- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mantan Jenderal Hingga Keluarga Cendana, Orang Kuat di Balik Kerusuhan 22 Mei?


TS
pasti2periode
Mantan Jenderal Hingga Keluarga Cendana, Orang Kuat di Balik Kerusuhan 22 Mei?
Quote:
Kerusuhan 22 Mei memiliki buntut panjang. Penyelidikan Kepolisian Indonesia menemukan, ada lingkaran orang-orang kuat di balik peristiwa yang pecah setelah Jokowi diumumkan resmi memenangkan Pilpres 2019, mengalahkan Prabowo Subianto. Beberapa sekutu Prabowo, baik dari hari-harinya di Kopassus dan juga keluarga Cendana yang sempat dinikahi pria 67 tahun ini, disebut sebagai dalang dari peristiwa yang telah menewaskan sembilan orang dan melukai ratusan lainnya.
Berdasarkan pernyataan Kepolisian Nasional Indonesia, tampaknya sejumlah tokoh tingkat atas yang dekat dengan capres oposisi yang kalah, Prabowo Subianto, dengan kemungkinan bantuan dari keluarga almarhum presiden diktator Suharto, terlibat erat dalam upaya perencanaan dan pelaksanaan kerusuhan 22 Mei pasca Pilpres 2019 di Jakarta.Kerusuhan itu menewaskan sembilan orang dan melukai ratusan orang lainnya, dalam upaya nyata untuk membatalkan hasil Pilpres 2019 yang kembali dimenangkan oleh capres petahana Joko “Jokowi” Widodo.
Pernyataan publik oleh polisi mengenai pelaku kerusuhan merupakan indikasi nyata dari meningkatnya kekuasaan pemerintah Jokowi untuk mengejar orang-orang tertentu, yang di masa lalu tampaknya tidak tersentuh karena pengaruh politik mereka. Banyak dari mereka yang disebutkan oleh polisi telah bertugas bersama Prabowo, mantan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) selama masa Suharto berkuasa di Orde Baru.

Prabowo, yang meninggalkan Indonesia akhir Mei tanpa mengumumkan tanggal kepulangan, telah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia oleh PBB karena perannya dalam kerusuhan di tahun 1998 selama krisis moneter yang menjatuhkan pemerintahan Suharto dan mengakhiri 33 tahun pemerintahan diktator.
Menurut Neta S. Pane, ketua Indonesian Police Watch (IPW), dalam wawancara dengan media setempat, seorang politisi dengan inisial TS juga menyediakan dana untuk mobilisasi massa untuk menciptakan kerusuhan.
TS, katanya, adalah seorang pengusaha dan politisi yang mengangkut preman dengan pesawat terbang dari Surabaya dan menempatkan mereka di kamar-kamar hotel setempat. Meskipun polisi dengan hati-hati menjauh dari nama-nama yang disebutkan, inisial namanya berasal dari Hutomo Mandala Putra, yang dikenal sebagai Tommy Suharto, putra Suharto, atau Titiek Suharto, putri Suharto dan mantan istri Prabowo.
“Mereka (para preman) dianggap memiliki peran penting dalam menciptakan kerusuhan,” kata Neta. “Beberapa dari mereka telah ditangkap dan ditahan oleh polisi.” Neta menambahkan bahwa polisi harus segera menyelidiki keterlibatan TS. “Jika polisi bekerja dengan cepat untuk mengungkap pemberi modal, mereka akan menemukan seorang dalang besar yang mengoordinasikan atau menciptakan kerusuhan dan rencana pembunuhan.”
Ini bukan pertama kalinya Tommy Soeharto berusaha memicu kekerasan. Putra bungsu Suharto itu dijatuhi hukuman tahun 2002 karena telah mendalangi pembunuhan hakim yang menjatuhkan hukuman penjara kepada Tommy Soeharto karena korupsi pada tahun 2000. Panel lima hakim menghukumnya 15 tahun penjara, meskipun hukumannya dikurangi menjadi 10 tahun dan Tommy Soeharto dibebaskan oleh pengadilan Indonesia yang cenderung fleksibel karena “alasan kesehatan” setelah menjalani hukuman selama empat tahun.

Meskipun tidak ada yang berani mengatakan dengan lantang di Jakarta, alasan untuk mencoba membatalkan Pilpres 2019 dan mengakhiri kepresidenan Jokowi diperkirakan berasal dari kesepakatan yang ditandatangani beberapa hari setelah kemenangan Jokowi antara Indonesia dan Swiss untuk mengesahkan bantuan hukum timbal balik dalam upaya mencari jejak pencucian uang keluar dari Indonesia yang disimpan di bank-bank Swiss. Keluarga Cendana, istilah untuk keluarga dan keturunan Suharto, diyakini telah menyembunyikan miliaran dolar di Swiss, seperti halnya sejumlah besar tokoh bisnis dan politik lainnya di Indonesia.
Dilansir dari Asia Sentinel, Minggu (16/6), Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati yang sangat disegani telah berjanji untuk memulangkan miliaran dolar yang telah menjadi objek pencucian uang di luar negeri, sebagian besar ke Singapura, Swiss, serta Siprus, yang memiliki undang-undang perbankan yang samar hingga agen pencucian uang dari Departemen Keuangan AS memaksa bank sentral untuk menindak. Jika pemerintah Indonesia mendorong repatriasi miliaran uang tersebut, itu akan membahayakan kekayaan orang-orang terkait.
Polri mengumumkan pekan ini bahwa insiden kerusuhan pasca pengumuman hasil resmi Pilpres 2019 itu telah direncanakan dengan hati-hati dan bahwa mereka telah menahan lebih dari 400 perusuh, yang mengaku dibayar untuk menyulut kekacauan selama tanggal 21-22 Mei 2019. Ambulan yang bertuliskan logo Partai Gerindra milik Prabowo telah disita karena diduga mengangkut batu, petasan, dan barang-barang berbahaya lainnya yang digunakan para perusuh selama aksi 22 Mei.
“Petugas polisi telah diserang dengan benda mematikan seperti bom Molotov, roket petasan, batu, panah beracun, pedang, dll,” menurut Juru Bicara Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal dalam sebuah konferensi pers.
Iqbal mengatakan bahwa polisi telah berencana untuk menanyai Fauka Noor Farid, mantan bawahan Prabowo di Kopassus dan anggota operator Grup 4 Kopassus, yang dikenal sebagai Tim Mawar, yang terlibat dalam penculikan aktivis tahun 1998. Setelah pensiun, Fauka bergabung dengan Partai Gerindra dan mendukung Prabowo dalam Pilpres 2014 dan 2019.
Fauka diduga telah memerintahkan bawahannya, Cobra Hercules, untuk memobilisasi massa dari beberapa daerah di Jawa dan Maluku. “Menurut Cobra Hercules, dia sering berkoordinasi dengan Fauka mengenai mobilisasi massa untuk aksi 21-22 Mei,” kata Iqbal.

SENAPAN ILEGAL UNTUK RENCANA PEMBUNUHAN
Selain menahan ratusan perusuh, polisi juga menangkap enam tersangka yang diduga berencana membunuh beberapa pejabat tinggi pemerintah beserta para demonstran. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh keenam tersangka, polisi kemudian menangkap mantan kepala Komando Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen dan politisi Habil Marati (HM).
Kivlan telah menjadi sekutu Prabowo sejak belajar di akademi militer tahun 1970-an. Kivlan konon memiliki hubungan yang buruk dengan Wiranto, mantan komandan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan saat ini, meskipun keduanya pernah bertugas bersama di militer. Bulan Februari 2019, Kivlan menuduh Wiranto sebagai dalang di balik kerusuhan 1998, yang telah dibantah keras oleh Wiranto.

Dua tersangka, Iwan dan Tajudin, mengaku telah diperintahkan oleh Kivlan untuk membeli senjata api dan mengeksekusi Menkopolhukam Wiranto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan, kepala Badan Intelijen Nasional Budi Gunawan, dan penasihat intelijen presiden Gories Mere. Kivlan diduga telah memerintahkan tersangka lain bernama Irfansyah untuk menguntit dan mengeksekusi pemimpin lembaga survei Charta Politika, Yunarto Wijaya.
Yunarto Wijaya adalah tokoh terkemuka yang membantah tuduhan Prabowo bahwa lembaga survei telah dibayar untuk mengeluarkan hasil penghitungan cepat yang menyatakan kemenangan Jokowi dalam pemungutan suara 17 April 2019. Sementara itu, Prabowo telah mengklaim kemenangan berdasarkan penghitungan cepat yang dilakukan oleh tim internalnya.
Majalah Tempo edisi 10 Juni 2019 melaporkan bahwa Iwan mengaku diberitahu oleh Kivlan untuk menyiapkan senjata laras panjang dan pendek untuk menembak mati Wiranto dan Luhut. “Mereka telah mengganggu kita dan mengkhianati tentara,” kata Iwan, mengutip Kivlan.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ade Ary Syam Indradi mengatakan bahwa Kivlan telah memberi dana sebesar Rp150 juta untuk Iwan membeli senjata dan Rp50 juta untuk Irfansyah memata-matai Yunarto Wijaya. Dana untuk pembelian senjata ilegal itu kemudian diketahui berasal dari Habil Marati.
“HM telah memberikan Rp 150 juta kepada KZ (Kivlan Zen) untuk pembelian senjata api. HM juga memberikan Rp60 juta langsung ke Iwan untuk biaya operasional dan pembelian senjata api,” kata Indradi. Delapan tersangka menghadapi hukuman seumur hidup karena setuju untuk melakukan pembunuhan berencana. Pengacara Kivlan, Muhammad Yuntri, telah membantah semua tuduhan polisi.
Habil Marati telah menjadi pendukung Prabowo sejak Pilpres 2009 ketika pensiunan jenderal tersebut mencalonkan diri sebagai kandidat wakil presiden dengan Megawati Soekarnoputri. HM adalah pengusaha yang memimpin beberapa perusahaan yang terkait dengan industri olahraga dan kimia. HM merupakan anggota DPR pada periode 2004-2009 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tetapi gagal lolos ke dalam pemilihan legislatif 2019.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan bahwa polisi akan terus menyelidiki kasus ini, termasuk menemukan dalang di balik kejahatan dan motif mereka.

RENCANA PENGKHIANATAN
Polisi juga telah menangkap Heriyansah, seorang pengemudi yang mengaku bekerja untuk mantan komandan Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko untuk menyelundupkan senjata api dari Aceh ke Jakarta untuk digunakan untuk menembak mati beberapa demonstran. Kapolri Tito Karnavian mengatakan bahwa penembakan itu bertujuan menciptakan sosok para martir untuk membangkitkan kecurigaan dan kemarahan publik terhadap polisi, yang akan menyebabkan kekacauan yang lebih besar.
Soenarko telah menjabat sebagai ketua Sektor Pertahanan Nasional di Partai Gerindra dan meninggalkan posisi itu tahun 2016. Dalam Pilpres 2019, Soenarko mendukung Prabowo dengan menjadi anggota FSK yang anti-Jokowi.
Soenarko juga disebut sebagai tersangka dalam kasus pengkhianatan setelah videonya yang populer menyerukan pengepungan terhadap gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Istana Presiden jika Prabowo kalah.
Pensiunan jenderal lain yang menjadi tersangka dalam kasus pengkhianatan adalah mantan kepala polisi Jakarta Komandan Jenderal (Purn) Sofyan Jacob, yang menyatakan dukungan untuk Prabowo dalam Pilpres 2019. Dia juga diketahui menghadiri beberapa pertemuan internal di rumah Prabowo, termasuk pertemuan yang dihadiri oleh sejumlah pensiunan jenderal tanggal 22 Mei 2019. Tidak jelas apa yang dibahas dalam pertemuan itu, tetapi Prabowo melalui sebuah video kemudian meminta para pendukung dan polisi untuk tidak melakukan kekerasan.
Neta S. Pane mengatakan bahwa polisi perlu memeriksa tujuh perwira purnawirawan lainnya yang juga menghadiri pertemuan tanggl 22 Mei 2019. “Jika tujuh jenderal senior terlibat dalam pengkhianatan, mereka juga harus dijadikan tersangka dan segera ditangkap,” tandas Neta.
Berdasarkan pernyataan Kepolisian Nasional Indonesia, tampaknya sejumlah tokoh tingkat atas yang dekat dengan capres oposisi yang kalah, Prabowo Subianto, dengan kemungkinan bantuan dari keluarga almarhum presiden diktator Suharto, terlibat erat dalam upaya perencanaan dan pelaksanaan kerusuhan 22 Mei pasca Pilpres 2019 di Jakarta.Kerusuhan itu menewaskan sembilan orang dan melukai ratusan orang lainnya, dalam upaya nyata untuk membatalkan hasil Pilpres 2019 yang kembali dimenangkan oleh capres petahana Joko “Jokowi” Widodo.
Pernyataan publik oleh polisi mengenai pelaku kerusuhan merupakan indikasi nyata dari meningkatnya kekuasaan pemerintah Jokowi untuk mengejar orang-orang tertentu, yang di masa lalu tampaknya tidak tersentuh karena pengaruh politik mereka. Banyak dari mereka yang disebutkan oleh polisi telah bertugas bersama Prabowo, mantan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) selama masa Suharto berkuasa di Orde Baru.

Prabowo, yang meninggalkan Indonesia akhir Mei tanpa mengumumkan tanggal kepulangan, telah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia oleh PBB karena perannya dalam kerusuhan di tahun 1998 selama krisis moneter yang menjatuhkan pemerintahan Suharto dan mengakhiri 33 tahun pemerintahan diktator.
Menurut Neta S. Pane, ketua Indonesian Police Watch (IPW), dalam wawancara dengan media setempat, seorang politisi dengan inisial TS juga menyediakan dana untuk mobilisasi massa untuk menciptakan kerusuhan.
TS, katanya, adalah seorang pengusaha dan politisi yang mengangkut preman dengan pesawat terbang dari Surabaya dan menempatkan mereka di kamar-kamar hotel setempat. Meskipun polisi dengan hati-hati menjauh dari nama-nama yang disebutkan, inisial namanya berasal dari Hutomo Mandala Putra, yang dikenal sebagai Tommy Suharto, putra Suharto, atau Titiek Suharto, putri Suharto dan mantan istri Prabowo.
“Mereka (para preman) dianggap memiliki peran penting dalam menciptakan kerusuhan,” kata Neta. “Beberapa dari mereka telah ditangkap dan ditahan oleh polisi.” Neta menambahkan bahwa polisi harus segera menyelidiki keterlibatan TS. “Jika polisi bekerja dengan cepat untuk mengungkap pemberi modal, mereka akan menemukan seorang dalang besar yang mengoordinasikan atau menciptakan kerusuhan dan rencana pembunuhan.”
Ini bukan pertama kalinya Tommy Soeharto berusaha memicu kekerasan. Putra bungsu Suharto itu dijatuhi hukuman tahun 2002 karena telah mendalangi pembunuhan hakim yang menjatuhkan hukuman penjara kepada Tommy Soeharto karena korupsi pada tahun 2000. Panel lima hakim menghukumnya 15 tahun penjara, meskipun hukumannya dikurangi menjadi 10 tahun dan Tommy Soeharto dibebaskan oleh pengadilan Indonesia yang cenderung fleksibel karena “alasan kesehatan” setelah menjalani hukuman selama empat tahun.

Meskipun tidak ada yang berani mengatakan dengan lantang di Jakarta, alasan untuk mencoba membatalkan Pilpres 2019 dan mengakhiri kepresidenan Jokowi diperkirakan berasal dari kesepakatan yang ditandatangani beberapa hari setelah kemenangan Jokowi antara Indonesia dan Swiss untuk mengesahkan bantuan hukum timbal balik dalam upaya mencari jejak pencucian uang keluar dari Indonesia yang disimpan di bank-bank Swiss. Keluarga Cendana, istilah untuk keluarga dan keturunan Suharto, diyakini telah menyembunyikan miliaran dolar di Swiss, seperti halnya sejumlah besar tokoh bisnis dan politik lainnya di Indonesia.

Dilansir dari Asia Sentinel, Minggu (16/6), Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati yang sangat disegani telah berjanji untuk memulangkan miliaran dolar yang telah menjadi objek pencucian uang di luar negeri, sebagian besar ke Singapura, Swiss, serta Siprus, yang memiliki undang-undang perbankan yang samar hingga agen pencucian uang dari Departemen Keuangan AS memaksa bank sentral untuk menindak. Jika pemerintah Indonesia mendorong repatriasi miliaran uang tersebut, itu akan membahayakan kekayaan orang-orang terkait.
Polri mengumumkan pekan ini bahwa insiden kerusuhan pasca pengumuman hasil resmi Pilpres 2019 itu telah direncanakan dengan hati-hati dan bahwa mereka telah menahan lebih dari 400 perusuh, yang mengaku dibayar untuk menyulut kekacauan selama tanggal 21-22 Mei 2019. Ambulan yang bertuliskan logo Partai Gerindra milik Prabowo telah disita karena diduga mengangkut batu, petasan, dan barang-barang berbahaya lainnya yang digunakan para perusuh selama aksi 22 Mei.
“Petugas polisi telah diserang dengan benda mematikan seperti bom Molotov, roket petasan, batu, panah beracun, pedang, dll,” menurut Juru Bicara Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal dalam sebuah konferensi pers.
Iqbal mengatakan bahwa polisi telah berencana untuk menanyai Fauka Noor Farid, mantan bawahan Prabowo di Kopassus dan anggota operator Grup 4 Kopassus, yang dikenal sebagai Tim Mawar, yang terlibat dalam penculikan aktivis tahun 1998. Setelah pensiun, Fauka bergabung dengan Partai Gerindra dan mendukung Prabowo dalam Pilpres 2014 dan 2019.
Fauka diduga telah memerintahkan bawahannya, Cobra Hercules, untuk memobilisasi massa dari beberapa daerah di Jawa dan Maluku. “Menurut Cobra Hercules, dia sering berkoordinasi dengan Fauka mengenai mobilisasi massa untuk aksi 21-22 Mei,” kata Iqbal.

SENAPAN ILEGAL UNTUK RENCANA PEMBUNUHAN
Selain menahan ratusan perusuh, polisi juga menangkap enam tersangka yang diduga berencana membunuh beberapa pejabat tinggi pemerintah beserta para demonstran. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh keenam tersangka, polisi kemudian menangkap mantan kepala Komando Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen dan politisi Habil Marati (HM).
Kivlan telah menjadi sekutu Prabowo sejak belajar di akademi militer tahun 1970-an. Kivlan konon memiliki hubungan yang buruk dengan Wiranto, mantan komandan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan saat ini, meskipun keduanya pernah bertugas bersama di militer. Bulan Februari 2019, Kivlan menuduh Wiranto sebagai dalang di balik kerusuhan 1998, yang telah dibantah keras oleh Wiranto.

Dua tersangka, Iwan dan Tajudin, mengaku telah diperintahkan oleh Kivlan untuk membeli senjata api dan mengeksekusi Menkopolhukam Wiranto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan, kepala Badan Intelijen Nasional Budi Gunawan, dan penasihat intelijen presiden Gories Mere. Kivlan diduga telah memerintahkan tersangka lain bernama Irfansyah untuk menguntit dan mengeksekusi pemimpin lembaga survei Charta Politika, Yunarto Wijaya.
Yunarto Wijaya adalah tokoh terkemuka yang membantah tuduhan Prabowo bahwa lembaga survei telah dibayar untuk mengeluarkan hasil penghitungan cepat yang menyatakan kemenangan Jokowi dalam pemungutan suara 17 April 2019. Sementara itu, Prabowo telah mengklaim kemenangan berdasarkan penghitungan cepat yang dilakukan oleh tim internalnya.
Majalah Tempo edisi 10 Juni 2019 melaporkan bahwa Iwan mengaku diberitahu oleh Kivlan untuk menyiapkan senjata laras panjang dan pendek untuk menembak mati Wiranto dan Luhut. “Mereka telah mengganggu kita dan mengkhianati tentara,” kata Iwan, mengutip Kivlan.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ade Ary Syam Indradi mengatakan bahwa Kivlan telah memberi dana sebesar Rp150 juta untuk Iwan membeli senjata dan Rp50 juta untuk Irfansyah memata-matai Yunarto Wijaya. Dana untuk pembelian senjata ilegal itu kemudian diketahui berasal dari Habil Marati.
“HM telah memberikan Rp 150 juta kepada KZ (Kivlan Zen) untuk pembelian senjata api. HM juga memberikan Rp60 juta langsung ke Iwan untuk biaya operasional dan pembelian senjata api,” kata Indradi. Delapan tersangka menghadapi hukuman seumur hidup karena setuju untuk melakukan pembunuhan berencana. Pengacara Kivlan, Muhammad Yuntri, telah membantah semua tuduhan polisi.
Habil Marati telah menjadi pendukung Prabowo sejak Pilpres 2009 ketika pensiunan jenderal tersebut mencalonkan diri sebagai kandidat wakil presiden dengan Megawati Soekarnoputri. HM adalah pengusaha yang memimpin beberapa perusahaan yang terkait dengan industri olahraga dan kimia. HM merupakan anggota DPR pada periode 2004-2009 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tetapi gagal lolos ke dalam pemilihan legislatif 2019.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan bahwa polisi akan terus menyelidiki kasus ini, termasuk menemukan dalang di balik kejahatan dan motif mereka.

RENCANA PENGKHIANATAN
Polisi juga telah menangkap Heriyansah, seorang pengemudi yang mengaku bekerja untuk mantan komandan Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko untuk menyelundupkan senjata api dari Aceh ke Jakarta untuk digunakan untuk menembak mati beberapa demonstran. Kapolri Tito Karnavian mengatakan bahwa penembakan itu bertujuan menciptakan sosok para martir untuk membangkitkan kecurigaan dan kemarahan publik terhadap polisi, yang akan menyebabkan kekacauan yang lebih besar.
Soenarko telah menjabat sebagai ketua Sektor Pertahanan Nasional di Partai Gerindra dan meninggalkan posisi itu tahun 2016. Dalam Pilpres 2019, Soenarko mendukung Prabowo dengan menjadi anggota FSK yang anti-Jokowi.
Soenarko juga disebut sebagai tersangka dalam kasus pengkhianatan setelah videonya yang populer menyerukan pengepungan terhadap gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Istana Presiden jika Prabowo kalah.
Pensiunan jenderal lain yang menjadi tersangka dalam kasus pengkhianatan adalah mantan kepala polisi Jakarta Komandan Jenderal (Purn) Sofyan Jacob, yang menyatakan dukungan untuk Prabowo dalam Pilpres 2019. Dia juga diketahui menghadiri beberapa pertemuan internal di rumah Prabowo, termasuk pertemuan yang dihadiri oleh sejumlah pensiunan jenderal tanggal 22 Mei 2019. Tidak jelas apa yang dibahas dalam pertemuan itu, tetapi Prabowo melalui sebuah video kemudian meminta para pendukung dan polisi untuk tidak melakukan kekerasan.
Neta S. Pane mengatakan bahwa polisi perlu memeriksa tujuh perwira purnawirawan lainnya yang juga menghadiri pertemuan tanggl 22 Mei 2019. “Jika tujuh jenderal senior terlibat dalam pengkhianatan, mereka juga harus dijadikan tersangka dan segera ditangkap,” tandas Neta.
inggris
indonesia
oalah
pantes gw heran
kok kali ini gede sekali peristiwanya
jauh banget di banding sebelumnya
ternyata bukan sekedar jabatan
tapi pundi2 di swiss juga kah?








Celdam.Vanessa dan 6 lainnya memberi reputasi
7
5.1K
Kutip
26
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan