Ya, begitulah. Anggap saja tadi itu sebuah puisi untuk keluarkan unek-unek. Walaupun bukan orang yang puitis, setidaknya sudah berusaha.



Bicara mengenai puisi, sering banget muda-mudi menulisnya untuk pujaan hatinya. Entah itu pujaan hati yang sudah dimiliki, yang tlah lama tak kembali, atau pergi tanpa ada kejelasan yang pasti.

Dengan banyaknya puisi yang ditulis oleh khalayak ramai ini, media sosial menjadi penuh dengan puisi. Coba deh, telusuri di pencarian media sosial kalian tentang puisi. Bejibuuuuuunnn !

Tiap harinya pasti ada yang posting puisi.

Mau makan, bikin puisi
Minum, nulis puisi
Tidur, ngarang puisi
Melek, cari referensi
Ngga ada ide, ngopi di buku puisi

Bukan hanya foto saja yang diposting, bahkan captionnya pun serong menggunakan puisi. Lihat saja di media sosial agan dan sista.



Bagaimana dengan yang patah hati ?



Cocok banget puisi dijadikan pengungkapksn benci pada kata rindu. Ngomongnya benci, padahal kenangannya masih tergores rapi di dalam hati. Kamuflase yang bagus bukan ?

Begitulah nasib puisi kini. Walau terkadan digunakan untuk menyindir, tapi tentu saja bila ditelaah lebih dalam bisa kita sadari, bahwa puisi tersebut hanya untuk diri sendiri.

Tak lama ini, ane baca puisi lama karya sendiri. Ternyata memang benar, ane malah merasa bahwa puisi tersebut untuk diriku sendiri. Bagai bertemu dengan mantan yang sudah menikah, ane hanya senyum-senyum sendiri saja