- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Waduk Pluit, Pernah Bersih Di Jaman Ahok, Bikin Risih Di Jaman Anies


TS
pasti2periode
Waduk Pluit, Pernah Bersih Di Jaman Ahok, Bikin Risih Di Jaman Anies
Quote:
Waduk Pluit sebelum masa Jokowi-Ahok, hanyalah tempat penumpukan sampah, kumpulan eceng gondok liar tak terawat, dan perkampungan kumuh. Sampah berserakan dan bercampur dengan lumpur sungai merupakan pemandangan biasa yang ditemui di waduk tersebut. Perubahan Waduk Pluit mulai terjadi di awal tahun 2013. Saat itu banjir parah melanda Ibu Kota, tercatat setidaknya 50 kelurahan terendam banjir dan 6.200 warga DKI harus mengungsi akibat banjir. Padahal waduk itu merupakan waduk pengendali banjir utama untuk mengatasi banjir di DKI Jakarta, seluas 80 hektar, dengan dam catchment area 2.400 hektare.
Jokowi-Ahok yang ketika itu sudah menjabat sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pun memutuskan membuat kebijakan demi mengakhiri banjir di Ibu Kota. Normalisasi serta pengerukan kali dan waduk menjadi pilihannya. Pertengahan 2013, pengerukan di kawasan waduk seluas 80 hektar itu dimulai.

Jangan bayangkan normalisasi berjalan dengan lancar. Menjelang akhir tahun 2013, proses pengerukan waduk terhambat karena masalah kontrak kerja pihak pengeruk. Bukan cuma itu, pengerukan juga sempat terhenti karena adanya proses penghitungan ulang kubikasi lumpur yang telah diangkut. Seakan belum cukup, tantangan terbesar selama proses normalisasi ternyata muncul dari warga yang tinggal di perkampungan kumuh di sekitar waduk. Warga pun menolak dan melawan saat akan direlokasi dari waduk Pluit. Namun Jokowi-Ahok tidak punya pilihan, ancaman banjir memaksa mereka harus meneruskan pembenahan hingga tuntas.
Akhirnya Jokowi menelurkan “Diplomasi Makan Siang”, yakni dengan mengajak perwakilan warga Waduk Pluit makan siang bersama di ruang rapat Balai Kota. Berhasil, warga bersedia direlokasi. Pemerintah pun melanjutkan proses normalisasi dan renovasi total Waduk tersebut. Hasilnya? Waduk Pluit pun menjadi bersih, bahkan dibuatkan taman oleh Pemprov DKI saat Ahok menggantikan Jokowi yang maju di pilpres 2014. Taman itu dimanfaatkan warga selain untuk senam juga piknik, dengan pemandangan langsung ke arah waduk dan gedung-gedung tinggi yang berada di sekitarnya.

Hebatnya lagi, Taman dibangun tanpa menggunakan dana APBD, melainkan bantuan corporate social responsibility (CSR). Bahkan juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti jogging track, lapangan basket, lapangan futsal, dan beragam alat fitness. Tidak ketinggalan juga tersedia berbagai macam permainan yang dikhususkan untuk anak-anak, seperti bola air dan jasa penyewaan sepeda. Selain itu, ada juga jasa penyewaan sepeda motor dan mobil listrik, juga penyewaan becak mini. Taman Waduk Pluit menjadi salah satu destinasi pilihan warga Jakarta untuk menghabiskan akhir pekan. Pertimbangan lokasinya yang tidak begitu jauh, banyaknya fasilitas yang disediakan, serta aneka hiburan bagi keluarga menjadi alasan tempat ini diminati.

Kini, Taman Waduk Pluit walaupun masih cukup terjaga, namun kerusakan mulai muncul di sana sini tanpa mendapatkan perhatian dari pemprov DKI untuk memperbaikinya. Belum lagi pengunjung harus siap-siap mencium bau busuk yang berhembus dari waduk yang mengalami pendangkalan tersebut.

Asalnya dari sampah dan lumpur yang mengendap di bagian dasar sehingga menimbulkan aroma tak sedap. Sampah-sampah tersebut adalah buangan dari saluran-saluran limbah rumah tangga yang bermuara ke waduk Pluit. Belum lagi tumpukan tanaman eceng gondok yang berpotensi menjadi hama, tumbuh dan menutupi bagian pintu air waduk. Akibatnya, sedimen sulit diekskavasi.
Kondisi yang mengenaskan ini pun menarik orang sekelas menteri Susi untuk mencuitkan keprihatinannya melalui akun Twitternya.

Tidak jelas apa maunya Gubernur yang sekarang memimpin Jakarta ini. Jangankan membangun yang baru, untuk merawat yang sudah ada saja dirinya tidak mampu. Atau jangan-jangan ini adalah penerapan naturalisasi yang selama ini digembar-gemborkan olehnya? Yakni dengan membiarkan alam yang bekerja sendiri tanpa campur tangan manusia, jadi enceng gondok dibiarkan tumbuh, pendangkalan dibiarkan semakin meluas dan atas nama keberpihakan, biarlah masyarakat membangun kembali rumah kumuhnya di sekitar waduk pluit. Lalu bila terjadi banjir, tinggal salahkan warga yang tinggal di sekitar waduk itu. Mudah kan?
Jokowi-Ahok yang ketika itu sudah menjabat sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pun memutuskan membuat kebijakan demi mengakhiri banjir di Ibu Kota. Normalisasi serta pengerukan kali dan waduk menjadi pilihannya. Pertengahan 2013, pengerukan di kawasan waduk seluas 80 hektar itu dimulai.

Jangan bayangkan normalisasi berjalan dengan lancar. Menjelang akhir tahun 2013, proses pengerukan waduk terhambat karena masalah kontrak kerja pihak pengeruk. Bukan cuma itu, pengerukan juga sempat terhenti karena adanya proses penghitungan ulang kubikasi lumpur yang telah diangkut. Seakan belum cukup, tantangan terbesar selama proses normalisasi ternyata muncul dari warga yang tinggal di perkampungan kumuh di sekitar waduk. Warga pun menolak dan melawan saat akan direlokasi dari waduk Pluit. Namun Jokowi-Ahok tidak punya pilihan, ancaman banjir memaksa mereka harus meneruskan pembenahan hingga tuntas.
Akhirnya Jokowi menelurkan “Diplomasi Makan Siang”, yakni dengan mengajak perwakilan warga Waduk Pluit makan siang bersama di ruang rapat Balai Kota. Berhasil, warga bersedia direlokasi. Pemerintah pun melanjutkan proses normalisasi dan renovasi total Waduk tersebut. Hasilnya? Waduk Pluit pun menjadi bersih, bahkan dibuatkan taman oleh Pemprov DKI saat Ahok menggantikan Jokowi yang maju di pilpres 2014. Taman itu dimanfaatkan warga selain untuk senam juga piknik, dengan pemandangan langsung ke arah waduk dan gedung-gedung tinggi yang berada di sekitarnya.

Hebatnya lagi, Taman dibangun tanpa menggunakan dana APBD, melainkan bantuan corporate social responsibility (CSR). Bahkan juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti jogging track, lapangan basket, lapangan futsal, dan beragam alat fitness. Tidak ketinggalan juga tersedia berbagai macam permainan yang dikhususkan untuk anak-anak, seperti bola air dan jasa penyewaan sepeda. Selain itu, ada juga jasa penyewaan sepeda motor dan mobil listrik, juga penyewaan becak mini. Taman Waduk Pluit menjadi salah satu destinasi pilihan warga Jakarta untuk menghabiskan akhir pekan. Pertimbangan lokasinya yang tidak begitu jauh, banyaknya fasilitas yang disediakan, serta aneka hiburan bagi keluarga menjadi alasan tempat ini diminati.

Kini, Taman Waduk Pluit walaupun masih cukup terjaga, namun kerusakan mulai muncul di sana sini tanpa mendapatkan perhatian dari pemprov DKI untuk memperbaikinya. Belum lagi pengunjung harus siap-siap mencium bau busuk yang berhembus dari waduk yang mengalami pendangkalan tersebut.

Asalnya dari sampah dan lumpur yang mengendap di bagian dasar sehingga menimbulkan aroma tak sedap. Sampah-sampah tersebut adalah buangan dari saluran-saluran limbah rumah tangga yang bermuara ke waduk Pluit. Belum lagi tumpukan tanaman eceng gondok yang berpotensi menjadi hama, tumbuh dan menutupi bagian pintu air waduk. Akibatnya, sedimen sulit diekskavasi.
Kondisi yang mengenaskan ini pun menarik orang sekelas menteri Susi untuk mencuitkan keprihatinannya melalui akun Twitternya.

Tidak jelas apa maunya Gubernur yang sekarang memimpin Jakarta ini. Jangankan membangun yang baru, untuk merawat yang sudah ada saja dirinya tidak mampu. Atau jangan-jangan ini adalah penerapan naturalisasi yang selama ini digembar-gemborkan olehnya? Yakni dengan membiarkan alam yang bekerja sendiri tanpa campur tangan manusia, jadi enceng gondok dibiarkan tumbuh, pendangkalan dibiarkan semakin meluas dan atas nama keberpihakan, biarlah masyarakat membangun kembali rumah kumuhnya di sekitar waduk pluit. Lalu bila terjadi banjir, tinggal salahkan warga yang tinggal di sekitar waduk itu. Mudah kan?
SUMBER






lyseth dan 34 lainnya memberi reputasi
35
15K
Kutip
175
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan