- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Dunia Malam Yang Kutinggalkan


TS
benzia
Dunia Malam Yang Kutinggalkan
Quote:
Quote:
Quote:
Namaku Andi, umur 22 tahun, tinggi 170 cm, dengan berat 56 kg. Ya, seperti yang agan/sista pikirkan, perawakanku memang dengan tubuh yang sedikit kurus dengan kulit sawo matang. Aku telah hampir 3 bulan meninggalkan kampung halaman ke ibu kota Jawa Timur untuk mengadu nasib, namun sayang setelah 8 bulan menetap di Surabaya, tak ada pekerjaan yang aku dapatkan. Meskipun selama di Surabaya saya tinggal di rumah pakdhe dan membantu usaha warung kopinya, namun terlalu lama hidup numpang disana membuatku malu.
Sampai suatu hari ketika aku baru bangun tidur, hp-ku bunyi dan dengan senang saya melihatnya berharap ini adalah panggilan interview, tapi setelah kulihat ternyata notifikasi whatsapp dari teman semasa SMA-ku dulu yang bernama Erik. Sejak lulus SMA, Erik memang mengikuti orang tuanya tinggal di surabaya. Kabar terakhir yang kudengar dia meneruskan bisnis papanya.
Erik: Halo bos, gimana kabarnya? Katanya temen-temen, kamu sekarang merantau ke surabaya ya?
Aku: Kabar baik koh, iya nih aku sekarang tinggal di surabaya sama pakdheku.
Erik: Gimana udah dapat kerja apa belum bos?
Aku: Belum koh, aku sudah kirim lamaran kemana-mana tapi belum ada hasilnya.
Erik: Gimana kalau nanti malam kamu ke tempatku, aku ada tawaran kerjaan nih tapi kita ngobrol-ngobrol dulu ya, siapa nanti kamu cocok.
Aku: oke mas, lanjut nanti malam ya.
Malam itu aku pergi ke tempat yang diberi tahu oleh Erik, lumayan jauh sih dari rumah pakdhe ku. Sesampainya disana aku melihat sebuah ruko dan Erik bersama dua orang pria duduk didepan ruko tersebut sambil merokok. Setelah berkenalan, aku tahu mereka adalah Yudi dan Doni. Erik memberi tahu kalau dia mau membuka usaha panti pijat di ruko milik papanya dan menawariku untuk menjadi pengawas di tempat usahanya. Aku sebenarnya kurang begitu sreg, tapi apa boleh buat, gelar S1-ku tidak menjamin kehidupanku, aku sudah lama menganggur, kini ada kesempatan aku bisa memperoleh penghasilanku sendiri. Singkat kata sebulan setelah pertemuanku dengan Erik, panti pijat ini resmi dibuka. Aku tidak sendirian dalam mengawasi panti pijat itu ada Yudi dan Doni yang membantuku mengawasi bisnis ini, mereka berdua adalah teman akrab Erik.
Ruko ini ada tiga tingkat, di lantai bawah kami sengaja kosongkan sebagai tempat parkir, lantai dua terdiri dari beberapa sekat kamar, dihitung-hitung ada sekitar 10 kamar, lantai tiganya hanya ada dua kamar kosong dan satu ruangan yang sangat luas. Sepuluh kamar di lantai dua dijadikan tempat praktek pijat, sedangkan lantai tiganya untuk tempat kami berkumpul. Erik memintaku untuk mempergunakan satu kamar sebagai tempat tinggalku, dia tidak ingin aku terbebani karena sudah lama menumpang di rumah pakdhe. Tempat sudah siap, walaupun dengan tenaga seadanya, kami tetap semangat. Seminggu setelah pembukaan, tempat kami mulai ramai pelanggan yang datang. Seperti yang agan/sista tahu, dalam bisnis dunia malam seperti ini, tentu saja sangat mudah mendapatkan uang dan kesenangan duniawi. Kencan dengan wanita penghibur, menjadi germo, minum minuman beralkohol hingga narkotika akrab dengan hidupku hari lepas hari. Beruntung selama menggeluti hal-hal tersebut, aku belum pernah berurusan dengan pihak yang berwajib.
Setelah lima tahun hidup penuh maksiat, ada satu momen yang menjadi titik balik kehidupanku. Yaitu, saat mendengar kabar dari ibuku bahwa ayahku yang tinggal di Nganjuk meninggal dunia karena serangan jantung. Kehilangan sosok ayah menjadi hantaman paling keras dalam hidupku. Walau sudah berusaha keras, aku seakan tidak bisa menerima kenyataan ayahku telah tiada. Terlebih aku yang tinggal di Surabaya, kini sudah lama hidup terpisah dari keluarga dan lama tidak pulang kampung. Setelah kejadian tersebut ibu membujukku untuk kembali tinggal di Nganjuk. Saat itu aku benar-benar seperti di sebuah persimpangan, di satu sisi aku akan kehilangan mata pencaharianku selama ini tapi di sisi lain aku tidak mau menentang keinginan ibuku. Tinggal di kampung membuatku lebih sering termenung. Rasanya hidupku selama ini jauh dari jalan Allah, aku hanya mengejar duniawi tanpa memikirkan bagaimana kedua orang tuaku. Suatu hari aku bertemu Pak Abdulah, sahabat almarhum ayahku yang selama ini menjadi imam masjid di kampungku. Beliau mengajakku mengobrol di halaman masjid kampungku.
Pak Abdul: Le bapak tau hatimu sekarang masih bersedih karena ditinggal ayahmu. Tapi kamu harus bangkit karena kamu masih punya ibu dan adik yang membutuhkanmu.
Aku: Iya pak, rasanya aku menyesal karena selama ini sibuk dengan urusan duniawi sampai melupakan kedua orang tuaku, apalagi saat ayahku meninggal aku tidak berada disampingnya.
Pak Abdul: Bapak paham le. Terus gimana, kamu mau balik ke surabaya atau tinggal di kampung?
Aku: Aku juga bingung pak. Aku mau balik tapi... (Aku terdiam sejenak.)
Pak Abdul: Tapi apa le?
Aku: Sebenarnya selama ini aku bekerja di panti pijat plus pak, disana memang uang yang aku dapat banyak, tapi setelah kejadian ayahku meninggal, aku seperti mendapat teguran dari Allah. Selama ini aku juga tidak berbicara jujur tentang pekerjaanku kepada orang tuaku pak.
Pak Abdul: Astafirullah... Jadi selama ini kamu kerja di tempat seperti itu le. Bapak berharap kamu bisa kembali ke jalan yang diridhoi Allah.
Aku: Iya pak, aku sebenarnya ingin bertobat. (Sambil menangis dan memeluk Pak Abdul.)
Karena waktu sudah menunjukkan waktu sholat maghrib, akhirnya Pak Abdul mengajakku sholat berjamaah di masjid. Keesokan harinya aku kembali menemui Pak Abdul untuk menyampaikan niat untuk berhijrah di jalan Allah, akupun memantapkan diri dan terus menggali ilmu agama. Pelan-pelan aku mulai belajar mengaji dibimbing Pak Abdul, aku juga selalu melaksanakan sholat lima waktu yang selama ini sudah kutinggalkan. Setelah dekat dengan Allah lagi, alhamdulillah aku merasakan hati menjadi lebih tenang dan mendapat satu kenyamanan yang begitu luar biasa. Hal seperti ini tidak pernah aku rasakan dulu. Karena aku sudah meninggalkan bisnis dunia malam di surabaya, untuk menyambung hidup di kampung, aku meneruskan usaha mie ayam bakso yang selama ini ditekuni oleh almarhum ayahku.
Quote:
Jalan Allah itu panjang, akan tetapi kita menempuhnya layaknya kura-kura dan tujuannya bukanlah saat engkau sampai pada ujung jalannya, tetapi tujuannya ialah dengan engkau mati di atas jalan tersebut.
(Syaikh al-Albaniyahai)
(Syaikh al-Albaniyahai)
Diubah oleh benzia 12-05-2019 09:59






swiitdebby dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1K
Kutip
2
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan