- Beranda
- Komunitas
- News
- SINDOnews.com
Nyorog sebagai Ajang Silaturahmi dan Ungkapan Rasa Syukur
TS
sindonews.com
Nyorog sebagai Ajang Silaturahmi dan Ungkapan Rasa Syukur

JAKARTA - Tradisi nyorog dalam menyambut bulan suci Ramadhan saat ini sejatinya konteksnya hanya untuk menjaga tali silaturahmi antar keluarga. Di mana, yang lebih muda datang ke orang yang lebih tua untuk meminta maaf.
Hal itu diucapkan oleh Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra. Namun memang, tradisi nyorog juga dilestarikan agar masyarakat khususnya orang asli Betawi yang beragama Islam tidak lupa terhadap sang pencipta atas apa yang telah diberikan, dalam artian harus pandai bersyukur.
"Tradisi nyorog itu untuk kita memperkokoh. Perkokoh tali kekeluargaan. Seraya itu, kita juga bersyukur kepada yang maha kuasa yaitu Tuhan, bahwa kita diberikan keberkahan di hidup ini, kita mohon. Nah, yang paling utama adalah penghambaan kita," kata Yahya belum lama ini.
Baca Juga:
- 8 Kali Curi Motor dalam 1 Bulan, Begal asal Lampung Ditembak Mati
- Kemiringan Jalur Puncak Dievaluasi dan Kendaraan Besar Dibatasi
- Jaring Besi Setu Parigi Pondok Aren Roboh Diterjang Sampah
Yahya menceritakan, zaman dulu, nyorog merupakan ajang pertemuan keluarga sebelum Ramadhan tiba. Sebab, jarak rumah sanak famili mereka kebanyakan saling berjauhan. Sehingga, nyorog dijadikan sebagai ajang untuk bertemu sekaligus bermaaf-maafan antarkeluarga besar.
"Artinya kita ingat kembali bapak kita, engkong kita, dengan cara itu kita bersilaturahim kepada abang-abang kita, ruwahan istilahnya. Kita nyorog ke abang-abang kita atau adik-adik kita yang masih kurang berkecukupan," terangnya.
Yahya menuturkan, awalnya tradisi nyorog memang ada sebelum masuknya Islam ke Indonesia. Nyorog berawal dari sebuah peristiwa ritus baritan atau sebuah upacara adat yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terkait peristiwa alam. Ritus baritan merupakan refleksi interaksi antara manusia, lingkungan, dan kepercayaan kepada Tuhan.
Nyorog merupakan ritus baritan sedekah bumi. Di mana, pada zaman dahulu, masyarakat sering membawakan makanan atau sesajen untuk dipersembahkan kepada Dewi Sri yang merupakan simbol kemakmuran. Persembahan berbagai sesajen itu lantas dijadikan dimaknai sebagai rasa syukur kepada sang dewi kemakmuran karena telah memberikan tanah, tanaman, dan berbagai bahan makanan kepada kehidupan manusia.
Seiring perkembangan zaman, nyorog lalu menjelma menjadi simbol penghormatan kepada orang-orang yang dituakan. Dalam artian, orang-orang yang berusia lebih muda sowan atau bersilaturahmi ke kediaman para sesepun atau mereka yang dituakan, yakni dengan cara membawakan berbagai makanan.
Konsep tradisi nyorog lanjut Yahya, dijadikan oleh orang asli Betawi sebagai bentuk kesinambungan antar ekosistem yakni, manusia, lingkungan, dan Tuhannya. Sehingga, ada siklus yang saling terkait dalam kehidupan yang melibatkan manusia, lingkungan atau alam, dan Tuhannya.
"Jadi, itu terbentuknya equilibrium. Ada perbaikan ekosistem, jadi kalau ada siklus yang rusak kita benerin, yang bolong kita tutupin. Jadi, me-reduce, reuse, recycle. Jadi ya siklus kita ini kita perbaiki," ujar Yahya.
Sumber : https://metro.sindonews.com/read/140...kur-1556943122
---
Kumpulan Berita Terkait :
-
Nyorog sebagai Ajang Silaturahmi dan Ungkapan Rasa Syukur-
Akhir 2019, Anies Baswedan Targetkan Naturalisasi Selesai-
Tak Ditutup, Satpol PP Minta Rumah Makan Hormati Orang yang Berpuasa0
422
0
Komentar yang asik ya
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan