- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Neraca Perdagangan Kian Terpojok


TS
db84x3
Neraca Perdagangan Kian Terpojok

oleh Haedar Ardi Aqsha
Pesta demokrasi akbar rakyat Indonesia telah usai. Siapa pun yang terpilih menduduki kursi presiden dan wakil presiden nantinya, harus siap dengan berbagai tantangan yang akan dihadapi dalam memimpin bangsa. Bayang-bayang merosotnya pertumbuhan perekonomian global tahun 2019 merupakan salah satu tantangan yang telah menanti.
Berdasarkan publikasi International Monetary Fund (IMF) yang berjudul World Economic Outlook, pertumbuhan ekonomi global tahun 2019 diperkirakan hanya sekitar 3,3 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dari capaian pertumbuhan ekonomi global tahun 2018 silam yang mencapai 3,6 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang jauh menurun dari pertumbuhan ekonomi tahun 2018, disebabkan belum meredanya perang dagang antara Tiongkok dan Amerika, ancaman Brexit, serta pengetatan keuangan global.
Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 mencapai angka 5,3 persen. Namun, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam dan luar negeri, target tersebut rasanya sulit direalisasikan. Hal tersebut bukannya tanpa alasan. Salah satu komponen penyumbang pertumbuhan ekonomi, surplus ekspor masih jauh dari kenyataan. Bayang-bayang defisit neraca perdagangan masih menghantui Indonesia.
Setelah mengalami defisit neraca perdagangan yang mencapai 8.566,4 juta dollar AS tahun 2018, kini neraca perdagangan Indonesia belum juga menunjukkan perbaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat triwulan pertama tahun 2019, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar 193,4 juta dollar AS. Angka tersebut masih berpotensi terus membengkak seperti tahun 2018 silam.
Mengembalikan tren neraca perdagangan ke jalur positif di tengah keadaan perekonomian dunia yang penuh ketidakpastian merupakan sebuah pekerjaan berat. Menekan impor saja tidak mampu untuk membuat neraca perdagangan kembali ke jalur positif.
Padahal, berbagai kebijakan untuk mengerem laju impor sudah diberlakukan, di antaranya penerapan B20, menaikkan PPh impor terhadap 1.147 komoditas, hingga penundaan beberapa program pembangunan infrastruktur yang mayoritas membutuhkan bahan baku impor. Becermin dari pengalaman tahun 2018, selain berusaha menekan laju impor, pemerintah juga harus menstimulus laju ekspor.
Memprihatinkan
Jika melihat empat tahun ke belakang (2015–2018), pertumbuhan ekspor Indonesia cukup memprihatikan. Selama empat tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan laju ekspor hanya sekitar 5 persen setiap tahunnya. Laju pertumbuhan ekspor tersebut jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan impor yang mencapai 11,47 persen setiap tahunnya.
Berdasarkan data tersebut, mau tidak mau, pemerintah harus menggenjot ekspor. Namun, untuk menggenjot ekspor tahun 2019 tidaklah mudah. Kedua komoditas andalan yang menopang ekspor Indonesia nasibnya sedang berada diujung tanduk. Batu bara dan Crude Palm Oil (CPO) diprediksi akan mengalami penurunan permintaan ekspor sepanjang tahun 2019.
Penyebab utamanya mitra dagang terbesar Indonesia, Tiongkok, diprediksi mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi tahun 2019. Awal bulan maret lalu, Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang, dalam pembukaan parlemen tahunan negara, menyampaikan bahwa target pertumbuhan ekonomi Beijing berada di kisaran 6-6,5 persen. Target tersebut lebih rendah dari realisasi pertumbuhan ekonomi tirai bambu tahun 2018 sebesar 6,6 persen yang merupakan pertumbuhan terendah sejak 1990.
Indonesia harus waspada dalam menyikapi melemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok karena selama ini Beijing merupakan pangsa ekspor terbesar Indonesia. Tahun 2018 silam, sekitar 15 persen dari total ekspor Indonesia bermuara ke Tiongkok. Apalagi, terlebih lagi, mayoritas komoditas yang diekspor ke Tiongkok adalah batubara dan CPO.
Selain masalah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melambat, performa ekspor Indonesia juga dihantui pangsa pasar CPO yang semakin menyempit. Setelah India memberlakukan bea impor CPO yang cukup tinggi mulai bulan Maret 2018 silam, kini Uni Eropa sedang melakukan penjajakan kebijakan tidak direkomendasikannya CPO sebagai bahan bakar nabati di wilayah Eropa.
Meskipun keputusan resmi pelarangan CPO sebagai bahan bakar nabati di Eropa masih menunggu sidang jajak pendapat pada tanggal 5 Mei 2019, jika kebijakan tersebut resmi disahkan, tentunya akan menjadi pukulan telak Indonesia. Sebab Uni Eropa merupakan pangsa ekspor CPO kedua Indonesia setelah India.
India dan Eropa merupakan dua pangsa pasar ekspor CPO terbesar Indonesia. Sepanjang tahun 2017, ketika India belum mengenakan tarif bea impor CPO, total ekspor CPO Indonesia ke India mencapai 7,63 juta ton. Namun, setalah diberlakukannya bea impor, ekspor CPO Indonesia ke India menurun drastis. Tercatat tahun 2018 ekspor CPO Indonesia ke India hanya 6,71 juta ton atau turun 12 persen dari tahun sebelumnya.
Belum juga permasalahan dengan India selesai, kini muncul problem baru di Eropa. Bahkan kondisi di Eropa lebih buruk dari India. Jika India hanya membebankan bea impor, Uni Eropa justru berpeluang menutup pintu keran impor CPO. Jika berita terburuk itu terjadi, benar-benar menjadi pukulan telak Indonesia.
Melihat kondisi sekarang, memperluas pangsa pasar dan variasi komoditas ekspor harus segera diupayakan. Selama ini, 70 persen ekspor Indonesia bergantung pada lima negara saja: Tiongkok, Jepang, AS, India, dan Singapura. Dengan melihat prospek ekonomi negara-negara tersebut, sudah selayaknya Indonesia memperluas mitra-mitra dagang baru.
Negara-negara Afrika bisa menjadi alternatif pasar ekspor. Beberapa negara Afrika yang memiliki pangsa pasar cukup menjanjikan antara lain Afrika Selatan, Kenya, dan Nigeria. Selain itu, pemerintah juga harus mampu menambah variasi komoditas ekspor andalan.
Dengan diluncurkannya peta jalan revolusi industri 4.0 tahun lalu, diharapkan sektor manufaktur Indonesia ke depannya dapat lebih bersaing dengan negara-negara maju. Telah ditetapkannya lima sektor prioritas: industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia diharapkan mampu mendongkrak ekspor Indonesia. Semua itu bis terwujud jika terjalin kerja sama yang baik antarkementerian dan kesadaran bangsa untuk terus maju serta berbenah. Penulis meminati masalah ekspor
http://www.koran-jakarta.com/neraca-...kian-terpojok/

Meroket




ZenMan1 dan User telah dihapus memberi reputasi
2
2K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan