- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bantah Pantau Grup Whatsapp, Polri: Kita Hargai Privasi Orang Lain


TS
noisscat
Bantah Pantau Grup Whatsapp, Polri: Kita Hargai Privasi Orang Lain

Selasa, 18 Jun 2019,
Liputan6.com, Jakarta - Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyampaikan, pemantauan grup dalam aplikasi percakapan privasi seperti Whatsappataupun yang sejenisnya tidak akan dilakukan pihak kepolisian. Hal itu lantaran menyinggung ranah pribadi.
"Kita hargai privasi seseorang. Kalau enggak melanggar hukum, ya ngapain," tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).
Menurut Dedi, penyidik baru akan menembus privasi dalam Whatsapp, baik itu percakapan pribadi ataupun grup jika ada tindak pidana yang tampak dan dibuka ke publik.
"Jadi nggak ada mantau Whatsapp ya. Secara teknis, Dirsiber bekerja sama dengan Kominfo dan BSSN secara periodik melalukan patroli siber. Ketika menemukan suatu akun penyebar konten hoaks, diingatkan. Kalau misalkan dia masif, baru dilakukan penegakan hukum," jelas dia.
Dalam upaya penegakan hukum itu, barang bukti pun dikumpulkan. Termasuk menyidik berbagai capture konten yang sengaja dibuka ke publik lewat sosial media, hingga akhirnya menelusuri isi percakapan di Whatsapp pihak yang diduga terkait.
"Dalam penegakan hukum kan ditanya barbuknya, nah barbuk kamu apa untuk menyebarkan hoaks tersebut? Handphone. Nih handphone langsung dicek di lab forensik. Dicek alur komunikasinya ke mana. selain dia menyebarkan di medsos, dia menyebarkan di Whatsapp grup juga," kata Dedi
"Nah Whatsapp grup itu akan dipantau juga siapa yang terlibat langsung, secara aktif terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Kalau enggak, ya enggak. Gitu. Jadi bukan Whatsapp yang di handphone-handphone itu dipatroli," lanjutnya.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menambahkan, berbagai pengungkapan kasus hoaks, ujaran kebencian, hingga SARA di sosial media pun tidaklah langsung melalui penelusuran percakapan di Whatsapp para terduga pelaku.
"Pengungkapan kasus yang kemarin kita menggunakan WA itu adalah sebuah capture, bukan kita langsung mengawasi percakapan di WA itu. Jadi teman-teman, di dalam medsos itu kan ada yang bersifat tertutup dan terbuka. Jadi ketika di medsos yang tertutup itu seperti WA, lalu dicapture ke beberapa platform yang terbuka, itu menjadi mudah untuk dilakukan penyelidikan," beber Asep.
Artinya, tahapan yang dilakukan kepolisian dalam mengumpulkan barang bukti menjadi sah dimata hukum. Pasalnya, jika melakukan pemantauan langsung ranah privasi medsos seseorang tanpa adanya dasar pidana di dalamnya, maka hal tersebut dapat menjadi ilegal.
Barang bukti yang dikumpulkan menggunakan cara yang melawan aturan hukum, bisa ditolak di persidangan.
"Kemudian segala sesuatu yang bersifat investigasi terhadap bukti elektronik seperti itu, harus mendasari pada hukum. Jadi tidak bisa begitu saja kita masuk. Jadi semuanya harus dalam melalui prosedur dan mekanisme hukum," Asep menandaskan.
Setuju Patroli Cyber
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko setuju jika ada patroli cyber pada grup Whatsapp. Kata dia, negara perlu memantau agar tak ada kondisi yang menganggu situasi nasional.
"Ya memang harus begitu," kata Moeldoko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Menurutnya, Menkopolhukam, KSP, Panglima TNI, Kapolri, Menkominfo, Mendagri dan Jaksa Agung sudah sepakat bahwa saat ini perlu perhatian lebih sederet situasi yang bisa mengacaukan situasi negara. Termasuk situasi di media sosial yang bisa mengacaukan kondisi masyarakat.
"Bahkan akan memunculkan situasi yang semakin runyam maka negara tidak boleh ragu-ragu untuk mengambil keputusuan bahwa salah satu media sosial atau whatsapp dan seterusnya apapun itu yang nyata-nyata akan mengganggu situasi keamanan nasional maka hasus ada upaya untuk mengurangi tensi itu," ungkapnya.
Moeldoko juga menilai patroli cyber itu tidak menanggu privasi. Sebab, kata dia, setiap warga negara pasti akan rela melakukan apapun demi negaranya termasuk menggadaikan privasi.
"Negara memikirkan keamanan nasional. Keamanan nasional harus diberikan karena itu tanggungjawab presiden. Tanggungjawab pemerintah untuk melindungi rakyatnya. Jadi, kalau nanti tidak dilindungi karena abai, mengutamakan privasi maka itu, nanti presiden salah loh," ucapnya.
Meski begitu, Moeldoko memastikan patroli ini hanya sebatas mengenali apa yang dilalukan, berbicara apa, dan menulis apa. Serta tidak akan terlalu menyinggung hal pribadi.
"Patroli itukan hanya mengenali siapa melakukan apa, berbicara apa, menulis apa, sepanjang itu baik-baik saja, enggak ada masalah, yang jadi masalahkan karena penggunaan kata kata yang pada ujungnya menyingguung orang lain menyakiti orang lain memfitnah orang lain, sepanjang kita baik baik saja enggak ada masalah," tandasnya.
https://m.liputan6.com/news/read/399...asi-orang-lain
Rabu, 19 Juni 2019
KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mencanangkan wacana " patroli" siber di grupWhatsApp. Hal ini menyusul tren penyebaran hoaks yang semakin menjamur di aplikasi pesan singkat, lantaran sifatnya yang lebih tertutup ketimbang media sosial (Facebook, Instagram, Twitter, dkk).
Rencana ini menuai kontroversi sekaligus membingungkan masyarakat. Banyak yang bertanya ihwal mekanisme patroli tersebut, apakah dengan memasukkan pihak kepolisian ke dalam grup-grup WhatsApp, atau ada cara pemantauan lain.
Pihak kepolisian menegaskan patroli siber yang mereka lakukan tak berarti serta-merta masuk ke dalam grup-grup WhatsApp. Mekanismenya dilakukan secara periodik bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negar (BSSN).
Pada tahap awal, pihaknya menunggu pengaduan masyarakat terkait narasi hoaks yang beredar di grup-grup WhatsApp sang pengadu.
Kemudian, mereka akan memeriksa pengadu secara mendalam, menyita barang bukti (smartphone) pengadu, serta menelisik alur komunikasi hoaks yang beredar di smartphone pengadu. Barang bukti ini sendiri akan diteliti lebih lanjut di laboratorium forensik kepolisian.
Jika pihak kepolisian mendeteksi penyebaran hoaks secara masif melalui bukti-bukti yang kuat, barulah perwakilannya masuk ke dalam grup WhatsApp untuk memantau.
Penegakan hukum akan dilakukan berdasarkan hasil pemantauan polisi, jika memang terbukti ada pelaku penyebar hoaks atau tindak kriminal lainnya di grup WhatsApp tersebut.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Rudiantara, pun mendukung rencana pihak kepolisian ini.
"Saya dukung, dengan catatan tadi bahwa memang harus ada yang berbuat kriminal. Bukan asal patroli. Karena begini, media sosial jelas ranah publik, kalau WhatsApp (percakapan) berdua itu ranahnya pribadi. Kalau grup, itu di antaranya menurut saya," Rudiantara mengungkapkan.
Namun, seirama dengan pihak kepolisian, ia menjelaskan harus ada aduan terkait penyebaran hoaks terlebih dahulu, baik melalui masyarakat maupun narasi yang beredar secara umum.
"Kalo dari UU ITE kan ada delik aduan dan umum. Kalau delik aduan, harus ada yang mengadu terlebih dahulu, baru polisi sampaikan ke Kominfo. Kalau delik umum enggak perlu ada aduan," lanjutnya.
Lantas, bagaimana dengan ranah privasi di aplikasi WhatsApp? Menurut Rudiantara, polisi masuk ke grup WhatsApp yang anggotanya diduga berbuat kriminal tidak melanggar privasi.
"Kalau dianggap melanggar privasi, terus melanggar hukum, apa enggak boleh polisi masuk? Penegakan hukum gimana? Ya, enggak boleh terkenalah (dihambat) penegakan hukum itu," kata Rudiantara.
https://tekno.kompas.com/read/2019/0...-grup-whatsapp
Polri dikabarkan memiliki rencana untuk melakukan patroli siber di aplikasi percakapan WhatsApp. Rencana ini sontak menuai polemik dan menyita perhatian publik.
Tak dapat dipungkiri, saat ini memang banyak sekali berita bohong atau hoaks yang disebarkan melalui WhatsApp. Meski begitu rencana ini membuat masyarakat menilai Polri akan melanggar privasi masyarakat.
Perdebatan mengenai langkah Polri tersebut pasti akan muncul, baik berupa dukungan atau penolakan.
Berikut lima faktanya:
1. Bukan masuk ke grup
Kepala Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Rickynaldo Chairul menegaskan, kepolisian tidak masuk ke dalam grup WhatsApp melainkan melakukan pendalaman atas aduan masyarakat.
"Kalau patroli itu kan patroli di dunia maya artinya kita lihat di dunia maya. Kami tunggu aduan masyarakat, kami gali informasi dari orang yang mengadukan," kata Rickynaldo.
Secara terpisah, Kepala Biro Humas Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, patroli siber dilakukan secara periodik dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Dedi menuturkan, akun penyebar hoaks tak langsung mendapatkan penegakan hukum, melainkan akan diberi peringatan terlebih dahulu.
2. Dukungan Kominfo
Menteri Kominfo Rudiantara mendukung langkah kepolisian melakukan patroli di grup WhatsApp.
Menurut Rudiantara, polisi dapat mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan tindakan kriminal atau bukan, melalui delik aduan dan delik umum. Setelah itu, polisi meminta bantuan Kominfo.
"Saya dukung, dengan catatan tadi bahwa memang harus ada yang berbuat kriminal. Bukan asal patroli. Karena begini, media sosial jelas ranah publik kalau WhatsApp (percakapan) berdua itu ranahnya pribadi. Kalau grup, itu di antaranya menurut saya," kata Rudiantara
3. Tak melanggar privasi
Polri dapat melakukan tindakan untuk masuk ke suatu grup di mana anggota dalam lingkup tersebut melakukan tindakan kriminal.
Menurut Rudiantara, hal itu tak melanggar privasi karena penegakan hukum harus tetap dilakukan.
4. Dukungan KSP
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko juga memberikan dukungan langkah polri melakukan patroli siber di grupWhatsApp.
Menurut Moeldoko, patroli masuk ke grup tak mengganggu hak privasi seseorang, karena negara harus memikirkan keamanan nasional.
"Tanggung jawab pemerintah melindungi rakyatnya. Jadi, kalau nanti tidak dilindungi karena abai, mengutamakan privasi maka itu, nanti presiden salah lho," kata Moeldoko.
5. Alat bukti
Dedi mengungkapkan, telepon genggam menjadi bukti dan diteliti laboratorium forensik. Tangkapan layar percakapan dalam grup WhatsApp juga dijadikan sebagai alat bukti dari narasi hoaks yang dibangun di masyarakat.
Disebarnya tangkapan layar berita bohong di media sosial, diklaim memudahkan proses penyelidikan yang dilakukan kepolisian sesuai prosedur hukum yang berlaku.
6. Penolakan
Meskipun mendapatkan dukungan, pernyataan kontradiktif dikeluarkan oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Fahri menilai langkah kepolisian melakukan patroli dan memantau percakapan WhatsApp melanggar privasi penggunannya.
Sebab, menurut Fahri, percakapan di WhatsApp bersifat personal atau terbatas, di mana privasi sebagai warga negara dilindungi oleh konstitusi dan undang-undang.
https://nasional.kompas.com/read/201...-ada-tersangka
Gak usah panik bodoh....




Kasus hoax yg beredar di whatsapp group..

Diubah oleh noisscat 20-06-2019 08:01




jims.bon007 dan youdoyouknow memberi reputasi
2
2.3K
26


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan