- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pemimpinnya ditangkap, akhir kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda di Indonesia?


TS
pasti2periode
Pemimpinnya ditangkap, akhir kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda di Indonesia?
Jamaah Islamiyah: Pemimpinnya ditangkap, inikah akhir kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda di Indonesia?
SUMBER
klo pemimpin ditangkap
maka akan muncul pemimpin baru
rekrut anggota lagi
dengan kata lain
terrorist akan ada dan selalu ada
tanpa bisa binasa, jika hanya di tangkap pemimpinnya
lalu gimana membasmi terrorist?
ya jelas sekali
wajib di basmi akarnya
nah, apa akar/sumber dari teroris itu?
apa yang mengilhami mereka untuk melakukan terorisme?

Quote:
Kepolisian menangkap seorang pria bernama Para Wijayanto yang disebut sebagai pemimpin Jamaah Islamiyah (JI).
Para Wijayanto dibekuk bersama istrinya, MY (47), di Hotel Adaya, Jalan Kranggan, Jati Sampurna, Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (29/6), pukul 06.12 WIB.
Adapun tiga pria yang disebut sebagai orang kepercayaan Para Wijayanto ditangkap di lokasi berbeda.
Polisi menyatakan Para Wijayanto yang menjadi buronan sejak 2008 silam merupakan pemimpin JI setelah kelompok itu dilarang keberadaannya pada 2007. Di bawah kepemimpinan Para, JI disebut telah mengirim sejumlah pemuda berlatih militer ke Suriah.
Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, menilai penangkapan Para Wijayanto dan sejumlah orang kepercayaannya bukan akhir dari organisasi yang berafiliasi dengan jaringan teroris internasional, Al-Qaeda.
"Kalau satu atau dua orang ditangkap walaupun orang yang paling senior, tidak berarti organisasi akan mati," katanya kepada wartawan Muhammad Irham yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (02/07).
Di bawah kepemimpinan Para Wijayanto, kata Sidney, JI lebih fokus pada dakwah, pendidikan, dan rekrutmen anggota baru.
Menurutnya, JI menghindari aksi kekerasan yang dapat mengakibatkan penangkapan massal anggotanya terutama pascabom Bali. Tujuannya untuk membangkitkan kembali organisasi suatu saat nanti.
"Jadi mereka memutuskan untuk sementara, kekerasan di Indonesia adalah sesuatu yang harus dihindari," kata Sidney.

Adakah perbedaan antara JI dan ISIS?
Menurut Sidney, jaringan ISIS lebih berbahaya untuk jangka pendek. Para pendukung ISIS bisa sewaktu-waktu melakukan aksi teror.
Namun, tambahnya, JI lebih mengkhawatirkan dalam jangka panjang. Organisasi ini memiliki strategi perencanaan hingga 25 tahun ke depan untuk mendirikan negara Islam.
"Suatu saat nanti JI bisa memutuskan bahwa memang sudah waktunya untuk melakukan kekerasan lagi. Kalau kekerasan bisa menolong mereka mendirikan satu negara Islam di Indonesia," kata Sidney.
Hal yang paling dikhawatirkan dari JI, lanjut Sidney, ketika pengikutnya tak lagi sejalan dengan para pemimpin dan memilih untuk membuat organisasi sempalan.
"Masih ada bahaya dari sel-sel ISIS yang tidak ada hubungan dengan JI. Mungkin juga dari kelompok muda dari JI sendiri yang lebih bahaya dari Para Wijayanto," katanya.
Analisis Sidney Jones dikuatkan mantan anggota jaringan teroris yang berafiliasi dengan JI, Sofyan Tsauri.
Menurut Sofyan, pergerakan JI akan selalu berada 'di bawah tanah'.
"Para anggotanya banyak, ikut ormas yang lain. Tapi mereka punya induk daripada jemaah mereka, dan itu tak akan pernah mati," katanya saat dihubungi BBC News Indonesia, Selasa (02/07).

Sofyan memperkirakan pascapenangkapan Para Wijayanto, JI akan segera mencari pemimpin baru. Salah satu syarat menjadi pemimpin JI, kata Sofyan, adalah memiliki kemampuan militer dan intelijen.
Hal ini sudah dilakukan selama Para Wijayanto mengirimkan anggotanya untuk berlatih militer di Suriah hingga enam kali sejak 2013 hingga 2018 lalu.
"Tentu akan ada Amir (pemimpin) lagi yang baru. Begitu memang dibuatnya," katanya.
Sofyan melanjutkan, eksistensi JI baru akan muncul ketika situasi di suatu wilayah atau negara sedang konflik besar.
Ketika negara tidak berkonflik, JI lebih beraktivitas untuk melakukan perekrutan dan dakwah. "Sampai pengaderan besar, ketika kekuasaannya sudah terukur, baru dia memproklamirkan," katanya.
"JI ini jihad tamkin (jihad mengambil kekuasaan dan pemerintahan), bukan jihad nikayah (jihad dilakukan kapan saja untuk menunjukkan eksistensi)," imbuh Sofyan.
Siapa Para Wijayanto dan bagaimana sepak terjangnya?
Dari keterangan polisi, Para Wijayanto alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arief alias Ahmad Fauzi Utomo sudah menjadi buronan sejak 2008 lalu.
Lelaki kelahiran Subang , Jawa Barat, ini merupakan lulusan S-1 teknik sipil di salah satu universitas ternama di Jawa Tengah. Ia juga merupakan alumni dari pelatihan militer di Moro, Filipina, Angkatan III tahun 2000.
"Kemampuan merakit bom dia miliki dengan kelompok Noordin M. Top," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo
Para Wijayanto, sebagaimana dipaparkan Dedi, berperan mengendalikan aktivitas organisasi termasuk logistik dan pembentukan pasukan khusus yang dipimpin oleh terduga teroris berinisial K yang ditangkap pada Mei 2019 lalu.
Selain itu, Para Wijayanto disebut mengetahui dan menyetujui pemberangkatan rekrutan JI ke Suriah. Mereka belajar militer dan perang dengan organisasi Al-Qaeda.
Pemberangkatan anggota JI ini ditengarai telah dilakukan sebanyak enam gelombang sejak 2013 hingga 2018. Sebagian besar telah kembali ke Indonesia.
"Mereka yang kembali ke Indonesia dan ditangkap pada bulan Mei 2019 rata-rata mempunyai kemampuan intelijen, militer secara khusus termasuk pembuatan bom, roket dan sniper," ujar Dedi.
Para Wijayanto disebut-sebut turut menyelenggarakan kegiatan perbantuan aksi terorisme internasional di bawah bendera Al-Qaeda.
"Serta menjalin komunikasi dengan jaringan teroris regional (Filipina) dan teroris internasional (Al-Qaeda) sejak 2008," jelas Dedi.
Dari penelusuran polisi, Para Wijayanto diduga memiliki usaha perkebunan sawit di Kalimantan dan Sumatera.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan perkebunan sawit itu untuk membiayai organisasi JI.
Dari usaha itu, menurut Dedi, anak buah Para digaji dengan upah Rp10 juta hingga Rp15 juta.
Mantan anggota jaringan teroris yang berafiliasi dengan JI, Sofyan Tsauri, meyakini usaha sawit tersebut bukan milik pribadi.
Kata Sofyan, usaha yang dibangun untuk operasional JI ini merupakan hasil infaq atau sumbangan sukarela para anggotanya.
"Bisa jadi usaha yang memang jemaah menitipkan dana-dana tersebut. Atau uang jemaah dikelola secara baik, sehingga dia tidak lagi membebani jemaah, tapi bagaimana dia bisa survive," tambah Sofyan.
Selain menangkap Para Wijayanto, kepolisian juga menangkap empat orang lainnya yang bergabung dengan JI dalam waktu dua hari berturut-turut, 29 - 30 Juni lalu.
Mereka adalah MY (istri Para Wijayanto) yang diduga terlibat menyembunyikan Para Wijayanto selama menjadi buronan.
Polisi juga menangkap BS alias Sadam alias Edi yang diduga berperan sebagai kurir sekaligus pengawal dan sopir Para Wijayanto. BS ditangkap juga karena dituduh menyembunyikan informasi tentang Para Wijayanto selama menjadi buronan.
Tuduhan yang sama juga dilayangkan kepada A yang ditangkap di kawasan Bekasi, Jawa Barat, Minggu (30/06).
Polisi juga menangkap BT alias Haidar alias Denis alias Gani, tangan kanan Para Wijayanto. BT diduga berperan sebagai penasehat sekaligus asisten Para Wijayanto. Ia diduga pernah ikut aktif dalam sebuah pertemuan di Bandung dan Sragen, Jawa Tengah, yang membahas laporan kendala-kendala JI dan strateginya.
Pada 2007 Jamaah Islamiyah dibubarkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Organisasi yang didirikan oleh Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar dinyatakan sebagai bagian jaringan teroris.
JI juga diyakini sebagai organisasi induk yang berada di balik kasus Bom Bali I dan II, dan Bom Kedutaan Besar Australia.
Para Wijayanto dibekuk bersama istrinya, MY (47), di Hotel Adaya, Jalan Kranggan, Jati Sampurna, Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (29/6), pukul 06.12 WIB.
Adapun tiga pria yang disebut sebagai orang kepercayaan Para Wijayanto ditangkap di lokasi berbeda.
Polisi menyatakan Para Wijayanto yang menjadi buronan sejak 2008 silam merupakan pemimpin JI setelah kelompok itu dilarang keberadaannya pada 2007. Di bawah kepemimpinan Para, JI disebut telah mengirim sejumlah pemuda berlatih militer ke Suriah.
Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, menilai penangkapan Para Wijayanto dan sejumlah orang kepercayaannya bukan akhir dari organisasi yang berafiliasi dengan jaringan teroris internasional, Al-Qaeda.
"Kalau satu atau dua orang ditangkap walaupun orang yang paling senior, tidak berarti organisasi akan mati," katanya kepada wartawan Muhammad Irham yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (02/07).
Di bawah kepemimpinan Para Wijayanto, kata Sidney, JI lebih fokus pada dakwah, pendidikan, dan rekrutmen anggota baru.
Menurutnya, JI menghindari aksi kekerasan yang dapat mengakibatkan penangkapan massal anggotanya terutama pascabom Bali. Tujuannya untuk membangkitkan kembali organisasi suatu saat nanti.
"Jadi mereka memutuskan untuk sementara, kekerasan di Indonesia adalah sesuatu yang harus dihindari," kata Sidney.

Adakah perbedaan antara JI dan ISIS?
Menurut Sidney, jaringan ISIS lebih berbahaya untuk jangka pendek. Para pendukung ISIS bisa sewaktu-waktu melakukan aksi teror.
Namun, tambahnya, JI lebih mengkhawatirkan dalam jangka panjang. Organisasi ini memiliki strategi perencanaan hingga 25 tahun ke depan untuk mendirikan negara Islam.
"Suatu saat nanti JI bisa memutuskan bahwa memang sudah waktunya untuk melakukan kekerasan lagi. Kalau kekerasan bisa menolong mereka mendirikan satu negara Islam di Indonesia," kata Sidney.
Hal yang paling dikhawatirkan dari JI, lanjut Sidney, ketika pengikutnya tak lagi sejalan dengan para pemimpin dan memilih untuk membuat organisasi sempalan.
"Masih ada bahaya dari sel-sel ISIS yang tidak ada hubungan dengan JI. Mungkin juga dari kelompok muda dari JI sendiri yang lebih bahaya dari Para Wijayanto," katanya.
Analisis Sidney Jones dikuatkan mantan anggota jaringan teroris yang berafiliasi dengan JI, Sofyan Tsauri.
Menurut Sofyan, pergerakan JI akan selalu berada 'di bawah tanah'.
"Para anggotanya banyak, ikut ormas yang lain. Tapi mereka punya induk daripada jemaah mereka, dan itu tak akan pernah mati," katanya saat dihubungi BBC News Indonesia, Selasa (02/07).

Sofyan memperkirakan pascapenangkapan Para Wijayanto, JI akan segera mencari pemimpin baru. Salah satu syarat menjadi pemimpin JI, kata Sofyan, adalah memiliki kemampuan militer dan intelijen.
Hal ini sudah dilakukan selama Para Wijayanto mengirimkan anggotanya untuk berlatih militer di Suriah hingga enam kali sejak 2013 hingga 2018 lalu.
"Tentu akan ada Amir (pemimpin) lagi yang baru. Begitu memang dibuatnya," katanya.
Sofyan melanjutkan, eksistensi JI baru akan muncul ketika situasi di suatu wilayah atau negara sedang konflik besar.
Ketika negara tidak berkonflik, JI lebih beraktivitas untuk melakukan perekrutan dan dakwah. "Sampai pengaderan besar, ketika kekuasaannya sudah terukur, baru dia memproklamirkan," katanya.
"JI ini jihad tamkin (jihad mengambil kekuasaan dan pemerintahan), bukan jihad nikayah (jihad dilakukan kapan saja untuk menunjukkan eksistensi)," imbuh Sofyan.
Siapa Para Wijayanto dan bagaimana sepak terjangnya?
Dari keterangan polisi, Para Wijayanto alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arief alias Ahmad Fauzi Utomo sudah menjadi buronan sejak 2008 lalu.
Lelaki kelahiran Subang , Jawa Barat, ini merupakan lulusan S-1 teknik sipil di salah satu universitas ternama di Jawa Tengah. Ia juga merupakan alumni dari pelatihan militer di Moro, Filipina, Angkatan III tahun 2000.
"Kemampuan merakit bom dia miliki dengan kelompok Noordin M. Top," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo
Para Wijayanto, sebagaimana dipaparkan Dedi, berperan mengendalikan aktivitas organisasi termasuk logistik dan pembentukan pasukan khusus yang dipimpin oleh terduga teroris berinisial K yang ditangkap pada Mei 2019 lalu.
Selain itu, Para Wijayanto disebut mengetahui dan menyetujui pemberangkatan rekrutan JI ke Suriah. Mereka belajar militer dan perang dengan organisasi Al-Qaeda.
Pemberangkatan anggota JI ini ditengarai telah dilakukan sebanyak enam gelombang sejak 2013 hingga 2018. Sebagian besar telah kembali ke Indonesia.
"Mereka yang kembali ke Indonesia dan ditangkap pada bulan Mei 2019 rata-rata mempunyai kemampuan intelijen, militer secara khusus termasuk pembuatan bom, roket dan sniper," ujar Dedi.
Para Wijayanto disebut-sebut turut menyelenggarakan kegiatan perbantuan aksi terorisme internasional di bawah bendera Al-Qaeda.
"Serta menjalin komunikasi dengan jaringan teroris regional (Filipina) dan teroris internasional (Al-Qaeda) sejak 2008," jelas Dedi.
Dari penelusuran polisi, Para Wijayanto diduga memiliki usaha perkebunan sawit di Kalimantan dan Sumatera.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan perkebunan sawit itu untuk membiayai organisasi JI.
Dari usaha itu, menurut Dedi, anak buah Para digaji dengan upah Rp10 juta hingga Rp15 juta.
Mantan anggota jaringan teroris yang berafiliasi dengan JI, Sofyan Tsauri, meyakini usaha sawit tersebut bukan milik pribadi.
Kata Sofyan, usaha yang dibangun untuk operasional JI ini merupakan hasil infaq atau sumbangan sukarela para anggotanya.
"Bisa jadi usaha yang memang jemaah menitipkan dana-dana tersebut. Atau uang jemaah dikelola secara baik, sehingga dia tidak lagi membebani jemaah, tapi bagaimana dia bisa survive," tambah Sofyan.
Selain menangkap Para Wijayanto, kepolisian juga menangkap empat orang lainnya yang bergabung dengan JI dalam waktu dua hari berturut-turut, 29 - 30 Juni lalu.
Mereka adalah MY (istri Para Wijayanto) yang diduga terlibat menyembunyikan Para Wijayanto selama menjadi buronan.
Polisi juga menangkap BS alias Sadam alias Edi yang diduga berperan sebagai kurir sekaligus pengawal dan sopir Para Wijayanto. BS ditangkap juga karena dituduh menyembunyikan informasi tentang Para Wijayanto selama menjadi buronan.
Tuduhan yang sama juga dilayangkan kepada A yang ditangkap di kawasan Bekasi, Jawa Barat, Minggu (30/06).
Polisi juga menangkap BT alias Haidar alias Denis alias Gani, tangan kanan Para Wijayanto. BT diduga berperan sebagai penasehat sekaligus asisten Para Wijayanto. Ia diduga pernah ikut aktif dalam sebuah pertemuan di Bandung dan Sragen, Jawa Tengah, yang membahas laporan kendala-kendala JI dan strateginya.
Pada 2007 Jamaah Islamiyah dibubarkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Organisasi yang didirikan oleh Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar dinyatakan sebagai bagian jaringan teroris.
JI juga diyakini sebagai organisasi induk yang berada di balik kasus Bom Bali I dan II, dan Bom Kedutaan Besar Australia.
SUMBER
klo pemimpin ditangkap
maka akan muncul pemimpin baru
rekrut anggota lagi
dengan kata lain
terrorist akan ada dan selalu ada
tanpa bisa binasa, jika hanya di tangkap pemimpinnya
lalu gimana membasmi terrorist?
ya jelas sekali
wajib di basmi akarnya
nah, apa akar/sumber dari teroris itu?
apa yang mengilhami mereka untuk melakukan terorisme?

Diubah oleh pasti2periode 03-07-2019 06:37






apollion dan 2 lainnya memberi reputasi
3
2K
Kutip
10
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan