- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Cegah Radikalisme, Indonesia Perketat Seleksi PNS Senior


TS
pasti2periode
Cegah Radikalisme, Indonesia Perketat Seleksi PNS Senior
Quote:
Untuk mencegah radikalisme dalam jajaran birokrasi, pemerintah Indonesia akan memperketat seleksi kenaikan jabatan untuk PNS senior. Pemerintah akan memberlakukan pemeriksaan latar belakang yang lebih ketat dan tes psikologi baru untuk mengukur kecenderungan radikalisme para kandidat. Seorang pejabat mengatakan bahwa Presiden Jokowi menerapkan kebijakan ini untuk memastikan Indonesia tetap menjadi contoh bagi Islam moderat.
Indonesia berencana untuk memperketat pemeriksaan terhadap pejabat publik senior, di tengah kekhawatiran bahwa ideologi Islam radikal telah meresap ke tingkat pemerintahan yang tinggi, menurut dokumen yang diulas oleh Reuters dan seorang pejabat senior yang terlibat dalam rencana tersebut.
Indonesia secara resmi sekuler, tetapi telah terjadi peningkatan politisi yang menuntut peran Islam yang lebih besar di negara mayoritas Muslim terbesar di dunia ini, di mana beberapa kelompok menyerukan negara Islam.
Peningkatan konservatisme adalah ujian utama bagi Presiden Joko Widodo yang terpilih kembali dalam Pilpres 2019, di mana beberapa kelompok Islam menuduhnya anti-Islam dan memberikan dukungan untuk lawan Jokowi, Prabowo Subianto.
Jokowi terpilih kembali untuk masa jabatan kedua, tetapi pola Pilpres 2019 mengungkapkan perpecahan yang semakin dalam antara wilayah-wilayah yang dikenal sebagai penganut Islam moderat dan wilayah Muslim konservatif yang mendukung Prabowo.
Pejabat senior pemerintah ini—yang merupakan bagian dari tim yang merumuskan kebijakan pemeriksaan baru tersebut—mengatakan bahwa Jokowi bermaksud untuk menjadikan kebijakan ini sebagai bagian dari warisannya untuk memastikan Indonesia tetap menjadi contoh bagi Islam moderat.
Pejabat itu mengatakan bahwa Jokowi sangat percaya bahwa Islam radikal mengancam aparat negara serta masa depan demokrasi. Rencana pemeriksaan tersebut adalah prioritas besar baginya, kata pejabat itu, yang menolak disebutkan namanya.
“Dia ingin sebelum pemilu berikutnya pada 2024, elemen-elemen garis keras dan radikal disingkirkan untuk mencapai demokrasi yang lebih sehat,” kata pejabat itu.
Kantor Jokowi tidak menanggapi permintaan komentar.
Menurut dokumen-dokumen itu, pemerintah ingin memperkenalkan pemeriksaan latar belakang yang lebih ketat dan tes psikologi baru untuk mengukur kecenderungan radikalisme para kandidat—terutama bagi mereka yang mencari kenaikan jabatan ke posisi dua teratas birokrasi.
Pejabat itu mengatakan bahwa rencana tersebut akan diluncurkan pada akhir tahun ini di 10 kementerian terbesar di Indonesia dan beberapa perusahaan milik negara (BUMN).

Kementerian yang akan ditargetkan sebagai prioritas termasuk Kementerian Keuangan, Pertahanan, Kesehatan, Pendidikan, Urusan Agama, dan Pekerjaan Umum. BUMN prioritas termasuk perusahaan minyak negara Pertamina, Garuda Indonesia, BRI, Antam dan Timah, dan dua perusahaan media pemerintah.
Para PNS tidak akan dipecat, tetapi kebijakan baru itu dapat digunakan untuk mencegah mereka yang memiliki kecenderungan radikalisme agar tidak naik pangkat, kata pejabat itu.
Salah satu faktor yang mendorong kebijakan baru ini adalah survei tahun 2017 yang dilakukan oleh lembaga survei independen Alvara Research Centre yang berbasis di Jakarta, yang menemukan bahwa satu dari lima pegawai negeri dan 10 persen pegawai BUMN tidak setuju dengan ideologi negara sekuler Pancasila, dan justru menyukai negara yang berbasis Syariah.
“Apa yang kita lihat tidak terjadi tiba-tiba, tetapi hasil dari benih yang ditanam bertahun-tahun yang lalu melalui gerakan kecil yang pada saat itu tidak dianggap sebagai ancaman bagi negara. Selama lebih dari 10 tahun, gagasan-gagasan ini telah ditoleransi, diterima, dan mungkin bahkan digunakan oleh unsur-unsur negara,” kata satu dokumen pemerintah.
Pejabat pemerintah yang berbicara dengan Reuters tersebut adalah bagian dari tim yang terdiri dari 12 pejabat dan pakar, yang akan bekerja dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan bersama organisasi masyarakat sipil untuk merumuskan metrik baru untuk memperkuat tes rekrutmen yang ada.
Pejabat itu mengatakan bahwa pemerintah memperkirakan adanya pertentangan dari jajaran birokrasi negara dan dari aktivis hak-hak, yang akan menyamakan langkah tersebut dengan era otoriter mantan Presiden Suharto, ketika kesetiaan pada ideologi negara adalah wajib dan disamakan dengan kesetiaan kepada rezim.
“Kami sadar bahwa Pancasila digunakan di masa lalu sebagai alat untuk mengkonsolidasikan kekuasaan, tetapi kami percaya itu adalah payung yang melindungi semua rakyat Indonesia dan merupakan alat untuk menyatukan masyarakat dalam melawan virus radikalisme,” Benny Susetyo, seorang pejabat di BPIP, mengatakan dalam sebuah wawancara.
Seorang perwakilan untuk Front Pembela Islam (FPI)—sebuah kelompok Islam garis keras yang menyerukan agar hukum Syariah diberlakukan di Indonesia—mengatakan bahwa prosedur pemeriksaan yang direncanakan itu akan “sama dengan diskriminasi terhadap Islam”.
“Pemerintah ini dipengaruhi oleh penyakit sekularisme dan sedang berusaha memisahkan antara politik dan agama, yang sangat berbahaya,” kata Novel Bamukmin dari FPI cabang Jakarta.
“Mereka harus fokus pada penargetan komunis dan Syiah (Muslim minoritas) dalam birokrasi sebagai gantinya,” tambahnya.
Indonesia berencana untuk memperketat pemeriksaan terhadap pejabat publik senior, di tengah kekhawatiran bahwa ideologi Islam radikal telah meresap ke tingkat pemerintahan yang tinggi, menurut dokumen yang diulas oleh Reuters dan seorang pejabat senior yang terlibat dalam rencana tersebut.
Indonesia secara resmi sekuler, tetapi telah terjadi peningkatan politisi yang menuntut peran Islam yang lebih besar di negara mayoritas Muslim terbesar di dunia ini, di mana beberapa kelompok menyerukan negara Islam.
Peningkatan konservatisme adalah ujian utama bagi Presiden Joko Widodo yang terpilih kembali dalam Pilpres 2019, di mana beberapa kelompok Islam menuduhnya anti-Islam dan memberikan dukungan untuk lawan Jokowi, Prabowo Subianto.
Jokowi terpilih kembali untuk masa jabatan kedua, tetapi pola Pilpres 2019 mengungkapkan perpecahan yang semakin dalam antara wilayah-wilayah yang dikenal sebagai penganut Islam moderat dan wilayah Muslim konservatif yang mendukung Prabowo.
Pejabat senior pemerintah ini—yang merupakan bagian dari tim yang merumuskan kebijakan pemeriksaan baru tersebut—mengatakan bahwa Jokowi bermaksud untuk menjadikan kebijakan ini sebagai bagian dari warisannya untuk memastikan Indonesia tetap menjadi contoh bagi Islam moderat.
Pejabat itu mengatakan bahwa Jokowi sangat percaya bahwa Islam radikal mengancam aparat negara serta masa depan demokrasi. Rencana pemeriksaan tersebut adalah prioritas besar baginya, kata pejabat itu, yang menolak disebutkan namanya.
“Dia ingin sebelum pemilu berikutnya pada 2024, elemen-elemen garis keras dan radikal disingkirkan untuk mencapai demokrasi yang lebih sehat,” kata pejabat itu.
Kantor Jokowi tidak menanggapi permintaan komentar.
Menurut dokumen-dokumen itu, pemerintah ingin memperkenalkan pemeriksaan latar belakang yang lebih ketat dan tes psikologi baru untuk mengukur kecenderungan radikalisme para kandidat—terutama bagi mereka yang mencari kenaikan jabatan ke posisi dua teratas birokrasi.
Pejabat itu mengatakan bahwa rencana tersebut akan diluncurkan pada akhir tahun ini di 10 kementerian terbesar di Indonesia dan beberapa perusahaan milik negara (BUMN).

Kementerian yang akan ditargetkan sebagai prioritas termasuk Kementerian Keuangan, Pertahanan, Kesehatan, Pendidikan, Urusan Agama, dan Pekerjaan Umum. BUMN prioritas termasuk perusahaan minyak negara Pertamina, Garuda Indonesia, BRI, Antam dan Timah, dan dua perusahaan media pemerintah.
Para PNS tidak akan dipecat, tetapi kebijakan baru itu dapat digunakan untuk mencegah mereka yang memiliki kecenderungan radikalisme agar tidak naik pangkat, kata pejabat itu.
Salah satu faktor yang mendorong kebijakan baru ini adalah survei tahun 2017 yang dilakukan oleh lembaga survei independen Alvara Research Centre yang berbasis di Jakarta, yang menemukan bahwa satu dari lima pegawai negeri dan 10 persen pegawai BUMN tidak setuju dengan ideologi negara sekuler Pancasila, dan justru menyukai negara yang berbasis Syariah.
“Apa yang kita lihat tidak terjadi tiba-tiba, tetapi hasil dari benih yang ditanam bertahun-tahun yang lalu melalui gerakan kecil yang pada saat itu tidak dianggap sebagai ancaman bagi negara. Selama lebih dari 10 tahun, gagasan-gagasan ini telah ditoleransi, diterima, dan mungkin bahkan digunakan oleh unsur-unsur negara,” kata satu dokumen pemerintah.
Pejabat pemerintah yang berbicara dengan Reuters tersebut adalah bagian dari tim yang terdiri dari 12 pejabat dan pakar, yang akan bekerja dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan bersama organisasi masyarakat sipil untuk merumuskan metrik baru untuk memperkuat tes rekrutmen yang ada.
Pejabat itu mengatakan bahwa pemerintah memperkirakan adanya pertentangan dari jajaran birokrasi negara dan dari aktivis hak-hak, yang akan menyamakan langkah tersebut dengan era otoriter mantan Presiden Suharto, ketika kesetiaan pada ideologi negara adalah wajib dan disamakan dengan kesetiaan kepada rezim.
“Kami sadar bahwa Pancasila digunakan di masa lalu sebagai alat untuk mengkonsolidasikan kekuasaan, tetapi kami percaya itu adalah payung yang melindungi semua rakyat Indonesia dan merupakan alat untuk menyatukan masyarakat dalam melawan virus radikalisme,” Benny Susetyo, seorang pejabat di BPIP, mengatakan dalam sebuah wawancara.
Seorang perwakilan untuk Front Pembela Islam (FPI)—sebuah kelompok Islam garis keras yang menyerukan agar hukum Syariah diberlakukan di Indonesia—mengatakan bahwa prosedur pemeriksaan yang direncanakan itu akan “sama dengan diskriminasi terhadap Islam”.

“Pemerintah ini dipengaruhi oleh penyakit sekularisme dan sedang berusaha memisahkan antara politik dan agama, yang sangat berbahaya,” kata Novel Bamukmin dari FPI cabang Jakarta.
“Mereka harus fokus pada penargetan komunis dan Syiah (Muslim minoritas) dalam birokrasi sebagai gantinya,” tambahnya.
https://www.scmp.com/news/asia/south...ia-vet-public
SUMBER
nasbung memang hanya VIRUS bagi negara ini
dan ada skitar 44,5% VIRUS di negara ini
sungguh rawan

dan VIRUS itu tidak hanya bisa menyebar
tapi juga bisa "berkembang biak" dengan pesat
melebihi BINATANG

0
2.1K
Kutip
26
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan