- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sensasi Salat di Masjid Babah Alun Serasa di Negeri Tirai Bambu


TS
magelys
Sensasi Salat di Masjid Babah Alun Serasa di Negeri Tirai Bambu
JAKARTA - Teriknya matahari siang itu di kawasan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara membuat puluhan jamaah berbondong - bondong ke sebuah masjid mirip Klenteng yang ada di kolong Tol Wiyoto Wiyono, Warakas, Papango, Tanjung Priok.
Bangunan tersebut bak oase di tengah-tengah gurun pasir sehingga dapat menyedot kaum muslim untuk melaksanakan ibadah di tempat tersebut.
Bangunan yang mampu menampung ratusan jamaah itu diberi nama Masjid Babah Alun. Masjid yang didirikan oleh seorang mualaf keturunan Tionghoa, Muhammad Yusuf Hamka. Nama Alun sediri diambil dari nama kecil sang pendiri.
Salah satu jamaah Masjid Babah Alun, Ahmad mengatakan, masjid ini mulai dibangun pada pertengahan 2017 dan baru dioperasikan pada awal 2018. "Sebelumnya, ini kolong tol biasa, dibangunnya kalau enggak salah bulan Agustus 2017-an," katanya kepada Okezone belum lama ini.
Ahmad mengaku semenjak adanya masjid tersebut, kondisi di lingkungannya mengalami perubahan positif, baik membaik kondisi sosial maupun perekonomian. "Alhamdulillah, kita mudah untuk melaksanakan salat berjamaah, masjid ini juga menjadi salah satu destinasi wisata religi karena bentuk mesjidnya sangat unik," ucapnya.
Hal senada Imron, seorang pengemudi ojek online yang bermukim di kawasan tersebut mengatakan, pada awalnya tempat mabuk-mabukan, judi bahkan tidak menutup kemungkinan tempat tersebut dijadikan berzinah.
"Dulu tempat tempat ini tempat judi, tempat mabuk. istilahnya disini juga jablay pada ngayab, Alhamdulillah, semenjak ada masjid semuanya berubah," ujarnya.
Dari berbagai persoalan itulah, membuat sang pewakaf sekaligus pendiri berinisiatif meminta izin dengan pihak terkait untuk membangun sebuah masjid bergaya tiga unsur budaya bergaya Tionghoa seperti Klenteng, Arab, dan Indonesia.
Saat Okezone memasuki masjid tersebut, unsur-unsur tiga budaya itu nampak jelas di masjid yang tidak memiliki kubah itu, seperti di bagian genteng dan pintu masjid mewakili budaya Cina, sedangkan untuk unsur budaya Indonesia diwakili sebuah ukiran yang ada pada ujung atap, sedangkan unsur budaya Arab terdapat kaligrafi bertuliskan Asmaul Husna di dinding masjid.
(Baca Juga: Masjid Lautze, Pusat Dakwah & Pembinaan bagi Para Mualaf Tionghoa)
Sehingga jika dilihat sepintas, orang tidak akan menyangka bahwa banguan tersebut merupakan tempat ibadah kaum muslim. Sebab, jika dilihat dari luar bangunan tersebut nampak seperti tempat ibadah kaum Khonghucu atau disebut Klenteng
Keunikan selanjutnya dari masjid tersebut adanya panduan berwudhu dan pelaturan masjid menggunakan tiga bahasa, yakni bahasa Arab, Cina dan Indonsia. Hal tersebut untuk memudahkan di mengerti turis yang ingin menyempatkan ibadah di masjid yang memiliki warna khas hijau dan merah itu.
Alun alias Muhammad Yusuf Hamka berharap agar inspirasinya itu dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
https://news.okezone.com/read/2019/0...ri-tirai-bambu
Semoga bermanfaat
Bangunan tersebut bak oase di tengah-tengah gurun pasir sehingga dapat menyedot kaum muslim untuk melaksanakan ibadah di tempat tersebut.
Bangunan yang mampu menampung ratusan jamaah itu diberi nama Masjid Babah Alun. Masjid yang didirikan oleh seorang mualaf keturunan Tionghoa, Muhammad Yusuf Hamka. Nama Alun sediri diambil dari nama kecil sang pendiri.
Salah satu jamaah Masjid Babah Alun, Ahmad mengatakan, masjid ini mulai dibangun pada pertengahan 2017 dan baru dioperasikan pada awal 2018. "Sebelumnya, ini kolong tol biasa, dibangunnya kalau enggak salah bulan Agustus 2017-an," katanya kepada Okezone belum lama ini.
Ahmad mengaku semenjak adanya masjid tersebut, kondisi di lingkungannya mengalami perubahan positif, baik membaik kondisi sosial maupun perekonomian. "Alhamdulillah, kita mudah untuk melaksanakan salat berjamaah, masjid ini juga menjadi salah satu destinasi wisata religi karena bentuk mesjidnya sangat unik," ucapnya.
Hal senada Imron, seorang pengemudi ojek online yang bermukim di kawasan tersebut mengatakan, pada awalnya tempat mabuk-mabukan, judi bahkan tidak menutup kemungkinan tempat tersebut dijadikan berzinah.
"Dulu tempat tempat ini tempat judi, tempat mabuk. istilahnya disini juga jablay pada ngayab, Alhamdulillah, semenjak ada masjid semuanya berubah," ujarnya.
Dari berbagai persoalan itulah, membuat sang pewakaf sekaligus pendiri berinisiatif meminta izin dengan pihak terkait untuk membangun sebuah masjid bergaya tiga unsur budaya bergaya Tionghoa seperti Klenteng, Arab, dan Indonesia.
Saat Okezone memasuki masjid tersebut, unsur-unsur tiga budaya itu nampak jelas di masjid yang tidak memiliki kubah itu, seperti di bagian genteng dan pintu masjid mewakili budaya Cina, sedangkan untuk unsur budaya Indonesia diwakili sebuah ukiran yang ada pada ujung atap, sedangkan unsur budaya Arab terdapat kaligrafi bertuliskan Asmaul Husna di dinding masjid.
(Baca Juga: Masjid Lautze, Pusat Dakwah & Pembinaan bagi Para Mualaf Tionghoa)
Sehingga jika dilihat sepintas, orang tidak akan menyangka bahwa banguan tersebut merupakan tempat ibadah kaum muslim. Sebab, jika dilihat dari luar bangunan tersebut nampak seperti tempat ibadah kaum Khonghucu atau disebut Klenteng
Keunikan selanjutnya dari masjid tersebut adanya panduan berwudhu dan pelaturan masjid menggunakan tiga bahasa, yakni bahasa Arab, Cina dan Indonsia. Hal tersebut untuk memudahkan di mengerti turis yang ingin menyempatkan ibadah di masjid yang memiliki warna khas hijau dan merah itu.
Alun alias Muhammad Yusuf Hamka berharap agar inspirasinya itu dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
https://news.okezone.com/read/2019/0...ri-tirai-bambu
Semoga bermanfaat


aryputra94 memberi reputasi
1
2K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan