribu bahasa, bibir serasa kelu. Ada gejolak di dalam dada yang terasa sakit dan panas. Aku memang tidak layak dibanggakan seperti kedua adikku yang lulusan pesantren dan hafal beberapa juz Al-Qur'an, tapi aku juga punya hati yang bisa terluka kala diri ini tidak dihargai.

Diwaktu yang lain, suamiku turut mempertanyakan hobi baruku. Menghasilkan apa? Dapat berapa? Satu pertanyaan naif yang mengukur semua hanya dengan nilai rupiah.
Apalah aku yang menjadi anak pertama tanpa prestasi atau sesuatu yang patut dibanggakan. Dulu sekali, aku memang menjadi kebanggaan ketika mendapat peringkat di bangku sekolah. Namun, sekarang aku hanya ibu rumah tangga biasa yang harus mengubur mimpiku untuk mengenyam pendidikan di universitas karena ketidakmampuan finansial keluarga.
Sekarang, aku hanya ibu dari tiga anak yang masih kecil-kecil. Yang hanya menunggu jatah bulanan dari suami. Apa yang harus dibanggakan?

Tak ada satu orang pun yang mendukung hobi baruku ini. Namun, aku tak akan menyerah. Tetap berusaha dan menghasilkan karya yang patut dibanggakan kelak.
Menemukan sesuatu yang sesuai dengan jati diri adalah anugerah di usia yang sudah kepala tiga. Menulis membuatku bahagia, walaupun orang-orang terdekat tak ada yang mengapresiasi. Aku akan tetap menulis.
Pojok kamar diiringi tangisan si kecil, 6 Juli 2019
Pic: byb geogle
Sumber : opini pribadi
Menulis adalah sesuatu yang membuatku bahagia. Ada kepuasan tersendiri ketika bisa menyelsaikan sebuah tulisan. Namun, ada rasa nyeri di dalam sebongkah daging merah bernama hati, ketika hobi itu dipertanyakan dan dipandang sebelah mata.

"Pak, cerpenku masuk antologi loh, ikut dibukuin bareng cerpen penulis lain," ujarku kala tengah berkumpul dengan keluarga.
Lelaki paruh baya yang sangat kuhormati itu hanya berdehem, kemudian mengalihkan pembicaraan.
Mungkin, untuknya ini bukanlah sesuatu yang membanggakan. Namun, tak bisakah ia mengapresiasi, walau sedikit.
Beberapa hari selanjutnya, seperti biasa keluarga kami berkumpul di ruang tamu. Bapak, ibu dan adik-adikku.
"Tahu nggak, cerita teteh mau dibikin novel."
Suasana mendadak hening, tak ada tanggapan. Hanya ada senyum tipis menyungging dari bibir ibu dan adikku. Mereka kembali mengalihkan pembicaraan.
"Daripada main hp terus, mending baca Qur'an," ucap Bapak beberapa saat kemudian.
Aku langsung terdiam seribu bahasa, bibir serasa kelu. Ada gejolak di dalam dada yang terasa sakit dan panas. Aku memang tidak layak dibanggakan seperti kedua adikku yang lulusan pesantren dan hafal beberapa juz Al-Qur'an, tapi aku juga punya hati yang bisa terluka kala diri ini tidak dihargai.

Diwaktu yang lain, suamiku turut mempertanyakan hobi baruku. Menghasilkan apa? Dapat berapa? Satu pertanyaan naif yang mengukur semua hanya dengan nilai rupiah.
Apalah aku yang menjadi anak pertama tanpa prestasi atau sesuatu yang patut dibanggakan. Dulu sekali, aku memang menjadi kebanggaan ketika mendapat peringkat di bangku sekolah. Namun, sekarang aku hanya ibu rumah tangga biasa yang harus mengubur mimpiku untuk mengenyam pendidikan di universitas karena ketidakmampuan finansial keluarga.
Sekarang, aku hanya ibu dari tiga anak yang masih kecil-kecil. Yang hanya menunggu jatah bulanan dari suami. Apa yang harus dibanggakan?

Tak ada satu orang pun yang mendukung hobi baruku ini. Namun, aku tak akan menyerah. Tetap berusaha dan menghasilkan karya yang patut dibanggakan kelak.
Menemukan sesuatu yang sesuai dengan jati diri adalah anugerah di usia yang sudah kepala tiga. Menulis membuatku bahagia, walaupun orang-orang terdekat tak ada yang mengapresiasi. Aku akan tetap menulis.
Pojok kamar diiringi tangisan si kecil, 6 Juli 2019
Pic: byb geogle
Sumber : opini pribadi
Diubah oleh ymulyanig3 10-07-2019 11:10
0
701
24


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan