Cerita ini hanya Fiksi belaka.
Huft, lelah sekali ternyata mendaki gunung, tak pernah terbesit dalam pikiranku untuk melakukan kegiatan seperti ini. Mendaki gunung, berjalan berkilo - kilo, melewati bebatuan, atau kadang tanah berdebu.
Perkenalkan, namaku Andri, usiaku baru berumur 24 tahun, alasanku mendaki berbagai gunung, aku ingin mengetahui eksistensial Tuhan, kenapa aku harus percaya bahwa dia ada, keseharianku sama seperti anak pada umumnya, menjadi mahasiswa tua yang tak.kunjung lulus, kadang hanya menitipkan absen untuk formalitas belakan, dan aku lebih memilih menjelajahi hutan demi meyakinkan diri bahwa aku bisa tanpa Dia.
Mungkin bagi sebagian orang Tuhan itu maha adil, Tihan itu maha pemaaf tapi itu kata mereka, tidak denganku.
Tuhan itu tidak ada, yang merumuskan Tuhan adalah manusia itu sendiri, Kamu berbuat buruk maka kamu akan di bakar dineraka, Tuhan ada karena kita, daripada kau percaya Dia lebih baik kau bunuh saja.
Pemikiran - pemikiran semacam itu selalu menghinggapi kepalaku, bahkan aku tak percaya sama sekali dengan apa yang prang orang pikirkan.
Idealisme tentang ketidak percayaanku terhadap Tuhan luntur saat aku mengalami sesuatu hal yang tak pernah kuduga sebelumnya.
Quote:
Magelang, 20 april 1990.
Aku memberanikan diri untuk mendaki setiap gunung dengan seorang diri, hari ini aku akan mendaki gunung di jawa tengah, ya benar, gunung merapi sudah gagah menjulang tinggi di depan sana.
Keluargaku tahu dengan segala kegiatanku yang gemar mendaki puncak puncak tertinggi di tanah ini.
Masa muda yang penuh perjalanan - perjalanan yang kutulis dalam sebuah note berwarna hitam glosy. Termasuk perjalananku di.Magelang ini, aku sudah menulis apa - apa yang ingin aku lakukan.
Perjalanan awal tak terlalu susah karena hanya di dominasi oleh jalanan landai, begituoun seterusnya, hingga di sepertiga perjalanan aku bertemu dengan lelaki tua yang turun bersama cucunya yang cantik.
"Astaga, anak kecil itu sangat cantik, aku rela menunggu dia hingga dewasa agar aku bisa menikah dengannya, tapi sepertinya itu mustahil"aku berbicara dalam hati ketika melihat anak kecil tersebut.
Dia bernama pak Darno dan cucunya Lisa yang baru berusia 7 tahun. Aku sempat mengobrol dengan beliau tentang tujuanku saat mendaki gunung ini, aku ingin mencari keberadaan Tuhan di tanah - tanah tertinggi ini.
"Berhati - hatilah dengan segala ucapanmu anak muda" ucap pak Darno sesaat sebelum beliau meninggalkanku.
Apa maksud pak Darno? Kenapa dengan ucapanku? Ah mungkim dia sedang kecapekan.
Aku tiba di pasar bubrah tepat pukul 10 malam, tak ada pendaki lain, hanya ada tanah dan batu kerikil, ternyata disini hanya ada aku seorang diri, tak ada siapapun karena aku melakukan perjalananku di hari kerja.
Lantas aku membangun tendah dicelah - celah batu. Menghangatkan tubuh dengan menyalakan api unggun aku menikmati kesendirianku, hingga rasa kantuk menyelimutindiriku.
Di dalam tenda aku masih terbayayang - bayang dengan sosok gadis kecil tadi, dia begitu cantik, apa bisa aku menikah dengannya? Hahaha pikiran pikiran mustahil semacam itu terus saja berputar di kepalaku.
"Jika Boleh, aku mau menunggu dia hingga dewasa agar aku bisa menikah dengannya."
Dan rasa kantuk sudah mengalahkan semuanya, aku tertidur dan aku hilang dalam alam mimpiku.
Terdengar sedikit berisik, kukira ada pendaki lain, namun saat aku terbangun aku tak menemukan apa apa, hanya ada satu tenda di sebelahku, ternyata aku tak sendirian.
Lantas aku membangunkan pemilik tenda tersebut. Oh astaga, siapa dia kenapa dia berada di tempat seperti ini seorang diri. Perempuan berwajah oriental tersebut tersenyum kepadaku, lantas sisa malam kuhabiskan untuk bersenda gurau dengan dia.
Hingga pagi datang, aku memutuskan untuk berkemas dan kembali pulang, saat aku menyusuri jalan yang terus turun aku merasakam ada kejanggalan, aku berada di sebuah sabana yang sangat luas, padahal di gunung merapi tak ada sabana semacam ini. Aku bingung dan terus berjalan hingga bertemu dengan wanita berwajah oriental itu lagi.
Wanita itu berdiri di tengah sabana, dia melambaikan tangan dan aku menghampirinya.
"Aku mendengar doa mu, kau mau menikah dengan gadis yang kau temuhi saat kau naik kesini bukan?"
"Hah, bagaimana kau tahu?"
"Ikutlah denganku dan aku akan memberimu petunjuk untuk bisa menikah dengan dia."
"Hahaha, tak perlu bercanda, memang kau ini siapa?"
"Aku di utus Tuhan untuk mengabulkan doa mu"
"Jangan bercanda, aku tak percaya dengan Tuhan."
"Jadi, apakah kau tak mau membuktikan kehebatan Tuhan?"
Aku tak bergeming aku mengikuti kemana dia pergi, di sisa siang itu aku berjalan mengelilingi sebuah sabana yang sangat luas, bercerita tentang keinginanku untuk mencari Tuhan, akunrasa dia adalah pendengar yang baik, hingga aku di usir dan kembali melanjutkan perjalanan pupangku.
Dua jam aku sudah sampai di bawah, saat aku pulang menuju rumah semua terasah aneh. Rumahku berubah derastis, dulu jalannyang di dominasi tanah sudah berubah menjadi aspal.
Saat aku memasuki rumahku aku bertemu dengan wanita setengah baya, dia adalah adikku.
"Bang Andri..."
"Kemana saja bang Andri selama 20 tahun ini, apakah kau benar benar bang Andri?" adikku bernama Tiyas.
Tiyas menceritakan kejadian selama bertahun tahun saat aku hilang di merapi, bapak setiap hari bolak balik ke merapi umtuk mencariku selama 3 bulan, hingga Bapak meninggal karena terlakunlelah harus tiap hari naik turun.
Banyak orang mencari keberadaanku saat itu, verbagai komunitas pexinta alam dan tim sar ikut mencariku.
Aku di nyatakan hilang setelah tuga hari tidak pulang. Lantas aku mencari kebenaran berita tersebut.
Aku melihat perubahan adikku yang semakin menua, namun tidak denganku. Aku kembali ke gunung merapi untuk menanyakan berita tentang hilangnya aku.
Setelah aku mendengarkan berita saat kehilanganku, para warga juga sangat antusias untuk menceritakan kisah seorang ayah yang rela tiap hari naik turun merapi untuk mencari anaknya.
Dan ketika aku sedang asik mendengarkan cerita para warga, datanglah seorang perempuan yang tidak asing bagiku.
Dia adalah Lisa, gadis kecil yang 20 tahun lalu kutemuhi di jalur pendakian.
Kini dia sudah berusia 27 tahun, dia amat cantik. Lantas aku menceritakan siapa aku dan apa yang menimpaku, Lisa tak pernah percaya terhadap ceritaku dan menganggapku orang gila.
Setiap hari aku bertamunkerumah Lisa karena hanya dia yang aku rasa bisa percaya dengan ceritaku selain adikku.
Aku pun menunjukkan bukti bukti saat aku bertemu dengannya, aku rasa dia lupa, bagaimana tidak, 20 tahun adalah bukan waktu yang singkat.
Akunterus bercerita, tentang diriku dan pertemuan singkat saat bertemu dengannya, aku oun juga menjelaskan tentang siapa Pak Darno yang mengaku sebagai kakekmya saat itu.
Sontak saja Lisa terbelak tak percaya denganku, namun dia tetap tak bergeming, aku pun berpamitan untuk kembali menapaki Merapi yang merubah seluruh kehidupanku.
Aku ingat tentang nasihat Pak Darno saat mengingatkanku, tentang ucapan dan keinginanku saat bertemu dengan Lisa saat itu, dan aku juga ingat saat aku bertemu dengan wanita yang mengajakku bercerita di sabana.
Apakah benar ini kehendak Tuhan, aku terus berfikir saat berjalan menaiki gunung Merapi.
Hingga mataku tak mampu membendung air mata, mengingat pejuangan bapakku saat mencarikuu, di tempat ini, di gunung merapi.
Aku lantas membenturkan semua logikaku tentang keTuhanan, apakah benar ini semua karena Tuhan, apakah benar Tuhan mendengar doa ku.
Suara adzan subuh terdengar hingga pasar bubrah, Aku pun langsung mengambil wudhu dengan bertayammum, mengambil takbir dan aku mulai melaksanakan 2 rakaan di pagi hari.
Aku pun menangis saat kulakukan takbir pertamaku, terdengar suara gemuruh dari arah puncak, namun aku.tak mau umtuk membuka mata, aku terus melakukan gerakan shalatku. Saat aku bersujut, terlihat banyak makhluk di belakangku, hati semakin tak karuan namun aku tetap meneruskan shalatku.
Hingga saat aku sudah selesai mengucapkan salam, makhluk itu pun langsung kembali naik ke arah puncak merapi, begitupum dengan makhluk bersayap yang kembali terbang ke atas. Dan hanya ada satu yang masih diam di belakangku, awalnya aku tak berani menoleh kebelakang, namun hatiku terus memaksa untuk menoleh kebelakang.
"Lisa, apakah itu kau?"
"Iya ini aku mas."
"Apa yang kau lakukan disini"
Baik aku dan Lisa kita sama-sama diam membisu di pagi itu.
"Aku menjadi makmum mu di pagi hari tadi"
"Kenapa kau melakukannya?"
"Bagaimana mungkin aku tak ikut menjadi makmummu, sementara para maikat saja menjadi makmum mu. Aku ingin selamanya seperti itu karena aku sudah yakim dan melihat kejadian tadi pagi."
"Maksudnya?"
"Aku mau menjadi makmum mu untuk seterusnya mas Andri."
Satu bulan setelah kejadian itu aku sudah resmi mengikat Lisa, walaupun dia lebih tua 3 tahun dariku, Lisa tetap menghormati aku sebagai Imamnya.
Dan berkat Lisa juga aku berhasil membunuh ketidak percayaanku terhadap Tuhan, aku percaya Tuhan tak pernah tidur, aku percaya Tuhan selalu mendengar doaku. Dan aku percaya.
TAMAT