- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Misi 'Angin Lalu' Pendiri Demokrat Lengserkan SBY


TS
n4z1.v8
Misi 'Angin Lalu' Pendiri Demokrat Lengserkan SBY

Misi 'Angin Lalu' Pendiri Demokrat Lengserkan SBY
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat mendesak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun dari kursi ketua umum. Mereka menilai SBY gagal menjalankan tugas secara optimal sebagai pucuk pimpinan.
Salah satu anggota FKPD Demokrat, Hengky Luntungan, mengungkit perolehan suara partai pada Pemilu 2014 dan 2019. Menurutnya, penurunan perolehan suara disebabkan oleh kinerja ketua umum yang tidak optimal.
Selain itu, Hengky menuding SBY kerap melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai. Hengky pun menyebut SBY menjalankan politik dinasti lantaran suka memberikan jabatan kepada sanak keluarganya.
"SBY menganut sistem partai dinasti dan sering melakukan manajemen konflik atau menyingkirkan para pejuang partai yang telah berjasa kepadanya," kata Hengky di Jakarta, Selasa (2/7).
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai gelagat sejumlah tetua Demokrat yang merongrong SBY tidak akan berdampak besar.
Rongrongan kepada SBY itu disebut Adi hanya akan menjadi angin lalu. "Karena yang ingin SBY lengser bukan kekuatan mainstream di Demokrat," tutur Adi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (3/7).
Adi menyatakan bahwa SBY merupakan figur penting dalam partai. Berkat SBY Demokrat mencapai puncak kejayaannya di masa lalu.
Pemilih Demokrat pada Pemilu 2019 pun melihat sosok SBY. Bukan yang lain. Dengan kata lain, Adi berkata popularitas Demokrat bergantung pada SBY.
"Sejauh ini magnet elektoral Demokrat ada di SBY. Demokrat sangat lekat dengan SBY," tutur Adi.

Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat mendesak SBY turun dari kursi ketua umum. (CNN Indonesia/Tiara Sutari)
Menurutnya, mayoritas kader dan pengurus Demokrat hingga tingkat daerah pun sepakat jika SBY kekuatan penting bagi partainya hingga hari ini.
Dengan segenap peran strategis SBY, Adi menuturkan upaya para pendiri Demokrat merongrong SBY sama dengan melakukan bunuh diri. Artinya, rongrongan itu hanya akan memicu perlawanan balik yang lebih besar.
Menurut Adi para tetua Demokrat seharusnya mengambil langkah yang matang dalam melakukan evaluasi. Menurut Adi, keliru jika SBY dijadikan sasaran tembak. Evaluasi, menurutnya, lebih baik dilakukan secara keseluruhan.
"Tak harus merongrong SBY," ucap Adi.
Penurunan perolehan suara Demokrat memang jadi fakta yang tak bisa dibantah. Namun SBY masih bisa menebusnya dengan meraih kesuksesan di Pilkada serentak 2020 yang dihelat di puluhan provinsi, kabupaten dan kota.
Demokrat butuh mempersiapkan diri sejak awal. Berkenaan dengan hal itu, Adi tidak melihat gelagat pendiri Demokrat bakal mengganggu persiapan menghadapi Pilkada 2020.
Seperti yang diutarakan sebelumnya, Adi menilai kekecewaan tetua Demokrat hanya persoalan kecil.
Adi juga menganggap riak yang ada tidak akan mengganggu soliditas Demokrat dalam menentukan arah selanjutnya usai Pilpres 2019. Menurutnya dinamika itu biasa terjadi dalam tubuh partai.
Namun Adi mengingatkan SBY tidak boleh mengabaikan. Terlebih, para pendiri juga membeberkan keluhan-keluhannya kepada pers, sehingga publik mengetahui dan menciptakan asumsi negatif.
Bagaimanapun, Adi mengatakan SBY mesti menampung aspirasi yang ada di intenal partainya. Termasuk yang baru saja dilontarkan forum pendiri.
"Harus dikelola dengan baik. Intinya, suara semacam itu bentuk kegelisahan dari kondisi Demokrat saat ini," kata Adi.
sumber
===========
Partai sejatinya adalah wadah bersama yang dibangun dengan tujuan sama, satu untuk semua, mencapai kekuasaan. Partai dapat berubah haluannya seiring perjalanan waktu.
Dalam sebuah partai perlu ada tokoh pemersatu, tokoh yang mempunyai figur kuat. Figur itu harus dapat mengayomi seluruh komponen partai dari yang paling atas sampai grass root. Terkadang sebuah partai juga dijalankan dengan tangan besi untuk menjaga marwah partai.
Dulu, ada iklan di tv-tv swasta dimana SBY tengah membuat sebuah lambang partai Demokrat dengan istri tercinta, almarhumah Ibu Ani. Dan publik terlanjur memberi stigma bahwa Demokrat dibentuk oleh SBY. Jika benar Demokrat dibentuk jauh sebelum SBY bergabung yaitu 2 tahun sebelumnya, maka pantaslah Megawati berang, sebab tidak mustahil Megawati telah tahu bahwa SBY sedang mempersiapkan diri maju dalam Pilpres dan tengah mempersiapkan kendaraan politiknya.
Lantas setelah masa kejayaannya lewat, apalah platform Demokrat bergeser dari partai terbuka menjadi partai keluarga? Kalau dilihat dari sepakterjang anak-anaknya, nampaknya masyarakat bisa dengan lugas menilai. Apalagi SBY memang terlalu kelihatan memberi ruang sebesar-besarnya kepada anak-anaknya.
Kalau ada pertanyaan, apalah SBY melanggar AD/ART partai? Ya, kalau memang Kogasma tidak ada dalam struktur partai, karena struktur partai pastinya tercantum dalam AD/ART sebuah partai. Disini jelas, artinya SBY memakai kekuasaannya dalam hemogoni Demokrat untuk melanggar AD/ART partai demi anak tercintanya yang gagal dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Pertanyaannya, kenapa para pendiri partai Demokrat baru bersuara sekarang? Kemana saja mereka selama ini? Apakah dengan melengserkan SBY dipastikan akan membuat Demokrat bangkit sebagai partai papan atas? Rasanya tidak semudah itu. Sekarang ini Demokrat identik dengan SBY. Jatuh SBY, hancur Demokrat!
Berbicara soal pendiri partai, bahkan seorang pendiri PKS dihinakan sedemikian rupa oleh para petinggi PKS padahal sang pendiri partai yang sekarang sudah almarhum menegur keras dan mengkritisi haluan partai yang sudah melenceng jauh dari tujuan semula.
Bicara ketokohan partai, Demokrat punya SBY. Gerindra ada Prabowo. PDIP memiliki Megawati. PBB punya Yusril Ihza Mahendra. Apa semuanya mumpuni? Tidak juga. Buktinya PBB sulit berkembang meskipun ketokohan Yusril tidak bisa diragukan. Bahkan Golkar yang dulu identik dengan Suharto, yang kelahirannya sama sekali tanpa campur tangan Suharto, sampai sekarang masih bisa eksis menjadi partai papan atas meskipun Suharto telah tiada.
PDIP tidak bisa disangkal, banyak trah Sukarno disana. Akan tetapi PDIP tidak terlihat eksklusif seperti sebuah partai keluarga. Mengapa? Karena Megawati sangat demokratis, taat pada AD/ART meskipun Megawati ikut langsung membidani lahirnya PDIP. Dan disanalah perbedaan antara Megawati dengan SBY. Siapa yang terlalu memanjakan anaknya dalam sebuah partai? Jawabannya berpulang kepada pembaca masing-masing.






rob.pedro dan 8 lainnya memberi reputasi
9
3.2K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan