- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Sebuah Pilihan (Cerpen Ramadhan)


TS
bianca79
Sebuah Pilihan (Cerpen Ramadhan)

“Apa-apaan ini tadi? Sudah lama kita melakukan persiapan untuk misi ini dan tiba-tiba kamu buat semuanya menjadi kacau?”
“Aku tak bisa melakukannya.” Jawabnya pelan dengan tatapan mata yang hampir kosong, dan dengan kerah baju yang masih tercengkeram erat genggaman tangan.
“Tak bisa kau bilang? Setelah semuanya yang telah kau lakukan, dan sekarang tiba-tiba kau bilang tak bisa?”
“Seseorang yang telah terkenal dengan kekejamannya, yang tak pernah memberikan ampun, sekarang tiba-tiba mengatakan gak bisa?” Tambahnya dengan nada keras sedikit menyindir.”
“Ya, aku benar-benar tidak bisa melakukannya. Aku tidak sanggup untuk menarik pelatuknya”. Jawabnya masih dengan pandangan nanar yang penuh dengan rasa bersalah.
“Arrgghhh! Setelah semua yang kita lewati, dan kini berakhir begitu saja karena kau berubah menjadi orang yang tidak tega membunuh!” Pria itu melepas cengkeramannya, lalu mengamuk sambil membanting kursi yang ada sebelahnya. Dia nampak sangat marah dan kecewa, karena semua persiapan matang yang telah dilakukannya selama ini menjadi tak berarti. Sementara pria yang satunya masih berdiri terdiam, menatap lantai dengan tatapan yang masih kosong seperti sebelumnya.
“Kau sangat mengecewakan. Aku rasa julukan sang legenda yang selama digaungkan untukmu adalah sangat berlebihan. Kau tidak pantas untuk itu.” Dia berkata sembari melepas rompi anti pelurunya, kemudian mengambil jaket miliknya seraya bergegas pergi meninggalkan pria satunya.
***
“Apa kabar teman!” Sahutnya sembari memeluk dan menepuk pundak temannya. Kemudian dia menarik kursi yang ada dan duduk berhadapan dengannya.
“Tentu baik! Ada apa, kenapa kau mengundangku kemari?”
“Aku lama tak mendengar kabarmu selama tiga tahun ini. Aku pikir kau sudah sangat kecewa denganku dan tak mau menemuiku lagi.” Jawabnya dengan senyumnya yang mengembang. Dari raut wajahnya nampak jelas terlihat bahwa dia sangat senang telah berjumpa kembali dengan sahabatnya.
“Sudahlah, lupakan saja peristiwa itu. Faktanya, seminggu setelah kejadian itu aku sudah tidak lagi marah denganmu. Dan bahkan aku sudah melupakannya”
“Hanya saja setelah itu aku mendapatkan misi penting, dan harus berkeliling dunia. Baru kemarin aku kembali.” Dia bercerita dengan antusias da riang, seolah tidak pernah ada masalah diantara mereka berdua.
“Aku senang kau kembali. Dengan utuh maksudku, bukan dalam kantung jenazah” Timpal pria satunya dengan nada bercanda dan penuh persahabatan.
“Sialan kau, hahaha” Sahutnya sembari tertawa dan memukul pelan dada sahabatnya.
“Begini, aku punya misi penting dan aku harus mengajakmu turut serta. Kau yang terbaik di bidang ini yang bisa aku percaya. Hanya misi pengintaian. Kita datang dan pergi seperti hantu. Bayaran yang diberikan agensiku akan bernilai...”
“Maaf teman, aku mohon maaf sekali” Dia memotong sambil memegang bahu sahabatnya.
“Aku sudah memutuskan untuk berhenti sejak kejadian itu” Tambahnya sembari melihat ke arah jalan raya di seberang cafe tempat mereka berbincang.
“Ada apa kawan, apa yang sebenarnya terjadi denganmu?” Pria satunya bertanya dengan rasa penuh ingin tahu.
“Aku tidak bisa menarik pelatuknya. Aku melihat ke arah anaknya, dan aku seperti melihat diriku sendiri.”
“Aku tau dia pria jahat, yang memang pantas untuk dihabisi. Namun bayangan tentang diriku saat itu semakin kuat.”
“Aku seperti melihat cerminan diriku di masa lalu, yang kehilangan orangtua di depan mataku, dibunuh orang-orang asing yang tidak kukenal”
“Aku hanya tidak ingin anak itu merasakan apa yang telah kualami” Dia menyelesaikan ceritanya dengan nada yang bergetar, nampak sekali hal itu merupakan sebuah memori yang sangat kelam baginya”
“.............” Pria satunya hanya bisa terdiam, tak bisa berkata-kata.
“Aku memutuskan untuk hijrah. Aku ingin berhenti dari dunia yang penuh darah dan kekerasan.”
“Meskipun kita berada dalam pihak yang benar, aku tidak ingin menjadi sang penghukum.”
“Biarlah tuhanku yang melakukan tugasnya. Aku hanya ingin melanjutkan hidup dengan tenang, tanpa harus melihat adanya kekerasan lagi.” Sambungnya dengan nada lirih.
Setelah itu hanya ada suasana hening. Suasana sepi tanpa ada kata-kata selama kurang lebih lima menit, tapi terasa seperti berjam-jam. Kemudian pria satunya segera beranjak berdiri.
“Kita berada pada jalan yang berbeda sekarang. “Kalo begitu, tiba waktunya aku mengucapkan selamat tinggal. Sampai jumpa lagi teman!” Dia tersenyum sambil menepuk-nepuk pundaknya.
TAMAT
Quote:


anasabila memberi reputasi
1
397
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan