- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jokowi Presiden Lagi, Tarif Listrik dan BBM Naik Tahun Ini?


TS
ZenMan1
Jokowi Presiden Lagi, Tarif Listrik dan BBM Naik Tahun Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo resmi melenggang ke periode kedua sebagai Kepala Negara. Berulang kali Jokowi mengaku sudah tidak memiliki beban selepas memenangi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 dan berniat untuk mengeluarkan kebijakan yang 'gila'.
Seakan memberi gambaran, Kantor Staf Presiden (KSP) angkat bicara tentang kebijakan gebrakan yang siap untuk diambil Jokowi.
"Kita tahu bahwa Pak Jokowi mengatakan kalau itu 'gila' tapi bermanfaat buat masyarakat, ini dikaitkan dengan tidak adanya periode ketiga, yang tidak populis pun diambil. Tapi ini untuk masyarakat," ujar Deni Puspa Purbasari, Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di KSP.
Kebijakan yang bersifat populis seringkali mengacu pada kebijakan yang disenangi rakyat banyak karena terlihat membela kepentingannya dengan melawan sekelompok elit. Sebaliknya, dalam banyak kasus, kebijakan non-populis dianggap mengorbankan kepentingan rakyat banyak dan menguntungkan segelintir pihak.
Denni mencontohkan, salah satu kebijakan non-populis yang sempat diambil oleh Jokowi adalah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), pada 2014 lalu. Tidak sampai dua bulan setelah dilantik, Jokowi langsung menaikkan harga bensin jenis Premium dari Rp 6.500/liter menjadi Rp 8.500/liter.
Kenaikan harga BBM tentu saja akan membuat banyak rakyat tidak senang sebab akan langsung berdampak pada daya beli masyarakat.
Lalu, apakah ini berarti di periode keduanya, Jokowi akan melakukan hal yang sama?
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan, terkait dengan rencana kebijakan Jokowi untuk 5 tahun ke depan, ia menilai memang Jokowi akan lebih lepas lagi karena seharusnya tidak beban agar bisa terpilih 5 tahun ke depan. Jadi, mungkin saja beliau tidak mengambil kebijakan populis dengan misalnya kembali menaikan harga BBM dan listrik demi menyelamatkan keuangan negara.
"Karena memang saat ini keuangan negara cukup terbebani dengan subsidi maupun dana kompensasi kepada Pertamina atau PLN," ujar Mamit kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Senin (1/7/2019).
Indikasi kenaikan tarif juga terbaca dari sinyal yang diberikan Kementerian Keuangan pada pekan lalu saat rapat bersama DPR RI. Pada Selasa (25/6/2019), ada indikasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana untuk mengurangi atau bahkan menyetop pemberian kompensasi tarif listrik kepada PLN. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menjelaskan bahwa dua tahun lalu, terdapat kebijakan pemerintah untuk tidak ada kenaikan tarif listrik sampai saat ini.
"Karena tidak dilakukan ada selisih antara harga keekonomian dengan tarif yang ditetapkan," ujarnya di gedung DPR/MPR/DPD, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Selisih tarif dan harga keekonomian ini kemudian ditanggung oleh pemerintah lewat kompensasi tarif listrik yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, jika pemerintah memang tidak lagi memberikan kompensasi, maka perlu dilakukan penyesuaian tarif untuk menutupi biaya pokok penyediaan tenaga listrik.
Dengan begitu, lanjutnya, kalau mengacu pada Kepmen ESDM No. 55K/20/MEM/2019, Biaya Pokok Pembangkitan naik 9% dari periode sebelumnya. Sehingga, menurut dia, idealnya jika menimbang pada faktor ini saja, biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP TL) seharusnya naik minimal 6%.
"Dengan demikian idealnya tarif listrik di 2019 lebih tinggi (perlu dinaikan) 8-10% dari tingkat tarif 2017/2018," kata Fabby.
sumur
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...naik-tahun-ini
ayo naik naik naik

0
2K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan