- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Dana talangan mengucur lagi untuk Lapindo


TS
sukhoivsf22
Dana talangan mengucur lagi untuk Lapindo

Massa dari Kelompok Perempuan Korban Lapindo membentangkan foto rumah yang terendam lumpur saat melakukan aksi peringatan 13 tahun semburan lumpur Lapindo di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/5/2019). | Moch Asim /AntaraFoto
Ronna Nirmala
06:08 WIB - Jumat, 14 Juni 2019
Pemerintah berencana menggelontorkan anggaran pengendalian lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, pada tahun depan.
Besarannya diperkirakan mencapai Rp380 miliar dan akan dialokasikan melalui pagu anggaran Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menuturkan anggaran tersebut bisa dipakai untuk pengaliran lumpur 40 juta meter kubik (m3) dan pembangunan fisik tanggul setinggi 2 kilometer (km).
Basuki menerangkan, pengambilalihan penanganan Lapindo masih akan dilakukan pemerintah sampai persoalannya benar-benar selesai. Terlebih hingga saat ini lumpur masih menyembur. Jika tidak ditangani, maka bukan tak mungkin dampaknya akan meluas ke masyarakat lain.
“Kami tidak tahu kapan itu akan selesai, jadi tidak bisa ditangani secara ad-hoc. Makanya masuk dalam organisasi PUPR menjadi Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo,” kata Basuki.
Sejak Juli 2015, pemerintah mengucurkan dana talangan ganti rugi bencana alam di Sidoarjo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga korban luapan lumpur Sidoarjo dalam peta area terdampak 22 Maret 2007.
Pihak PT Minarak Lapindo Jaya seyogyanya mengganti rugi dana talangan tersebut. Namun hingga saat ini, anak perusahaan Bakrie Group itu disebut-sebut baru melunasi kurang dari 10 persen atas dana yang telah dikucurkan.
Padahal dalam perjanjian tersebut disebutkan syarat pengembalian maksimal utang dana talangan adalah empat tahun sejak kontrak diteken. Artinya, kewajiban itu harus dilunasi sepenuhnya per Juli 2019.
Sementara hingga tahun 2019, pemerintah telah mengucurkan anggaran sebesar Rp827 miliar sebagai ganti rugi tanah masyarakat yang terdampak lumpur.
Ada isu yang menyebut Lapindo meminta kelonggaran waktu pembayaran utang dana talangan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati enggan mengonfirmasi kebenaran isu tersebut dan memilih untuk mengecek status utangnya terlebih dahulu.
“Belum update saya. Nanti saya lihat ya. Kalau status kan kayaknya ada aturan yang harus disepakati sebelumnya,” kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Wakil Presiden Jusuf (JK) Kalla di sisi lain optimistis Group Bakrie sanggup melunasi utang dana talangan yang dibebankan kepada perusahaannya tersebut.
Oleh karenanya, JK menyatakan pemerintah sampai saat ini belum memiliki keputusan bersama terkait tambahan waktu untuk memberikan kelonggaran pembayaran utang Group Bakrie tersebut.
Direktur Bakrie Group Anindya Novyan Bakrie berjanji pembayaran utang itu akan tetap dipenuhi sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan.
“Jangankan jumlah yang dari pemerintah, yang di luar pemerintah jumlahnya saja sudah triliunan dan itu datang dari dana private group. Jadi memang komitmennya dari awal sama,” kata Anindya (CNBC Indonesia, h/t CNN Indonesia).
Ganti rugi tak menyeluruh
Kendati dana talangan yang dikucurkan sudah nyaris triliunan rupiah, proses ganti rugi terhadap para korban semburan Lapindo masih bermasalah.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menekankan uang kerohiman yang diberikan baik oleh pemerintah maupun perusahaan masih dianggap melecehkan korban semburan.
Hal itu lantaran nilai ganti rugi yang diberikan tidak sebanding dengan kerugian yang harus diterima korban. Dalam catatan Jatam, awalnya Lapindo sepakat membayar ganti rugi sebesar Rp3,8 triliun sesuai dengan peta area sebaran lumpur.
Tapi kenyataannya, Lapindo hanya bisa membayar Rp3,03 triliun dan sisanya harus ditalangi pemerintah. Sudah begitu, ganti rugi yang diberikan hanya mengganti nilai nominal 10.426 rumah warga yang terdampak lumpur.
“Ini bukan ganti rugi, tapi ini kemudian direduksi jadi sekadar praktik jual beli tanah dan bangunan saja. Padahal seharusnya ganti rugi ini memperhitungkan dampak materiel dan non-materiel,” kata Koordinator Jatam, Merah Johansyah, akhir Mei 2019.
Merah menambahkan, salah satu bentuk ganti rugi utama yang harus diwujudkan PT Lapindo Brantas ialah melakukan pemulihan ekosistem. Sebab lumpur Lapindo tak hanya merampas hak hidup masyarakat melainkan juga menciptakan kerusakan lingkungan yang parah.
"Tragedi semburan lumpur Lapindo itu menjadi bukti nyata bahwa industri tambang merupakan industri yang rakus lahan, sarat dengan kasus pelanggaran HAM, serta jauh dari tujuan keberlanjutan lingkungan," tukas Merah.
https://beritagar.id/artikel/berita/...-untuk-lapindo
0
1.7K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan