Kaskus

Hobby

santohAvatar border
TS
santoh
HRV PADA BEBERAPA JENIS TEKNIK OLAH NAPAS
Saya share hasil percobaan saya dengan mas Gunggung dan hasilnya membuat pemahaman hasil latihan baik napas maupun meditasi thd saraf simpatik maupun para simpatik..keren..kalau ada yg mau tanya bisa disini

HRV PADA BEBERAPA JENIS TEKNIK OLAH NAPAS

Bagian 1

Oleh: Mas Gunggung

______

Hari ini saya bertemu dengan sahabat lama untuk mendiskusikan mengenai konsep HRV dan penerapannya pada olah napas. Sahabat saya ini seorang praktisi kesehatan tradisional. Pernah mempelajari MP juga dahulu ketika kuliah. Kemudian perjalanan hidup mengantarkannya belajar berbagai teknik lain tidak hanya olah napas melainkan terapi holistik lainnya. Saat ini masih sekolah akupuntur di salah satu universitas di Jawa Timur.

Pagi ini kita ketemuan di salah satu cafe untuk melakukan analisa mengenai konsep HRV dan bagaimana penerapannya dalam olah napas. Bagaimana cara 'membaca' secara umum yang relatif mudah dimengerti oleh awam. Beliau ingin melakukan beberapa 'percobaan kecil' mengenai teknik yang selama ini dipelajarinya dari guru-guru resmi yang berlisensi. Ada yang lisensinya seharga 300EUR, hingga 10.000USD. Kemudian, beliau juga membawa sebuah buku yang berjudul 'AWAKENING THE MIND: Panduan Menguasai Kekuatan Gelombang Otak' yang dibuat oleh Anna Wise. Anna Wise ini penulis buku yang berjudul 'The High Performance Mind' yang cukup terkenal di dunia meditasi.

Beberapa jenis meditasi yang ingin dicoba untuk dilihat dan diperbandingkan adalah:

1. Mindfulness Meditation (5 menit)

2. Mindfulness Meditation (10 menit)

3. Delta Meditation (5 menit)

4. Theta Meditation (5 menit)

5. Meditasi 6 breath/min (5 menit)

6. Meditasi 10 breath/min (5 menit)

7. oPH Diam (5 menit)

8. oPH Gerak (5 menit)

Tulisan bagian pertama ini akan membahas mengenai nomor 1, 2, 3, 7, dan 8 karena saya anggap cukup untuk mewakili jenis yang lain. Adapun mengenai nomor 4, 5, dan 6 akan saya bahas pada tulisan berikutnya.

Riset mengenai berbagai jenis meditasi ini sangat banyak. Ada meditasi yang disebut dengan Loving-Kindness-Meditation, ada juga meditasi yang disebut dengan Transcendental-Meditation, juga ada meditasi yang disebut dengan Mindfulness-Meditation, dan banyak lagi. Para ilmuwan yang melakukan riset mengenai meditasi ini mengambil sample pada berbagai jenis meditasi tradisional India dan Cina namun dengan 'melepas' berbagai aspek tradisional esoterik seperti mantra dan spiritual khas lokal mereka sehingga dapat diadaptasikan dan dilakukan oleh orang lain.

Konsep ini sebenarnya mirip dengan Akupuntur dimana ia sudah terlepas dari sisi esoteris tradisional aslinya dan murni sudah menjadi ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari oleh siapa saja tanpa perlu takut adanya campur tangan aspek spiritual 'agama' yang dulu melandasi lahirnya akupuntur.

Sebagai peneliti olah napas tentunya saya mesti tahu juga hal-hal yang seperti ini. Supaya saya tidak seperti 'katak dalam tempurung' yang tahunya hanya 'itu-itu saja'. Tidak terjebak pada kultus individu apalagi superioritas sehingga menyebabkan diri merasa paling benar dibanding yang lain.

Dari pengembaraan nalar dan naluri saya menemukan bahwa semua itu hanyalah sebuah 'alat' dan 'jalan' untuk menuju pada 'suatu tujuan'. Jadi, meluaskan pengetahuan dengan mengetahui hal-hal semacam itu tidaklah 'haram' dan membuat Anda menjadi 'sesat'. Justru dengan mengetahui berbagai macam jenis meditasi atau teknik olah napas diluar yang saya ketahui malah semakin membuat saya kagum dan penuh hormat pada perancang konsep Merpati Putih ini. Ada hal-hal yang mirip pada satu sisi namun bisa sedemikian berbeda detailnya pada sisi lain.

Baiklah, saya mulai saja dari teori umum mengenai Mindfulness.

Germer, Siegel, dan Fulton (2005) menyebutkan mindfulness adalah suatu kondisi kesadaran pada saat ini dengan penuh penerimaan. Mindfulness menekankan pada kesadaran, menjadi sadar sepenuhnya pada hal yang terjadi saat ini dengan mengalihkan pengalaman yang lain, diterima sepenuhnya tanpa penilaian (Mace, 2008). Mindfulness merupakan suatu keterampilan dalam memberikan perhatian dengan berfokus pada satu tujuan, saat ini, dan tidak menilai (Kabat-Zinn, 1990).

Sederhananya mindfulness merupakan suatu kondisi di mana pikiran, perasaan, dan tubuh kita berada pada saat ini, tidak mengembara ke masa lalu maupun masa depan.

Mindfulness sangat berorientasi pada hidup saat ini. Konsep hidup saat ini (living in the present) berbeda dengan hidup untuk saat ini (living for the present). Hidup untuk saat (living for the present) ini dapat membuat seorang individu berperilaku dengan tidak mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi di masa depan. Sementara hidup pada saat ini (living in the present) mengembangkan perilaku berdasarkan kontrol diri dan pencapaian tujuan yang lebih efektif (Brown, Ryan, & Creswell, 2007).

Wait... wait...

Kalau Anda perhatikan pemahaman dasar dari Mindfulness diatas menurut pada ahli, bukankah itu mirip sekali dengan ajaran Ki Ageng Suryomentaram pada pemahaman Ilmu Kawruh Jiwo mengenai konsep "SAIKI, NGENE, NENG KENE" atau "Sekarang, Saat Ini, Disini". Ajaran kawruh jiwo pada bab ini memberitahu mengenai konsep 'living in the present'. Persis seperti definisi diatas. Silahkan membaca tulisan saya mengenai ajaran Suryomentaraman disini untuk lebih jelasnya.

Mindfulness ini oleh para ahli kemudian dipelajari dan dikembangkan lagi menjadi beberapa sub bagian (Edenfield & Saeed, 2012) yakni misalnya Mindfulness-based Intervention (MBI), Mindfulness-based Cognitive Therapy (MBCT), dan Mindfulness-based Stress Reduction (MBSR). Mindfulness ini kemudian menjadi bagian integral dari konsep Complementary and Alternative Medicine (CAM).

Saya lanjutkan.

Orang yang sehat dan bahagia mengembangkan kehidupan yang 'mindful'. Pikirannya tidak mengembara kemana-mana, baik ke masa lalu maupun masa depan. Biasanya orang yang hidup di masa lalu masih memendam kekecewaan, kemarahan, kekesalan, dendam, dan perasaan bersalah. Sedangkan orang yang hidup di masa depan merupakan tipe orang yang cemas dan khawatir berlebihan, selain itu hidupnya juga cenderung terburu-buru dan tidak tenang.

Jadi, teknik meditasi mindfulness itu menekankan pada fokus terhadap kondisi saat ini yang pada praktek teknisnya bisa apa saja. Bisa dengan cara Anda memfokuskan diri pada tarikan dan hembusan napas saja. Bisa juga memfokuskan diri pada rasa saat duduk yakni pada bagian tubuh menyentuh lantai dan pada bagian tubuh yang tidak menyentuh lantai. Bisa juga Anda memfokuskan diri pada imajinasi seakan-akan ada air dingin menyegarkan masuk lewat tarikan napas dan saat buang napas seakan-akan Anda sedang membuang 'kotoran' dari tubuh. Atau bisa juga Anda memfokuskan diri saat melakukan meditasi dengan cara membayangkan seakan-akan ada 'sinar' tertentu yang melingkupi tubuh Anda. Bisa juga Anda memfokuskan diri dengan cara membayangkan seakan-akan ada setetes air dingin jatuh tepat di ubun-ubun Anda lalu kesegarannya melingkupi seluruh tubuh Anda. Dan seterusnya. Intinya, fokus pada aktivitas saat ini yang tidak mengembara ke masa depan maupun masa lalu. Itulah Mindfulness.

Tunggu dulu... Yang barusan saya sebutkan itu bukankah apa yang di MP dikenal dengan istilah 'Napas Pembersih'? emoticon-Smilie

Ya, dalam pemahaman teori Mindfulness ini 'Napas Pembersih MP' dapat dikategorikan sebagai aktivitas Mindfulness apabila konteksnya membentuk fokus pada kondisi saat ini tanpa ada pikiran dan perasaan yang mengembara ke masa depan maupun masa lalu. Bahkan jika diluaskan tidak hanya 'Napas Pembersih MP' melainkan juga napas-napas meditasi lainnya dapat masuk pada kategori ini.

Saya lanjutkan pada hasil percobaan pengukuran HRV.

Berdasarkan hasil pengukuran HRV yang dilakukan oleh sahabat saya ini terlihat nilai LF, HF, Total Power, dan Rasio LF/HF sebagai berikut:

- Mindfulness 5 menit

  LF: 229,08
  HF: 293,45
  Total Power: 522,53
  LF/HF: 0,78
  Syaraf Otonom: PARASIMPATIK

- Mindfulness 10 menit

  LF: 1551,72
  HF: 428,69
  Total Power: 1980,41
  LF/HF: 3,62
  Syaraf Otonom: SIMPATIK

Terlihat hasilnya berbeda. Padahal, dari berbagai penelitian semestinya meditasi mindfulness ini meningkatkan fungsi syaraf Parasimpatik (Mutukhrisnan, et al, 2016).

Karena saya lihat hasilnya berbeda maka saya tanya kepada sahabat saya ini, apakah saat melakukan yang 10 menit terjadi kondisi mengantuk hingga 'hilang kesadaran' untuk sekejap? Dijawab, iya benar. Saat melakukan meditasi lebih lama rasanya kok ya mengantuk. Kemudian saya jelaskan, itulah salah satu penyebab berubahnya pergeseran syaraf otonom yang semestinya parasimpatik menjadi simpatik. Kondisi ini mirip seperti ketika seseorang tidur lalu tiba-tiba terjaga. Atau kalau laki-laki yang sedang sholat Jumat biasanya saat khotib berbicara tiba-tiba 'mengantuk hingga hilang kesadaran sementara' dan baru terjaga ketika ada kotak amal sumbangan atau dicolek sebelahnya atau ketika khotib membaca doa penutup 'Allahumaghfir...!'. Barulah pada sadar kembali. Hahahaha...

Jadi, saya jelaskan kalau kondisi hilang kesadaran sekejap dan kemudian sadar kembali itu menyebabkan aktivitas syaraf simpatik meningkat. Sama seperti saat Anda tidur (parasimpatik) kemudian terjaga mendadak (simpatik) lalu tidur lagi lalu terjaga mendadak lagi. Jika terus terjadi seperti itu maka dipastikan terjadinya aktivitas syaraf simpatik yang lebih tinggi. Sebab ketika sudah terjaga, maka semua hasil meditasinya 'hilang' dan harus dimulai lagi dari awal. Jeda waktu untuk memasuki fase meditatif ini yang aktif adalah syaraf simpatik. Sehingga saat Anda kehilangan kesadaran sementara ketika meditasi dan kemudian terjaga maka syaraf parasimpatik mengambil alih.

Ini juga persis seperti hal yang sering terjadi pada latihan meditasi di kebanyakan perguruan beladiri. Saat duduk lama, tiba-tiba terjadi mengantuk dan hilang kesadaran sesaat. Kemudian terjaga lagi, dan berusaha masuk lagi ke fase meditatif yang diharapkan. Terus saja seperti itu. Belum lagi ujian duduk lama, nyamuk, otot pegal, tenggorokan kering, dan lain sebagainya. Tentu saja semakin banyak berhadapan pada kondisi 'Fight or Flight' menyebabkan syaraf simpatik lebih dominan. Maka tidak heran hasilnya yang semestinya bermaksud untuk mendominankan syaraf Parasimpatik agar tercapai penyembuhan malah jadinya syaraf simpatik yang bersifat stres.

Dengan kata lain, latihan meditasinya itu berkebalikan dengan tujuan asalnya oleh karena belum adanya kemampuan menjaga kestabilan syaraf parasimpatik.

Lalu apa dampaknya kalau seperti itu?

Tentu saja, setiap aktivasi syaraf simpatik menyebabkan aktifnya jantung dan metabolisme. Meditasi tanpa gerakan sama sekali yang seharusnya melakukan relaksasi pada semua aspeknya dan menimbulkan efek penyembuhan dari aktifnya syaraf parasimpatik justru malah menyebabkan munculnya internal stres akibat dari aktivasi syaraf simpatik. Secara jangka panjang tentu ini tidak baik.

Maka yang harus dilakukan praktisi ketika melakukan meditasi adalah menjaga rentang waktu meditasi dengan penuh tanpa adanya kehilangan kesadaran meski sekejap sekalipun. Apapun teknik yang Anda lakukan.

Berikutnya, kita lihat data dari hasil Meditasi Delta yang instuksinya diambil dari buku Anna Wise diatas yang berjudul 'Awakening The Mind: Panduan Menguasai Kekuatan Gelombang Otak'. Di dalam buku tersebut yang disusun berdasarkan hasil riset ilmiah diberikan panduan narasi untuk memasuki gelombang otak tertentu yang mereka klaim sebagai Delta. Frekwensi gelombang otak ini dinyatakan oleh buku tersebut merupakan frekwensi Penyembuhan yang datanya mereka kumpulkan dari berbagai praktisi penyembuh tradisional di India, Cina, dan dimana-mana. Dari data-data yang terkumpul inilah kemudian mereka menemukan adanya kesamaan pola gelombang.

Untuk membuktikan apakah meditasi Delta ini berpengaruh pada syaraf otonom yang mana maka saya uji saja berdasarkan parameter HRV dengan mengikuti persis instruksi yang disebutkan dalam buku. Hasilnya terlihat sebagai berikut:

- Meditasi Delta 5 menit

  LF: 137,56
  HF: 225,24
  Total Power: 362,8
  LF/HF: 0,61
  Syaraf Otonom: PARASIMPATIK

Clear!

Hasilnya memang meditasi Delta yang disebut pada buku tersebut benar menghasilkan efek penyembuh dengan dominasi syaraf Parasimpatik. Ingat, jenis syaraf otonom yang bersifat melakukan penyembuhan adalah Syaraf Parasimpatik. Melihat bagaimana penulis buku itu menyusun narasi, bagi saya terlihat 'sederhana' dan dapat dipahami. Yakni bahwa narasi instruksinya memberikan kombinasi antara penggunaan 'imajinasi' dan 'rasa' dengan komposisi tertentu yang lebih dominan pada narasi rasa. Bagi saya wajar saja mengingat rasa inilah yang kemudian memicu terjadinya dominasi syaraf parasimpatik apabila dikendalikan secara tertentu. Narasi itu kemudian bisa saya ubah dengan narasi lain yang sejenis dengan hasil yang sama persis. Padahal biaya belajar teknik 'Awakening the Mind' ini sebesar 10.000USD loh. Tapi dapat kita duplikasi hanya dalam hitungan menit karena adanya pemahaman mengenai biokimia dan HRV. emoticon-Smilie

Menarik, bukan?

Terakhir tentu saja membahas Teknik Optimalisasi pH yang menjadi Level 1 dari Seminar dan Workshop saya selama ini. Saya membiarkan sahabat saya melakukan oPH diam tanpa gerakan dengan instruksi standar.

- oPH Diam 5 menit

  LF: 3950,01
  HF: 972,76
  Total Power: 4922,77
  LF/HF: 4,06
  Syaraf Otonom: SIMPATIK

Saya jelaskan, apabila memang tujuannya ingin mendominankan syaraf simpatik maka power harus naik jangan tanggung-tanggung. Kemudian setelah itu saya contohkan ketika saya melakukan oPH dengan instruksi lanjutan untuk mendominankan syaraf simpatik. Hasilnya terlihat sebagai berikut:

- oPH Diam 5 menit (koreksi MG)

  LF: 7429,2
  HF: 1658,88
  Total Power: 9088,08
  LF/HF: 4,48
  Syaraf Otonom: SIMPATIK

Terlihat hasilnya oPH dengan koreksi saya menjadi nyaris 2x lipat pada Power yang ditimbulkan. Pada teknik yang sama, ketika diberikan instruksi tertentu maka hasilnya menjadi sedemikian berbeda.

Tujuan oPH sebenarnya adalah mendominankan syaraf parasimpatik sebab disitulah nanti kemudian pengobatan dan 'penyembuhannya' terjadi. Silahkan lihat bagaimana saya melakukan oPH Diam dengan nilai sebagai berikut:

- oPH Diam (MG)

  LF: 296,96
  HF: 578, 02
  Total Power: 874,98
  LF/HF: 0,51
  Syaraf Otonom: PARASIMPATIK

Terlihat hasil akhir terjadi aktivitas syaraf Parasimpatik. Disitulah tujuannya.

Terakhir, sahabat saya melakukan oPH Gerak dengan hasil sebagai berikut:

- oPH Gerak 5 menit

  LF: 2868,16
  HF: 1592,28
  Total Power: 4460,44
  LF/HF: 1,80
  Syaraf Otonom: SIMPATIK

Lagi-lagi masih syaraf Simpatik. Kemudian saya koreksi sehingga menghasilkan data sebagai berikut:

- oPH Gerak 5 menit (koreksi MG)

  LF: 88,55
  HF: 186,36
  Total Power: 274,91
  LF/HF: 0,48
  Syaraf Otonom: PARASIMPATIK

Tadaaa!

Hasilnya kemudian menjadi Parasimpatik!

Itulah sebabnya kenapa Teknik oPH yang dipelajari di event Level 1 ini bersifat mengobati dan 'menyembuhkan'. Tentunya karena aktivasi syaraf otonomnya adalah Syaraf Parasimpatik.

Pertanyaannya adalah, apakah dominasi syaraf simpatik berbahaya?

Tergantung kondisinya.

Saya kasih gambaran umum pada olahraga fisik misalnya. Apabila Anda melakukan olahraga fisik maka Anda sedang mendominankan syaraf simpatik. Terjadilah aktivitas aktif dalam tubuh dimana detak jantung naik, aliran darah bertambah cepat, tubuh menjadi lebih asam, terjadi kenaikan suhu, terjadi juga kondisi stres, dan sebagainya. Itulah dampak yang ditimbulkan dari syaraf simpatik.

Burukkah?

Belum tentu.

Ketika Anda melakukan olahraga fisik, tujuan akhirnya itu sebenarnya untuk mengaktifkan Syaraf Parasimpatik kok.

Lho masa sih, bukannya tadi disebutkan kalau olahraga fisik itu yang aktif adalah syaraf simpatik?

Iya, itu memang benar.

Namun tujuan dari aktifnya syaraf simpatik ini untuk merangsang tubuh melakukan adjustment/penyesuaian dengan cara mengaktifkan syaraf Parasimpatik sebagai mekanisme recovery. Seberapa cepat Anda melakukan recovery bergantung kepada kemampuan Syaraf Parasimpatik Anda. Jadi, Anda menyengaja mengaktifkan syaraf simpatik agar tubuh Anda terpicu untuk mengaktifkan syaraf parasimpatik.

Atau jika dilihat dari sudut pandang biokimia berdasarkan Asam-Basa, tujuan Anda berolahraga adalah untuk menyengaja diri meningkatkan keasaman dalam tubuh agar tubuh Anda terpicu mengaktifkan Buffer yang akan mengembalikan homeostatis (keseimbangan) dengan cara membentuk Basa. Jadi, kondisi Basa ini terpicu oleh kesengajaan membuat jadi Asam melalui olahraga fisik.

(bersambung)

Referensi:

[1]. Brown, K. W., Ryan, R. M., & Creswell, J. D. (2007). Mindfulness: Theoretical foundations and evidence for its salutary effects. Psychological Inquiry, 18(4), 211-237, doi: 10.1080/10478400701598298.

[2]. Germer, C. K., Siegel, R. D., & Fulton P. R. (Eds.). (2005). Mindfulness and psychotherapy. New York: Guilford Press.

[3]. Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: Using the wisdom of your body and mind to face stress, pain, and illness. New York: Bantam Dell.

[3]. Mace, C. (2008). Mindfulness and mental health: Therapy, theory, and science. New York: Routledge.

[4]. Apa itu Mindfulness?. Duddy Fachrudin. (http://www.mindfulnesia.id/2017/03/a...dfulness.html)

[5]. Effect of Mindfulness Meditation on Perceived Stress Scores and Autonomic Function Tests of Pregnant Indian Women. Shobitha Muthukrishnan, Reena Jain, engaseta Kohli, and Swaraj Batra. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/art...s/PMC4866093/)

[6]. An update on mindfulness meditation as a self-help treatment for anxiety and depression. Teresa M Edenfield and Sy Atezaz Saeed. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/art...s/PMC3500142/)
0
1.1K
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan