○○○○○○○
hujan sore di waktu menunggu adzan maghrib menambah teduhnya suasana.
Menunggu maghrib adalah waktu yang sangat Aku nanti-nantikan.
Sudah hampir pertengahan bulan puasa ramadhan, namun aku tetap menjalaninya dengan santai, Aku berpuasa selang-seling, kadang berpuasa kadang tidak, tergantung kemampuanku dalam menahan lapar.
Memang dari kecil aku jarang sekali berpuasa sebulan penuh. Ada saja godaan yang membuatku batal, dan hal yang paling tak bisa kutahan, godaan untuk meminum minuman segar dengan es didalamnya.
Aku kadang sembunyi-sembunyi untuk meminum air karena tenggorokanku yang kering kerontang.
○○○○○○○
Perkenalkan namaku Satria, usiaku masih 17th Aku adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara. Dalam keluarga kami, selalu menjadi tradisi bahwa jika kami kuat berpuasa 1 bulan penuh maka akan mendapatkan hadiah berlibur dari ayah dan ibuku.
Aku selalu mendapatkan hadiah dari ayah dan ibuku karena aku puasa sebulan penuh. Itu adalah kebohongan terbesar yang aku lakukan. Dalam hati ada perasaan bersalah karena berbohong, namun aku juga malu jika tidak berpuasa penuh, sedangkan semua saudara lelakiku rata-rata berpuasa sebulan penuh.
○○○○○○○
Suatu ketika, saat aku pergi ke rumah bibi yang tidak jauh dari rumahku, Aku bertemu dengan kakek-kakek yang duduk sambil membawa plastik rombengan yang sudah ia kumpulkan.
Saat aku mendekatinya aku mengobrol singkat, karena dia searah dengan rumah bibiku.
Quote:
"Bapak ini hebat ya, puasa-puasa sudah membawa banyak barang bawaan," kemudian bapak ini menoleh ke arahku dan berkata.
"Menurut sebagian orang sampah-sampah ini tiada artinya, namun bagi orang lain sampah ini bisa menjadi sumber kehidupan orang lain".
"iya pak, kan sampah ini bisa di daur ulang untuk menghasilkan uang".
" Bukan hanya itu nak, bayangkan jika sampah plastik ini menumpuk dan tidak di olah, akan menimbulkan masalah, serta lingkungan akan menjadi rusak".
"Benar pak, berapa lama bapak mengumpulkan sampah sebanyak ini?"
"Sejak tadi pagi nak".
"Apakah bapak tidak merasa terganggu dengan aroma sampah ini pak?"
"Sudah biasa nak, awalnya saja, sekarang sudah biasa, seperti hati manusia yang kotor jika tidak di bersihkan akan menjadi sampah, dan tidak bisa digunakan lagi, mendengar kata-kata bapak tersebut yang semakin dalam, aku memutuskan untuk berjalan mendahuluinya dan berpamitan.
Sesampainya di rumah bibiku, umi kulsum namanya, aku segera memberikan barang yang dititipkan ibuku untuk bibi.
Quote:
"Wah Satria sudah sampai, terimakasih ya barangnya." Aku dan bibiku memang sudah akrab karena dulu bibiku sempat ikut tinggal bersama kami, karena suaminya belum memiliki pekerjaan, dan menumpang di rumah kami. "iya bi, cuaca juga panas banget nih?"
Kemudian bibiku bertanya, "Di dapur ada es loh sat, bibi yakin kamu gak puasa",
" Ah, bibi ni, masak aku sudah dewasa gak puasa? "
"Bibi kan tau kamu sat, nggak betah banget sama cuaca panas, dulu aja kamu sering sembunyi-sembunyi minum, ketahuan bibi, pake nggak ngaku lagi, nanti ibu bilangin ibumu ya!"
"iya-iya bi, aku memang nggak puasa, tapi kemarin puasa kok,"
"Kamu pasti takut dimarahi ibumu, makanya kamu bohong".
"Iya bi, sampai saat ini aku nggak berani bilang ke ibu kalo nggak puasa, ibu kan galak, lagian aku malu sama lainnya kalo nggak puasa"
"Tapi, kamu harus mencoba jujur, dan sebisa mungkin puasa, masak kamu malu sama saudara tapi nggak malu sama Allah? ".
"Iya bi, ini aku usahaain puasa penuh, tapi tetep nggak kuat".
" Ya sudah, kamu istirahat saja dulu di dalam."
Bibiku saat ini menjadi istri seorang manager di salah satu perusahaan pupuk swasta. Kehidupannya sudah jauh lebih baik dari pada dulu, dan dia juga tidak pernah lupa akan kebaikan-kebaikan saudara yang dulu pernah menolongnya saat terpuruk, setelah suaminya di PHK, di salah satu pabrik tekstil.
Setelah aku berbincang dan bersantai, tiba waktunya aku pulang, di dalam perjalanan menuju rumah aku melihat bapak pemulung tadi yang mengobrol denganku, tiba-tiba ia terserempet motor tepat di depanku. Aku segera membantunya bangun, dan menanyakan keadaannya, untunglah tidak terdapat luka yang parah hanya lecet di lutut dan sikunya. Aku segera memapahnya dan membawanya ke puskesmas terdekat dan kata dokter tidak ada luka serius, kakek bisa istirahat di rumah beberapa hari. Aku juga membantunya pulang dengan memberhentikan becak motor yang lewat.
Sesampainya di alamat yang beliau sampaikan, Aku sangat terkejut, dimana keadaan rumah yang hampir roboh, dengan dinding kayu terbuat dari anyaman bambu, dan atap yang penuh lubang. Aku sedih melihat keadaan kakek tersebut, dan kuantarkan sampai kedalam rumah.
Quote:
"Kakek, tinggal dengan siapa?"
Tak lama seorang anak lelaki berusia 13 tahun datang menghampiri kakek tersebut dengan tergesa-gesa.
"Ya Allah kakek, kakek kenapa? Apanya yang sakit kek?"
"Kakek adik, tadi terserempet motor, dan pengemudinya kabur."
"Kakak ini siapa?"
"Nama saya Satria, saya hanya kebetulan lewat dan membantu kakek adik. Apakah adik ini keluarga kakek?"
"Iya, saya adalah cucu kakek, apakah kakek sudah di bawa berobat?"
"Sudah, tadi saya bawa ke puskesmas terdekat, dan kata dokter tidak ada luka serius, kakek butuh istirahat beberapa hari di rumah"
"Alhamdulillah kek, aku tidak punya siapa-siapa selain kakek, terimakasih banyak ya kak, sudah membantu kakek saya, Semoga amal kakak di balas Allah SWT"
"Iya, Amin dik. Kakak mau permisi dulu".
Saat aku beranjak pergi, aku mendengar ucapan anak tersebut, "Kakek apa masih puasa?"
"iya cu, kakek masih puasa".
"Dibatalin aja kek, minum obat dulu!"
"Jangan cu, tanggung toh kata dokter kakek nggak apa-apa, sudah antarkan kakek ke dalam saja"
Aku terheran-heran, dengan kondisi sakit seperti itu kakek tersebut tidak mau membatalkan puasa, sedangkan diriku yang sehat ini, dengan mudahnya batal puasa tanpa sebab yang jelas.
Aku malu sebenarnya melihat kakek yang sangat kuat padahal usianya sudah sangat sepuh.
Dirumah aku berfikir dan menyadari betapa lemahnya iman yang kumiliki.
○○○○○○○
Esok harinya aku berniat mengunjungi tempat kakek tersebut.
Quote:
"Assalamu alaikum Warahmatullahi wabarokatuh"
"Walaikum salam warhamatullah hiwabarokatuh, oh nak satria, silahkan masuk!"
ucap kakek.
"Bagaimana keadaan kakek?"
"Alhamdulillah sudah mendingan nak satria? Apakah nak satria puasa?"
"Aku terkejut menjawabnya, karena aku memang sedang tidak berpuasa".
"Maaf, apakah nak satria tidak berpuasa?"
Aku menjawab dengan lirih "Tidak kek", entah mengapa aku berani berkata jujur.
"Oh, iya nak."
"Mengapa kakek masih berpuasa, sedangkan kakek sedang sakit?"
"Nak, puasa ramadhan adalah bulan penuh rahmat dan berkah, bulan yang belum tentu kita temui kembali tahun depan, seperti kakek yang tua ini, mungkin ini adalah puasa terakhir yang bisa kakek jalani, dan kakek tidak ingin menyia-nyiakannya, pintu ampunan dibuka, amalan dilipat gandakan, bagaimana kakek tidak bahagia menyambut bulan ini, kakek tidak tau seberapa besar dosa-dosa kakek, maka kakek ingin melaksanakan puasa dengan harapan mendapatkan amal yang banyak nak."
"Maaf jika kakek terlalu mengguruimu ya nak, kakek hanya memberikan sedikit wejangan tentang makna puasa"
" Aku malu mendengarnya, bagaimana tidak Aku sudah melakukan banyak dosa, terutama berbohong kepada ibuku selama ini, bagaimana jika aku tidak bisa menebus semua dosaku? Aku sangat takut".
"Setelah itu aku berpamitan kepada kakek, dan berjanji mengunjunginya kembali esok"
Sesampainya dirumah aku langsung menemui ibuku, dan meminta maaf jika selama ini Aku sering berbohong tidak puasa, hanya karena takut dan malu kepada saudaraku.
Tanpa kusadari, ibuku langsung memegang pundakku dan berkata,
Quote:
"Ibu sudah tau nak, kalo kamu sering tidak berpuasa, ibu pernah melihatmu minum, naluri ibu juga berkata jika kamu berbohong saat ibu bertanya kamu puasa atau tidak, namun ibu sadar, bahwa kamu masih belum menyadari pentingnya berpuasa, ibu selalu berdoa agar engkau mendapatkan hidayah, dan Alhamdulillah hari ini doa ibu diijabah, ibu tidak marah nak."
"Iya bu, maafkan aku, aku akan mencoba berpuasa sebulan penuh dengan niat karena Allah, yang telah membuatku berhijrah menjadi lebih baik."
"Alhamdulillah nak, semoga Allah memberikan kekuatan kepadamu"
○○○○○○
Aku pergi menjenguk kakek yang telah membukakan pintu hatiku untuk berpuasa, di tengah teriknya matahari aku terus berjalan, dan entah mengapa rasa haus yang aku rasakan tidak terlalu besar. Mungkin Allah memberikan aku berkah kekuatan.
Sesampainya di rumah kakek, Aku terkejut sekali mendapati bendera kuning yang menandakan sesuatu.
Banyak orang yang datang ke rumah kakek untuk melihat dan mendoakan kakek.
Quote:
"Ya Allah, Kakek....."
Aku segera berlari masuk, dan kudapati kakek telah terbungkus kain kafan, dengan tangisan orang-orang dan cucunya disebelahnya.
"Kakek kenapa?" ucapku.
" Kak, kakek meninggal dunia tadi pagi setelah shalat subuh, beliau meninggal dalam keadaan bersujud".
Subhanallah kakek meninggal dalam keadaan suci, dan khusnul hotimah. Aku sangat sedih dan mendapatkan banyak pelajaran atas semua ilmu yang kakek berikan.
"Mengapa kakek pergi secepat ini? Aku masih ingin banyak belajar padamu kek", Aku menangis terisak, Aku segera membacakan doa, dan ikut menguburkan kakek ke liang lahat.
"Kakek semoga apa yang engkau berikan kepadaku menjadi pahala yang menghapuskan dosa-dosamu,
Dan pelajaran berharga ini akan membuatku semakin yakin bahwa kematian akan tiba kapanpun, bertaubatlah sebelum terlambat".
"Selamat jalan kakek"
sumber: Inspirasi pribadi