- Beranda
- Komunitas
- News
- Citizen Journalism
Pledoi Anom Antara, Merasa Korban "Persekongkolan Jahat" Dino Dinatha


TS
Remi144
Pledoi Anom Antara, Merasa Korban "Persekongkolan Jahat" Dino Dinatha

Foto: Istimewa
DENPASAR - Terdakwa dugaan Pemalsuan Surat Perjanjian I Made Anom Antara melakukan Pleidooi atau nota pembelaan setelah dituntut 1.6 Tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Senin (24/6/2019) lalu.
Untuk diketahui, Terdakwa I Made Anom Antara didakwa melakukan tindakan pidana yang melanggar Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP yang mempunyai unsur barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memakai nama palsu atau keadaan palsu baik dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memeberikan suatu barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang, melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan.
Dalam Pledoi yang diberi judul "Kesalahan Tidak akan Mengalahkan Kebenaran", Made Anom Antara membeberkan beberapa pembelaan yang dibacakan oleh Penasehat Hukumnya, pada Kamis (27/6) di Pengadilan Negeri Denpasar.
"Bahwa dalam surat tuntutan rekan JPU pada halaman 48-49 menguraikan unsur " barang siapa" dengan menyatakan sebagai berikut, Dalam perkara ini telah diajukan subjek hukum bernama I Made Anom Antara, selama persidangan ia dalam keadaan sehat rohani dan jasmani secara hukum cakap dalam bertindak dan bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan, berdasarkan Surat Dakwaan Nomor PDM-0322/DENPA/OHD/2019 tanggal 10 April 2019 ia diajukan sebagai Terdakwa, dst," jelas Penasehat hukum Terdakwa.
"Adalah sangat prematur apabila selama persidangan Terdakwa tersebut dipandang cakap untuk bertanggung jawab dalam perbuatan pidana yang dilakukan, karena untuk membuktikan seseorang telah melakukan perbuatan pidana, haruslah terpenuhi seluruh unsur-unsir yang didakwa," tandas Penasehat Hukum Terdakwa.
Menurutnya, disini sangat kelihatan bahwa rekan JPU hanya menyimpulkan dan berhayal sendiri bahwa pelaku Tindakan Pindana adalah I Made Anom Antara tetapi Rekan JPU tidak bisa menjelaskan (membuktikan) bagaimana caranya sehingga Terdakwa I Made Anom Antara bisa dikategorikan memenuhi unsur "barang siapa". Dan tidak serta merta dengan ditolaknya Esksepsi Penasehat Terdakwa membuktikan bahwa unsur " barang siapa" dalam perkara aquo telah terpenuhi," kata PH Terdakwa.
Dijelaskan oleh Penasehat Hukum Terdakwa, bahwa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum uraian JPU terhadap unsur Pasal ini, JPU tidak bisa menunjukan (membuktikan) dalam keadaan bagaimana Terdakwa (I Made Anom Antara) mempunyai maksud. Adalah fakta hukum bahwa Terdakwa I Made Anom Antara tidak Punya Masud berdasarkan Fakta-fakta.
"Bahwa hubungan hukum yang dimulai antara Terdakwa dan Pelapor adalah Perdata yaitu perjanjian Kerjasama yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) tanggal 01 Februari 2019. Jadi kalau ada salah satu pihak yang tidak patuh terhadap kesepakatan maka pihak tersebut Wanprestasi dan ranahnya adalah hukum perdata," tandas PH terdakwa.
Sementara dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu baik dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memeberikan suatu barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang, oleh Penasihat Hukum Terdakwa menerangkan, fakta hukum terdakwa tidak melanggar unsur ini.
"Kesaksian Njoo Daniel Dinatha dan Grant McArthur dalam BAP dan persidangan menyebut Grant McArthur dan Richard Hamilon Mccandles lah yang mengenalkan Terdakwa dengan Njoo Daniel Dinatha dan beberapa kali mereka melakukan pertemuan dan membicarakan kerjasama bisnis Terdakwa selaku Direktur hanya menandatangani perjanjian yang dituangkan dalam MoU tertanggal 01 Februari," paparnya.
"Bahwa dari seluruh fakta yang telah diuraikan di atas, terbukti tidak ada tipu muslihat maupun rangkaian kata bohong dari Terdakwa I Made Anom Antara untuk melakukan suatu tindak Pidana sebagaimana yang didakwakan oleh JPU. Bahkan tidak ada menggerakan, membujuk untuk memberikan suatu barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang sebelum Perjanjian MoU tanggal 01 Februari 2011. Njoo Daniel Dinatha dikasih kesempatan untuk berpikir bahkan telah dilakukan Due Diligent (Uji Tuntas) oleh Kuasa Hukumnya, sehingga kemudian di bulan April 2011 Njoo Daniel Dinatha setuju membeli saham dan membayarkannya," urai PH terdakwa.
Sementara Unsur yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan, menurut Penasehat Hukum Terdakwa menjelaskan, dalam surat tuntutannya JPU pada halaman yang 62 menguraikan fakta perbuatan Terdakwa Versi JPU sebagai berikut, bahwa Terdakwa merupakan Direktur PT. Panorama Bali dan Raja Ashiva Feranaz merupakan Komisasris pada perusahaan tersebut. Bahwa pembuatan surat pernyataan jaminan tanggal 10 Agustus 2011 ditandatangani oleh Terdakwa dan Raja Ashiva Feranaz dalam rangka jual beli saham. Bahwa Raja Ashiva Feranaz sepantasnya juga diminta pertanggungjawaban karena telah membuat bersama-sama surat pernyataan tersebut.
"Saudara JPU menetapkan Terdakwa melakukan secara bersama-sama tindak pidana penipuan dengan Raja Ashiva Feranaz. Bahwa untuk mengambil suatu kesimpulan apakah unsur pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP terbukti atau tidak, dan seorang dapat dinyatakan bersalah, bersama-sama melakukannya, haruslah diperiksa dan terbukti pengetahuan dan kehendak itu terdapat pada tiap pelaku dan semua orang yang turut melakukan mempunyai kesengajaan yang diperlukan dan pengetahuan yang diisyaratkan," kata PH dari Terdakwa I Made Anom Antara.
"Bahwa dalam tuntutannya JPU tidak membuktikan secara jelas siapa yang berperan sebagai orang yang "melakukan" sebagai orang "menyuruh melakukan" atau sebagai orang yang "turut melakukan". Sementara Fakta hukum bahwa Terdakwa di Jungtokan dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Raja Ashiva Feranaz sampai saat ini tidak pernah dilakukan pemeriksaan sebagai Terlapor apalagi sebagai tersangka. Padahal dalam tuntutannya JPU menguraikan " Sepantasnya" Raja Ashiva Feranaz juga diminta Pertanggungjawaban.
"Bahwa sebagaimana pendapat Ahli dari JPU dan Penasehat hukum menerangkan.
Bahwa dalam Perkara Pidana yang mencantumkan Pasal 55 ayat 1 ke-1 dalam dakwaanya, maka saudara JPU harus membuktikannya, bahwa tidak bisa dalam suatu perkara pidana yang JO. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, pemeriksaan dipisah, karena perbuatannya bersama-sama dan tidak adil bagi pihak yang lain apabila proses pemerilsaannya dipisah bahwa terhadap perkara aquo yang mana tidak ditariknya Raja Ashiva Feranaz sebagai Tersangka, karenanya Surat Dakwaan JPU tidak cermat, jelas dan lengkap karenanya batal demi hukum dan Terdakwa harus dibebaskan," papar PH Terdakwa.
Tentang hal-hal yang memberatkan dan meringankan Terdakwa I Made Anom Antara menurut Penasehat Hukum Terdakwa I Made Anom Antara mengatakan, pendapat JPU mengenai hal-hal yang memberatkan Terdakwa I Made Anom Antara yaitu Terdakwa di persidangan tidak berterus terang dan tidak ada niat Terdakwa mengembalikan kerugian yang dialami korban.
'Kami Penasehat Hukum tidak sependapat dengan Saudara JPU tersebut tidak didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, saudara JPU hanya mengada-ada atau mengarang cerita. Adalah tidak masuk akal apabila Terdakwa I Made Anom Antara mengakui sesuatu Perbuatan (Pidana) yang sebenarnya tidak dilakukannya maka tidak ada ganti kerugian yang harus diberikan Terdakwa, karena Terdakwa tidak dalam Posisi melakukan Tindak Pidana melainkan sebagai Korban. Bahwa terhadap hal-hal yang meringankan dari Terdakwa I Made Anom Antara menurut JPU yaitu terdakwa merupakan tulang punggung keluarga dan Terdakwa belum pernah dihukum, maka adalah sepantasnya bagi Terdakwa I Made Anom Antara dibebaskan dari Dakwaan Saudara JPU aquo dan melepaskannya dari tahanan, karena Terdakwa I Made Anom Antara tidak melakukan suatu perbuatan Pidana," ujar PH.
Oleh karena itu, lanjut Penasehat Terdakwa, berdasarkan keterangan saksi-saksi, ahli dan surat bukti dan petunjuk bahwa Terdakwa Bukan sebagai Pihak yang melakukan Tindak Pidana karena Terdakwa dengan Saudara Njoo Daniel Dinatha melakukan kerjasama bisnis untuk melakukan pembangunan kodotel yang dituangkan di dalam Perjanjian Memorandum of Understanding (MoU) tanggal 01 Februari 2011dan selanjutnya pada tanggal 10 Agustus 2011 Terdakwa membuat Surat Pernyataan Jaminan yang merupakan Assecoir (tambahan) dari Perjanjian Pokok (MoU tersebut) sehingga kalaupun salah satu pihak tidak memenuhi isi perjanjian tersebut maka Pihak tersebut melakukan Wanprestasi dan bukan merupakan tindak Pidana dan karenanya merupakan ranahnya Hukum Perdata.
Bahkan fakta hukum bahwa Njoo Daniel Dinatha telah Wanprestasi terhadap MoU tanggal 01Februari 2011. Bahkan lagi telah melakukan Perbuatan melawan hukum yaitu menjual tanah objek perjanjian dan telah ada pembeli dari rencana pembangunan kondotel tersebut. Bahkan selanjutnya juga Njoo Daniel Dinatha tidak memberikan hak Terdakwa terhadap penjual tanah tersebut," ulas PH Terdakwa.
"Bahkan Ahli dari JPU maupun Penasihat hukum telah menerangkan tentang tindak pidana penipuan terjadi di awal (sebelum adanya perjanjian), kareba ada niat. Sementara Perkara Aquo yang konteksnya Perjanjian kerjasama telah disepakati dan berjalan bahkan sudah direalisasikan sebagian. Sehingga tidak benar apabila Terdakwa didakwa melakukan Perbuatan Melawan Hukum," terangnya PH lagi.
Menurut Penasehat Hukum Terdakwa juga, Terdakwa (I Made Anom Antara) diduga kuat merupakan Pihak yang dikriminalisasi. Terdakwa didakwa melakukan Tindak Pidana Penipuan secara bersama-sama dengan Raja Ashiva Feranaz Tetapi hingga saat ini dan berdasrkan fakta persidangan bahwa Raja Ashiva Feranaz tidak pernah diperiksa sebagai Terlapor apalagi sebagai Tersangka, padahal Raja Ashiva Feranaz merupakan Komisaris yang membuat Surat Pernyataan Jaminan tanggal 10 Agustus 2011 serta menandatangani Surat tersebut bersama-sama dengan Terdakwa.
Dengan Demikian, kata Penasehat Hukum Terdakwa, semakin jelas adalanya dugaan persekongkolan jahat yang dilakukan untuk menjebloskan Terdakwa ke dalam Penjara. Sehingga tidak adil dan tidak memenuhi rasa kemanusian jika Terdakwa yang dituduh melakukan Penipuan dan didakwa melakukan perbuatan tersebut. Jadi perkara ini adalah salah satu bentuk Kriminalisasi yang dilakukan oleh Njoo Daniel Dinatha terhadap Terdakwa ( I Made Anom Antara). Sungguh sangat ironi dan hal ini adalah salah satu bentuk apa yang dinamakan Miscarriage of Justice. Sungguh sangat menyedihkan.
"Berdasarkan itu semua, kami sebagai Penasihat Hukum Terdakwa I Made Anom Antara, mohon agar Yang Mulia Mejelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini untuk memutuskan agar menerima pembelaan Penasehat Hukum Terdakwa I Made Anom Antara dan menyatakan Dakwaan demikian juga akibat hukumnya dengan tuntutan pidana JPU tidak dapat diterima. Menyatakan Terdakwa I Made Anom Antara tidak rerbukti secara sah dan menyakinkan melanggar dakwaan melakukan tindak pidana diarur dan diancam dalam Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Membebaska Terdakwa I Made Anom Antara setiap dan seluruh Dakwaan, memerintahkan kepada JPU untuk melepaskan Terdakwa I Made Anom Antara dari tahanan. Serta mengembalikan dan merehabilitasi nama baik Terdakwa I Made Anom Antara pada harkat dan martabatnya semula serta membebankan perkara ini kepada Negara," pinta Penasihat Hukum Terdakwa.
Untuk diketahui, dalam dakwaan JPU yang dibacakan oleh I Dewa Gede Anom Rai menyebutkan, terdakwa I Made Anom Antara telah melakukan,atau turut serta melakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau mertabat palsu atau tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk memberikan hutang atau menghapus piutang. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 378 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP dan 263 ayat (2)
Sidang yang dipimpin hakim ketua IGN Putra Atmadja,SH, JPU Dewa Anom Rai menerangkan, Anom Antara sebagai direktur PT Panorama Bali, telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan diantaranya PT. Adocosurya dan PT. Suryatama Tiga Mitra sudah berjalan tiga tahun (2007-2010) ternyata PT Panorma Bali bersama rekan bisnisnya tidak mampu membangun Kondominium-Hotel ( Condotel Outtriger Panorama Bali karena mengalami kekurangan modal, sehingga pada tahun 2011 terdakwa I Made Anom Antara menwarkan kerja sama dengan pelapor Nyoo Dino Daniel Dinatha, Oie Hironemus Utari, Fransiscus Andi Susantoi, dr. Iwan Tjoegito dan Nyoma Lain Mie Jung untuk bersama-sama membiayai pembangunan kondotel tersebut.
Atas penawaran itu, Nyoo Daniel Dino Dinata dkk kemudian melakukan uji tuntas (Doe Dilligent) terhadsap PT Panorama Bali. Setelah Doe Diligent berhasil kemudian dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan segi hukum perseroan terbatas Panorama Bali.
”PT. Panorama Bali memiliki hutang sebesar USS 5.000.000 kepada Panorama Beach Limited yang kemudian berubah nama menjadi GB Interior & Fitour Limited dan memiliki tunggakan hutang beserta bunga sebesar Rp 19.283.443.553 kepada PT Surya Tiga Mitra,” jelas JPU.
“Antara terdakwa dengan pelapor selaku calon pembeli saham telah mengadakan kesepakatan bersama (MOU) yang pokonya pihak kedua (Dino)diminta untuk menyediakan dana sebesar US .3.100.000 untuk membayar hutang-hutang PT. Panorama Bali yaitu hutang kepada PT. Adcosurya Sakti sebasar US 2.034.549 dan kepada PT Suryatama Tigamitra sebasar US 1.065.451,” terang lagi JPU dalam dakwaanya. (**)
Sumber: bali.kabardaerah.com
Diubah oleh Remi144 28-06-2019 12:28
0
696
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan