- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Trik Mudik Asyik ke Rumah Mertua oleh Menantu yang Baik


TS
dalledalminto
Trik Mudik Asyik ke Rumah Mertua oleh Menantu yang Baik
Hai, Gan and Sist! Lebaran sebentar lagi tiba nih. Hayo, pada mudik ke mana, nih? Apa sih arti sebenarnya mudik? Kenapa kejadian mudik hanya saat mendekati lebaran? Malah ada ungkapan yang mengatakan; mudik is tradition of lebaran.
Let's go, kita mudik!
Mudik menurut (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya: ''mudik'',
1. (berlayar, pergi) ke udik( hulu sungai, pedalaman)
*dari Palembang --- sampai ke Sakayu.
2. pulang ke kampung halaman.
*Seminggu menjelang lebaran sudah banyak orang yang ---.
Memahami arti pada nomor 2, dapat dianologikan bahwa pulang ke kampung halaman disebutkan sebagai mudik. Padahal istilah mudik ramai ataupun gencar dipakai istilah tersebut menjelang hari raya lebaran. Apakah mudik menjadi istilah yang salah kaprah sebab hanya digunakan saat pulang kampung di saat jelang lebaran. Apakah pulang kampung yang tidak berdekatan saat moment lebaran bisa dikatakan mudik. Menurutku, iya.
Apakah Agan dan Sist sepaham dan sependapat dengan saya?
Baiklah, dari pada berdebat yang kemungkinan tiada ujungnya. Mending yuk, kepoin pengalaman dan perjalananku saat ke pulang kampung mertua untuk sungkem dan bersilaturahmi dengan tetangga sekitar kediaman mertuaku. Sesuai konteks mudik dalam KBBI berarti masih masuk kategori mudik lho, ya! Hehe.
Hari Kamis, tanggal 6 Juni 2019 hari lebaran kedua, pukul 09.00 WIB, aku bersama istri mau melakukan perjalan mudik ke kampung istriku--Pundong. Yang berjarak sekitar 10 Km dari kampungku, Bongsren. Yang masih dalam satu kabupaten Bantul.
Sebelumnya, pada pukul 07.00 WIB kamu sudah mandi, kupakai baju yang spesial #hastag: baru, masak mau ketemu mertua pakai baju yang kucel. ('Apa kata dunia ...!') Tubuh pun kusemproti parfum yang beraroma apel biar maskulin. (Apel? Seperti pengharum ruangan, ya?!)
Istriku pun tengah sibuk memacking oleh-oleh untuk orang tuanya. Malu dong, sungkem kok dengan tangan kosong, seperti silat saja. Plastik kresek hitam yang berisi sebotol sirup rasa cocopandan warna merah, sekaleng wafer rasa coklat, teh dan gula serta rempeyek dua plastik plus kerupuk. Pokoknya buntalannya mengembung besar dan mertua bakalan tersenyum lebar bila melihat bawaan kami. (Maaf, no pict. Hp tidak bisa upload foto di KasKus).
Persiapan bawaan pun beres. Aku mulai ngecek kompor sudah nyala atau sudah mati. Mematikan lampu-lampu ruangan dan terakhir aku cek jendela. Sudah beres semua, lalu kukunci pintu. Dan lets go!, menuju Pundong.
Setelah beberapa ratus meninggalkan rumah, aku mampir sebentar di pom mini, untuk mengisi bensin. Nggak asyik kali ya, sudah wangi, baju bagus mendorong motor. Cukup satu liter dengan harga Rp 8.600, sudah mampu mengantarkan kami sampai ke tujuan.
Isi bensin beres, segera kulanjutkan ngetrip menuju rumah mertua idaman. Walau hanya melewati jalanan kampung, berhubung masih suasana lebaran, banyak mobil-mobil yang lewat. Kadang juga terlihat beberapa orang berjalan menuju rumah ke rumah untuk silaturahmi. Kalau dalam istilah Jawa; "ujung". "Ujung" yaitu bertamu ke rumah tetangga dengan niat silaturahmi dan meminta maaf. Biasanya dari yang muda menuju rumah yang lebih tua(sesepuh).
Setelah beberapa menit melewati kampung ke kampung, akhirnya perjalananku sampai di perempatan jalan Parangtritis. Jalannya ramai banget, Gan, alias macet. Agan dan Sist, bukan hal yang asing kan, mendengar Parangtritis? Yups, pantai Parangtritis, menjadi destinasi wisata andalan di kotaku--Bantul. Rumah mertuaku cuma 4 Km dari pantai Parangtritis. Kalau Agan dan Sist ke pantai Parangtritis, mampir ke rumah, ya! Ntar aku petikkan degan kelapa hijau, dijamin seger kalau di minum, rasa haus pun sirna
Akhirnya sampai juga di rumah mertua, setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit, aku dan istri sampai di rumah mertuaku. Oh iya, kalau hari biasa, perjalanannya cuma 20 menitan. Berhubung jalanan ramai jadi agak terhambat. Kami pun disambat kedua mertuaku. Lalu sungkem kedua orang tua, selanjutnya halal bilhalal ke tetangga sekitar rumah mertua. Maklum hidup di desa, harus mengikuti adat yang ada. Seperti peribahasa--- di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung---.
Sekian perjalanan mudik saya ke kampung halaman istri tercinta. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik. Selamat Lebaran 1440 H untuk Agan dan Sist. Minal Aidin Wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. Aamiin.
Bantul, 2019
Note: foto dok.prib
Let's go, kita mudik!
Mudik menurut (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya: ''mudik'',
1. (berlayar, pergi) ke udik( hulu sungai, pedalaman)
*dari Palembang --- sampai ke Sakayu.
2. pulang ke kampung halaman.
*Seminggu menjelang lebaran sudah banyak orang yang ---.
Memahami arti pada nomor 2, dapat dianologikan bahwa pulang ke kampung halaman disebutkan sebagai mudik. Padahal istilah mudik ramai ataupun gencar dipakai istilah tersebut menjelang hari raya lebaran. Apakah mudik menjadi istilah yang salah kaprah sebab hanya digunakan saat pulang kampung di saat jelang lebaran. Apakah pulang kampung yang tidak berdekatan saat moment lebaran bisa dikatakan mudik. Menurutku, iya.
Apakah Agan dan Sist sepaham dan sependapat dengan saya?
Baiklah, dari pada berdebat yang kemungkinan tiada ujungnya. Mending yuk, kepoin pengalaman dan perjalananku saat ke pulang kampung mertua untuk sungkem dan bersilaturahmi dengan tetangga sekitar kediaman mertuaku. Sesuai konteks mudik dalam KBBI berarti masih masuk kategori mudik lho, ya! Hehe.
Hari Kamis, tanggal 6 Juni 2019 hari lebaran kedua, pukul 09.00 WIB, aku bersama istri mau melakukan perjalan mudik ke kampung istriku--Pundong. Yang berjarak sekitar 10 Km dari kampungku, Bongsren. Yang masih dalam satu kabupaten Bantul.
Sebelumnya, pada pukul 07.00 WIB kamu sudah mandi, kupakai baju yang spesial #hastag: baru, masak mau ketemu mertua pakai baju yang kucel. ('Apa kata dunia ...!') Tubuh pun kusemproti parfum yang beraroma apel biar maskulin. (Apel? Seperti pengharum ruangan, ya?!)
Istriku pun tengah sibuk memacking oleh-oleh untuk orang tuanya. Malu dong, sungkem kok dengan tangan kosong, seperti silat saja. Plastik kresek hitam yang berisi sebotol sirup rasa cocopandan warna merah, sekaleng wafer rasa coklat, teh dan gula serta rempeyek dua plastik plus kerupuk. Pokoknya buntalannya mengembung besar dan mertua bakalan tersenyum lebar bila melihat bawaan kami. (Maaf, no pict. Hp tidak bisa upload foto di KasKus).
Persiapan bawaan pun beres. Aku mulai ngecek kompor sudah nyala atau sudah mati. Mematikan lampu-lampu ruangan dan terakhir aku cek jendela. Sudah beres semua, lalu kukunci pintu. Dan lets go!, menuju Pundong.
Setelah beberapa ratus meninggalkan rumah, aku mampir sebentar di pom mini, untuk mengisi bensin. Nggak asyik kali ya, sudah wangi, baju bagus mendorong motor. Cukup satu liter dengan harga Rp 8.600, sudah mampu mengantarkan kami sampai ke tujuan.
Isi bensin beres, segera kulanjutkan ngetrip menuju rumah mertua idaman. Walau hanya melewati jalanan kampung, berhubung masih suasana lebaran, banyak mobil-mobil yang lewat. Kadang juga terlihat beberapa orang berjalan menuju rumah ke rumah untuk silaturahmi. Kalau dalam istilah Jawa; "ujung". "Ujung" yaitu bertamu ke rumah tetangga dengan niat silaturahmi dan meminta maaf. Biasanya dari yang muda menuju rumah yang lebih tua(sesepuh).
Setelah beberapa menit melewati kampung ke kampung, akhirnya perjalananku sampai di perempatan jalan Parangtritis. Jalannya ramai banget, Gan, alias macet. Agan dan Sist, bukan hal yang asing kan, mendengar Parangtritis? Yups, pantai Parangtritis, menjadi destinasi wisata andalan di kotaku--Bantul. Rumah mertuaku cuma 4 Km dari pantai Parangtritis. Kalau Agan dan Sist ke pantai Parangtritis, mampir ke rumah, ya! Ntar aku petikkan degan kelapa hijau, dijamin seger kalau di minum, rasa haus pun sirna
Akhirnya sampai juga di rumah mertua, setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit, aku dan istri sampai di rumah mertuaku. Oh iya, kalau hari biasa, perjalanannya cuma 20 menitan. Berhubung jalanan ramai jadi agak terhambat. Kami pun disambat kedua mertuaku. Lalu sungkem kedua orang tua, selanjutnya halal bilhalal ke tetangga sekitar rumah mertua. Maklum hidup di desa, harus mengikuti adat yang ada. Seperti peribahasa--- di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung---.
Sekian perjalanan mudik saya ke kampung halaman istri tercinta. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik. Selamat Lebaran 1440 H untuk Agan dan Sist. Minal Aidin Wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. Aamiin.
Bantul, 2019
Note: foto dok.prib
0
508
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan