Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

evisukmaniati13Avatar border
TS
evisukmaniati13
Hijrahnya seorang istri
Hari ini peringatan 2 tahun meninggalnya anakku yang pertama. Sedih sekali setiap mengingat kenangan bersamanya. Anak perempuan yang cantik dan pintar.

Dulu sebelum menikah, aku membayangkan jika memiliki anak perempuan. Bisa memakai baju dengan model atau warna yang sama. Bisa aku dandani dengan hiasan rambut yang lucu-lucu. Belum lagi model baju yang pasti sangat cantik kalau dikenakan anak-anak. Aku menginginkan anak perempuan.

Setelah menikah, Allah seperti menjawab doaku. Aku dikaruniai anak perempuan yang cantik. Sungguh anugerah terindah. Khayalan ku selama ini bisa aku wujudkan. Mendadani anak perempuanku seperti yang ada di bayanganku dulu. Seperti tak sabar menunggu dia cepat tumbuh. Anak cantik yang akan menjadi kebanggaan ibunya. Ayahnya hanya diam memperhatikan. Bukan tidak peduli, tapi seperti sudah mengerti keinginanku. Lagipula ia menginginkan anak laki-laki.

Hari berlalu dengan cepat. Anakku sudah menginjak usia 1 tahun. Bayi yang aktif bergerakAku senang bukan kepalang. Apalagi anakku jarang sakit. Paling cuma flu dan batuk saja. Aku hanya perlu sering menjemurnya di pagi hari. Namun, entahlah. Aku merasa ada yang berbeda dengan suamiku akhir-akhir ini. Kebutuhan rumah tangga dengan seorang anak, tentu lebih banyak. Namun yang aku lihat mas Anto ,suamiku, seperti enggan bekerja. Alasannya ingin banyak bermain dengan Keysha anak kami.

Alasan yang janggal. Mengingat, ia jarang sekali menaruh perhatian pada Keysha. Ya, Mas Anto ingin sekali memiliki anak lelaki. Namun, Allah berkehendak kamu memiliki anak perempuan. Sudah 2 hari ini mas Anto tidak bekerja. Memang, mas Anto jadi lebih sering menggendong Keysha dan mengajak bermain. Tapi pekerjaan ia abaikan. Menjadi seorang engineering di sebuah Rumah Sakit memang melelahkan. Terkadang saat libur kerjanya pun harus datang ke tempat kerja jika sedang ada masalah.

Dulu, mas Anto jarang berkeluh kesah tentang pekerjaannya. Sekarang ini, ada saja hal-hal yang dikeluhkan. Dari pengembangan Rumah Sakit yang membuatnya harus bekerja lebih ekstra. Belum lagi atasannya yang sekarang seolah kurang puas dengan hasil kerja mas Anto. Dan alasan lain yang setiap hari selalu keluar dari mulutnya.

Aku mulai resah saat mas Anto jarang masuk kerja. Tentu saja ini akan menjadi penilaian tersendiri. Dan yang mengesalkan adalah gaji yang dipotong setiap bulan. Masih untung gak dipecat. Hal inilah yang kemudian memicu kami sering bertengkar. Bahkan terkadang mas Anto membentak Keysha yang sedang rewel. Belum lagi masalah lain seperti kebutuhan yang harus terpenuhi tapi terpenuhi. Dengan santainya mas Anto tiduran di depan tv. Seolah tidak sedang menanggung beban apa-apa. Kesal sekali aku melihatnya. Saat aku bertanya, apa dia tidak takut dipecat? Jawabannya sungguh menyesakkan dada. "Ya belum rejeki berarti" ucapnya. Enteng sekali. Selalu aku ingatkan tentang kebutuhan pokok yang terus naik. Kebutuhan anak yang tidak bisa ditunda. Jujur, aku cemas. Cemas jika harus kekurangan. Cemas jika Keysha tidak bisa terpenuhi kebutuhannya.

Aku mulai berontak. Sering melalaikan tugasku sebagai seorang istri. Terkadang kalau mas Anto tidak bekerja, aku tidak menyiapkan kebutuhannya. Bahkan terkadang aku juga tidak masak. Tidak membuatkan kopi ataupun menyapanya. Aku hanya sibuk dengan pekerjaan rumah tangga dan Keysha. Aku juga sering melawan atau membentaknya. Mas Anto hanya terdiam jika aku sudah menaikkan suaraku. Hal yang seharusnya tidak dilakukan seorang istri.

Hari itu mas Anto pamit hendak melakukan wawancara di tempat lain. Katanya, gajinya lebih tinggi dari tempat ia bekerja sekarang. Aku hanya mendengus. Tidak menggubris. Hutang kami sudah menumpuk karena potongan gaji. Walau begitu aku berharap di tempat barunya nanti mas Anto bakal betah dan tidak malas-malasan bekerja. Memang salahku selama ini tidak mengindahkan keluh kesahnya. Mungkin saja mas Anto sedang jenuh dengan pekerjaannya sekarang. Tapi aku bahkan tidak peduli.

Sudah menjelang sore dan mas Anto belum ada kabar sama sekali. Tiba-tiba saja Keysha demam tinggi. Aku mencoba memberikan pertolongan pertama. Mengompres dahinya dan memberikan Paracetamol. Berharap demamnya turun. Aku pikir ini hanya demam biasa. Mau tumbuh gigi mungkin. Benar saja, sore hari demamnya sudah turun. Aku lega. Mas Anto pulang sudah larut malam. Ia beralasan harus menemui temannya dulu untuk membahas pekerjaan barunya. Sepertinya sudah bulat keputusannya untuk pindah kerja. Aku menceritakan tentang demam Keysha tadi siang. Mas Anto meraba dahinya dan alangkah terkejutnya ketika tahu, Keysha demam lagi. Segera aku kompres dahinya. Dari tadi siang juga Keysha sudah tidak mau makan, minum ataupun menyusu.
Mas Anto menyarankan agar besok saja dibawa ke klinik. Sekarang sudah malam. Takut kena angin malam malah makin parah. Aku mengiyakan. Semalaman Keysha diam tak bersuara. Bibirnya semakin pucat. Aku mulai panik. Namun mas Anto meyakinkan bahwa tidak perlu panik. Baru sehari Keysha kena demam. Jadi tidak mungkin akan terjadi apa-apa

Pukul 03.00 dinihari, tiba-tiba saja Keysha muntah. Aku kaget dan langsung membangunkan mas Anto. Memintanya mengantar kami ke klinik untuk berobat. Lagi-lagi mas Anto mengatakan tidak perlu buru-buru. Aku mulai kesal. Aku mencoba untuk meredam emosi dan mulai membaluri badan Keysha dengan minyak kayu putih. Berharap ini hanya kembung biasa. Sejam kemudian Keysha mulai muntah lagi. Kali ini tanpa isi. Hanya cairan kuning. Setengah menangis aku membangunkan mas Anto. Dengan sedikit cemas, akhirnya dia pun mau mengantar kami.

Sesampainya di klinik, seorang perawat langsung menangani anak kami. Tak lama, seorang dokter muncul dan mulai memeriksa. Aku melihat ke arah Keysha. Betapa dia diam tak bergerak. Bibirnya pucat sekali. Rasa takut langsung menyerang ku. Entahlah aku memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Aku berharap semoga ini hanya sakit biasa. Dokter memeriksa lengan Keysha, seperti memeriksa denyut nadi. Bolak-balik memeriksa dengan stetoskop dan menekan dadanya. Tak lama sang dokter menatapku dan mulai bersuara. Tiba-tiba saja suaranya nyaris tidak terdengar. Pandangan ku kabur. Aku seakan tidak mampu bernafas. Aku langsung mendekap Keysha. Seakan tidak percaya apa yang sedang terjadi. Hatiku hancur sehancur-hancurnya. Aku mulai menangis dan memanggil Keysha.

Hari itu menjadi hari terakhir kebersamaan kami. Aku dan Keysha. Tak pernah terbayangkan sama sekali berpisah dengannya. Namun sudah menjadi takdir Allah. Hatiku kosong. Aku menjadi pendiam. Lalu, hatiku berkata agar aku mencari kesibukan mengisi kekosongan ini. Tak butuh waktu lama, hari-hariku disibukkan dengan mengikuti pengajian kesana kemari. Mengisi kekosongan setelah kehilangan Keysha. Perlahan aku mulai menyadari sesuatu. Aku selalu mengeluh untuk rezeki yang telah kuterima. Bahkan sering khawatir dengan kebutuhan dan masa depan Keysha. Kini, sudah tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Karena Keysha sudah berada di sisi-Nya. Yang Maha Mengasihi melebihi ibunya.

Sebagai seorang istri pun aku tidak bertanggung jawab dan lebih menuntut pada suami. Sama sekali tidak peduli dengan masalahnya. Bahkan seringkali melawan dan berteriak. Tidak ikhlas menerima nafkah yang sudah ia berikan.

Kepergian Keysha menjadi pelajaran berharga bagiku. Bahwa, Allah sudah mengatur rezeki setiap makhluk-Nya. Lalu untuk apa khawatir tentang masa depan yang belum ada. Percayalah, Allah memberikan rezeki sesuai kebutuhan hamba-Nya. Tugas kita hanya berusaha dan berdoa.
Diubah oleh evisukmaniati13 23-05-2019 03:24
mbak.farAvatar border
anasabilaAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.3K
29
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan