- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Ke Mana Kita Selanjutnya?


TS
darrenkirana
Ke Mana Kita Selanjutnya?

Ke Mana Kita Selanjutnya?
Wahai murid-murid berprestasi yang selalu mendengarkan di kelas, duduk di baris depan, mampu mengerjakan soal di papan, dan tidak pernah mengecewakan terutama dalam hal pelajaran. Siapa yang tidak ingin menjadi kalian kala itu, dengan tingkat intelektual dan kerajinan yang tinggi, tak pernah sekalipun dimarahi apalagi dicaci maki.
Apa daya kami yang duduk diam selama lima menit pun tak betah, apalagi fokus mendengarkan selama dua jam pelajaran. Setiap hari, bangku di baris belakang selalu ada untuk kami tempati, ya kami para tukang onar. Tak perlu datang paling pagi untuk dapat duduk di baris belakang, karena tempat itu selalu kosong, barangkali mereka tahu bahwa itu adalah bagian dari kami, bagian dari tukang onar, dan mereka tak mau menjadi bagian dari itu.
Semakin sulit terlihat oleh guru, semakin bagus posisi itu, itulah mengapa kami memilih untuk duduk di baris belakang, merasa tak terlihat, walau kenyataannya masih saja sering ditegur. Baris belakang telah menjadi kehidupan yang mewarnai hari-hari kami di bangku sekolah menengah, banyak keusilan yang diperbuat oleh penghuninya. Membuat lelucon tentang guru-guru menjadi favorit kami, terutama guru yang menurut kami paling menyebalkan, guru yang selalu mengganggu aktivitas kami di baris belakang.
Saat SD, kami tidaklah dikenal sebagai tukang onar, malah beberapa dari kami pernah mencetak juara kelas, entah mengapa seiring jalannya waktu, tingkat kerajinan kami menurun. Entah ini berlaku hanya untuk kami, atau juga para penghuni baris belakang di sekolah lainnya, yang pasti fenomena ini akan selalu menjadi misteri masa sekolah tinggi.
Bermain kartu menjadi alternatif saat kami bosan ataupun saat guru “killer” sedang mengajar dan kami takut mengganggu jalannya kelas dengan lelucon-lelucon kami sehingga permainan kartulah yang kami pilih. Tak bersuara dan tak banyak gerak, tetapi cukup seru apalagi dengan taruhan, entah itu melakukan hal-hal bodoh seperti menyatakan cinta ke primadona kelas, ataupun mentraktir para penghuni baris belakang. Akan tetapi, kami tetap saja sering ketahuan, entah ilmu apa yang dimiliki para guru, segala cara telah kami lakukan agar aktivitas kami tak terdeteksi, namun begitulah pada akhirnya, kartu kami selalu disita, entah berapa pak kartu yang sudah kami ‘sumbangkan’ ke para guru.
Berbagai hukuman sudah pernah kami jalani, mulai dari disetrap di depan kelas, sampai lari tujuh kali keliling lapangan, tetapi hukuman terberat yang paling menakutkan adalah saat orang tua kami dipanggil karena perbuatan kami, karena kami tahu hukuman lebih berat akan menanti, entah itu pengurangan uang saku, dipukul pengki, hingga rotan yang menanti.
Satu hal yang memudahkan kami menjalani hukuman tersebut adalah kebersamaan, barangkali itulah satu hal yang kami pelajari. Hampir semua hal yang kami lakukan selalu bersama, mulai dari makan siang, bermain sepak bola, maling mangga tetangga, menyulut rokok dan meneguk bersloki-sloki arak bersama.
Masa tersebut tak terasa sudah berlalu, berlalu begitu cepat bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya. Jika yang buruk selalu dipercaya akan berakhir, tak terkecuali yang baik. Waktu pun terus berjalan ke depan, tak pernah ia memutar balik sebagaimana pun kita memohon. Kini saatnya kami memasuki jenjang selanjutnya yang telah didesain sedemikian rupa oleh lingkungan dan masyarakat, yaitu jenjang perkuliahan.
Memilih jurusan kuliah pun tak semudah membalik telapak tangan, berbagai alasan pun muncul, entah tak disetujui orang tua ataupun kami yang belum menemukan apa yang kami inginkan. Mencari jurusan yang cocok sanggatlah sulit, terkadang kami yakin dengan pilihan kami di awal, tetapi goyah di tengah perjalanan, dan baru menyadari bahwa ini bukan yang kami inginkan, entah itu karena menemukan renjana, ataupun hanya menyentuh titik jenuh dalam perjalanan memang sulit dibedakan.
Di dunia jenjang perkuliahan, semua harus dimulai dari awal, kebiasaan-kebiasaan masa lalu tidak dapat dibawa ke jenjang ini, mulai dari bangun pagi, mencuci pakaian, mengurus keuangan, hingga sistem kebut semalam yang sudah tak relevan di jenjang perkuliahan. Kini tanggung jawab pun semakin terasa, jauh dari teman dan keluarga mengajarkan kita banyak hal, mengajarkan kita untuk keluar dari zona nyaman. Entah itu akan berakhir lebih baik atau buruk dari sebelumnya, yang pasti semua tak akan lagi sama.
Banyak yang mampu beradaptasi dan menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi tak sedikit pula yang hilang arah. Kebebasan yang didapat menjadi bumerang bagi kami, mulai dari pergaulan dan lingkungan yang kurang baik hingga sulit untuk masuk ke dalam lingkup sosial yang ada. Ia adalah mereka yang tidak dianggap ataupun mereka yang dilupakan. Senyaman-nyamannya seseorang dengan kesendirian, pada satu titik pun mereka ingin didengar, karena mereka juga manusia, yang pada dasarnya adalah makhluk sosial.
Tidak sedikit yang berujung depresi, apalagi di usia remaja yang masih dini. Depresi bisa menjadi proses pendewasaan diri jika kita melihat dari sisi positif, beberapa diantarnya adalah mengajarkan kita untuk menjadi benar-benar diam dan mendengarkan isi hati kita yang terdalam, yang jarang kita jelajah dan kita dengarkan, karena sering kali tertutup bisingnya dunia yang saling melempar kata. Berkaca kepada diri sendiri, apa yang kurang dan apa yang perlu ditingkatkan. Bertanya kepada diri sendiri, apa yang sebenarnya kita cari, belajar untuk lebih mengenal diri sendiri dan menyukuri apa yang telah kita miliki. Semua proses yang dilalui, membuat kita menjadi pribadi yang lebih utuh, walaupun membutuhkan proses yang cukup lama, tetapi ingatlah, semua akan berakhir, entah itu baik ataupun buruk.
Hari demi hari berganti, sebentar lagi, dunia perkuliahan akan berakhir. Sedari kecil kita selalu di tunjukan jalan oleh orang tua dan lingkungan sekitar, taman kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas lalu yang terakhir kuliah, lalu? Mencari pekerjaan? Melanjutkan sekolah? Mendirikan bisnis? Apa pun itu, kita yang menentukan sendiri, karena di sinilah dunia yang sesungguhnya dimulai. Jadi, ke mana kita selanjutnya?
Diubah oleh darrenkirana 06-05-2019 21:11
0
366
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan