

TS
santoh
BODHICITTA KEKUATAN WELAS ASIH AGUNG
Boddicitta: pencerahan-pikiran ", adalah pikiran yang berjuang menuju pencerahan, empati, dan kasih sayang untuk kepentingan semua makhluk hidup.
kata itu adalah kombinasi dari kata Sansekerta bodhi dan citta. Bhodhi berarti "kebangkitan" atau "pencerahan". Citta berasal dari akar bahasa Sansekerta cit, dan berarti "apa yang disadari" (yaitu, pikiran atau kesadaran). Bodhicitta dapat diterjemahkan sebagai "pikiran yang bangkit" atau "pikiran pencerahan".
Bodhicitta adalah keinginan spontan untuk mencapai pencerahan yang dimotivasi oleh belas kasih yang besar bagi semua makhluk, disertai dengan keterikatan keterikatan pada ilusi diri yang ada secara inheren.
Pikiran welas asih dan bodhicitta memotivasi seseorang untuk mencapai pencerahan Kebuddhaan, secepat mungkin dan bermanfaat bagi makhluk hidup yang tak terbatas melalui emanasi dan cara-cara terampil lainnya. Bodhicitta adalah kebutuhan yang dirasakan untuk menggantikan penderitaan orang lain dengan kebahagiaan. Karena akhir dari penderitaan adalah nirwana, bodhicitta tentu saja melibatkan motivasi untuk membantu orang lain terbangun (untuk menemukan bodhi).
Seseorang yang memiliki realisasi spontan atau motivasi bodhicitta disebut bodhisattva.
Bodhicitta ada dua, yakni Bodhicitta absolut dan Bodhicitta relatif.
Bodhicitta absolut, cinta yang lebih besar ketimbang emosi apa pun, demikian besarnya sehingga tidak lagi ada yang mencintai maupun dicintai, keduanya melebur menjadi satu. Di dalam cinta yang seperti itu, tidak ada rasa kehilangan, karena cinta kasih ini begitu besar sehingga mencakup segala apa pun. Sunyata, sempurna, luas, dan penuh kegembiraan.
Bodhicitta relatif adalah mengerahkan daya upaya yang mungkin berhasil atau gagal, tugas tanpa akhir, karena hanya ada satu tekad, menolong, menolong dan menolong.
Bodhicitta relatif dibangun atas dasar Bodhicitta absolut.sedangkan Bodhicitta absolut adalah kedamaian tanpa akhir yang mendasari tugas tanpa akhir.
“Makhluk hidup tak terbilang banyaknya, aku berikrar untuk menyelamatkan mereka.” (sebuah ikrar Zen)
Intisari Bodhicitta
[ul]
[li]Kesadaran menuju Pencerahan, Batin Pencerahan, Jiwa Buddha[/li]
[li]Sekalipun manusia tidak menyadari, ia sesungguhnya memiliki Bodhicitta[/li]
[li]Bodhicitta bukan milik individual, karena esa, bersifat transenden[/li]
[li]Dua aspek Bodhicitta: kekosongan (sunyata) dan welas asih (karuna)[/li]
[li]Kekosongan merupakan implikasi praktis kebijaksanaan (prajna) di luar semua dualisme, identik dengan Yang Absolut; sedang welas asih merupakan manifestasi kekosongan atau ketanpa-akuan[/li]
[/ul]
Konsep śunyatā dalam Buddhisme juga menyiratkan kebebasan dari keterikatan dan dari ide-ide tetap tentang dunia dan bagaimana seharusnya.
Beberapa praktik bodhicitta menekankan yang absolut (misalnya vipaśyanā), sementara yang lain menekankan relatif(misalnya metta), tetapi kedua aspek tersebut dilihat dalam semua praktikMahāyāna sebagai hal yang penting bagi pencerahan, terutama dalam praktik-praktik Tibet Tonglen dan Lojong.
Bodhicitta dalam Buddha Tibet (Vajrayana)
Umat Buddha Tibet berpendapat bahwa ada dua cara utama untuk mengolah Bodhichitta, "Tujuh Penyebab dan Efek". "aslinya dari Maitreya dan diajarkan oleh Atisha, dan" Saling Bertukar Diri dan Yang Lain, "diajarkan oleh Shantidewa dan aslinya oleh Manjushri.
Menurut Tsongkapa tujuh sebab dan akibat dengan demikian:
1. Mengenali semua makhluk sebagai ibumu; (Memandang semua makhluk hidup lainnya sebagai ibu kita dalam kehidupan lampau yang tak terbatas, dan merasa bersyukur atas banyak kesempatan di mana mereka merawat kita.)
2. Mengingat kebaikan mereka;
3. Keinginan untuk membalas kebaikan mereka;
4. Cinta;
5. Belas kasih yang luar biasa;
6. Tekad sepenuh hati;
7. Bodhichitta.
Menurut Pabongka Rinpoche metode kedua terdiri dari meditasi berikut:
1. bagaimana diri dan orang lain sama; (Keseimbangan batin adalah salah satu emosi paling luhur dari praktik Buddhis. Ini adalah dasar untuk kebijaksanaan dan kebebasan dan pelindung belas kasih dan cinta, Sang Buddha menggambarkan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan batin sebagai “berlimpah, mulia, tak terukur, tanpa permusuhan dan tanpa niat buruk.”) – Equanimity Meditation
2. merenungkan banyak kesalahan yang dihasilkan dari menghargai diri sendiri;
3. merenungkan banyak sifat baik yang dihasilkan dari menghargai orang lain;
4. perenungan aktual tentang pertukaran diri dan orang lain;
5. dengan ini berfungsi sebagai dasar, cara bermeditasi Praktek Mengambil dan Mengirim (Tonglen), di mana seseorang mengambil rasa sakit dan penderitaan orang lain dengan menghirup dan mengirim mereka cinta, sukacita, dan penyembuhan dengan pernafasan, dan praktik Lojong (pelatihan pikiran) dimana Tonglenmembentuk bagiannya.
Lojong (Tib. བ་ སོང་, Wylie: blo sbyong) adalah praktik pelatihan pikiran dalam tradisi Buddha Tibet berdasarkan serangkaian kata-kata mutiara yang diformulasikan di Tibet pada abad ke-12 olehChekawa Yeshe Dorje. Praktik ini melibatkan penyempurnaan dan pemurnian motivasi dan sikap seseorang.
Bodhicitta dalam Keuniversalan
Praktek dan realisasi bodhicitta tidak tergantung pada pertimbangan sektarian, karena mereka pada dasarnya merupakan bagian dari pengalaman manusia. Bodhisattva tidak hanya diakui di aliranBuddhisme Theravada, tetapi juga dalam semua tradisi keagamaan lainnya dan di antara mereka yang tidak memiliki tradisi keagamaan formal. Dalai Lama keempat belas yang sekarang, misalnya, menganggap Bunda Teresa sebagai salah satu Bodhisattva modern terbesar.
Bodhicitta dalam keseharian (diambil dari komentar umat Tzu Chi)
Saya sering mengatakan bahwa ajaran Buddha ada dalam kehidupan sehari-hari dan Bodhisatwa ada di tengah umat manusia. Ajaran Buddha tak lepas dari kehidupan sehari-hari kita dan bukan harus didapat di tempat terpencil atau semata-mata dilatih di dalam wihara. Sesungguhnya, ajaran Buddha yang kita terima adalah sebuah pendidikan yang dapat diterapkan dalam keseharian, baik dalam menghadapi orang lain dan banyak hal maupun mengatasi kekotoran batin sehingga dapat berhati lapang dan berpikiran murni serta membangkitkan cinta kasih.
Empat Sifat Luhur tak hanya sebatas kata-kata atau dibaca dalam kitab suci. Bukan. Sesungguhnya, cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin, harus diterapkan dalam Jalan Bodhisatwa, dalam interaksi antarmanusia. Jadi, Bodhisatwa ada di tengah umat manusia.
kata itu adalah kombinasi dari kata Sansekerta bodhi dan citta. Bhodhi berarti "kebangkitan" atau "pencerahan". Citta berasal dari akar bahasa Sansekerta cit, dan berarti "apa yang disadari" (yaitu, pikiran atau kesadaran). Bodhicitta dapat diterjemahkan sebagai "pikiran yang bangkit" atau "pikiran pencerahan".
Pengertian yang sebenarnya dari Bodhicitta sangatlah sulit untuk didefinisikan dengan kata-kata, tetapi menurut para Pemikir Budhis secara sederhana Bodhicitta dapat dijelaskan sebagai: Pemikiran mengenai bodhi, pemikiran akan pencerahan sempurna, niat atau tekad untuk mencapai penerangan sempurna. Pencerahan sempurna merupakan tujuan tertinggi dalam praktik ajaran Buddha, hanya ketika manusia dapat mencapai pencerahan yang sempurna maka manusia dapat terbebas dari segala bentuk penderitaan serta akan mampu memberikan manfaat yang tiada batasnya kepada seluruh mahluk.
Bodhicitta adalah keinginan spontan untuk mencapai pencerahan yang dimotivasi oleh belas kasih yang besar bagi semua makhluk, disertai dengan keterikatan keterikatan pada ilusi diri yang ada secara inheren.
Pikiran welas asih dan bodhicitta memotivasi seseorang untuk mencapai pencerahan Kebuddhaan, secepat mungkin dan bermanfaat bagi makhluk hidup yang tak terbatas melalui emanasi dan cara-cara terampil lainnya. Bodhicitta adalah kebutuhan yang dirasakan untuk menggantikan penderitaan orang lain dengan kebahagiaan. Karena akhir dari penderitaan adalah nirwana, bodhicitta tentu saja melibatkan motivasi untuk membantu orang lain terbangun (untuk menemukan bodhi).
Seseorang yang memiliki realisasi spontan atau motivasi bodhicitta disebut bodhisattva.
Bodhicitta adalah benih ke-Buddhaan yang ada dalam diri setiap mahluk, Bodhicitta dalam diri manusia biasa tertutupi oleh kotoran batin, namun kotoran batin tidak akan mencemari kesempurnaanya. Agar Bodhicitta yang terkandung dalam diri manusia dapat mewujud menjadi ke-Buddhaan maka manusia harus berjuang untuk membangkitkan Bodhicitta dengan menyadari keberadaanya serta menyingkirkan sifat-sifat yang menutupinya
Setiap manusia bahkan setiap mahluk memiliki batin Bodhicitta atau benih-benih ke-Buddhaan, jika manusia telah menyadari potensinya ini serta sekaligus bertekad untuk merealisasikan Bodhicittanya menjadi buah ke-Buddhaan maka suatu saat tingkat pencerahan tertinggipun akan dicapai. Para mahluk yang menyadari potensinya kemudian akan membangkitkan Bodhicittanya dengan cara berikrar atau bertekad untuk mencapai tingkat ke-Buddhaan demi membebaskan semua mahluk. Selanjutnya mereka disebut Bodhisattva mahluk yang selalu berkarya memberikan manfaat kebajikan kepada setiap mahluk.
Jika manusia belum memunculkan tekad untuk mencapai pencerahan sempurna berarti belum membangkitkan kesadaran Bodhicitta. Kehidupanya hanya akan diisi dengan pencarian kebahagiaan bagi diri sendiri. Ketika manusia bertekad untuk mencapai pencerahan sempurna demi menolong semua mahluk berarti telah membangkitkan kesadaran Bodhicitta. Kehidupannya akan diisi dengan berbagai karya yang akan menghantar pada pencapaian pencerahan sempurna, selalu mengutamakan kebahagiaan mahluk lain.
Seperti manusia yang dapat berjalan dengan baik dan seimbang ketika kedua kakinya dapat menopang dengan kuat, demikian juga kebangkitan Bodhicitta menuju buah ke-Buddhaan juga akan tumbuh dengan baik apabila ditopang oleh kedua faktor utamanya yaitu karuna dan prajna. Karuna merupakan sifat welas asih yang akan menjadi landasan terkuat didalam karya menolong setiap mahluk. Prajna adalah pengetahuan yang mendalam akan sifat-sifat sejati dari seluruh fenomena yang akan memberikan kepastian akan cara-cara yang mahir dan tepat dalam karir memberikan pertolongan kepada setiap mahluk yang berbeda.
Bodhicitta ada dua, yakni Bodhicitta absolut dan Bodhicitta relatif.
Bodhicitta absolut, cinta yang lebih besar ketimbang emosi apa pun, demikian besarnya sehingga tidak lagi ada yang mencintai maupun dicintai, keduanya melebur menjadi satu. Di dalam cinta yang seperti itu, tidak ada rasa kehilangan, karena cinta kasih ini begitu besar sehingga mencakup segala apa pun. Sunyata, sempurna, luas, dan penuh kegembiraan.
Bodhicitta relatif adalah mengerahkan daya upaya yang mungkin berhasil atau gagal, tugas tanpa akhir, karena hanya ada satu tekad, menolong, menolong dan menolong.
Bodhicitta relatif dibangun atas dasar Bodhicitta absolut.sedangkan Bodhicitta absolut adalah kedamaian tanpa akhir yang mendasari tugas tanpa akhir.
“Makhluk hidup tak terbilang banyaknya, aku berikrar untuk menyelamatkan mereka.” (sebuah ikrar Zen)
Intisari Bodhicitta
[ul]
[li]Kesadaran menuju Pencerahan, Batin Pencerahan, Jiwa Buddha[/li]
[li]Sekalipun manusia tidak menyadari, ia sesungguhnya memiliki Bodhicitta[/li]
[li]Bodhicitta bukan milik individual, karena esa, bersifat transenden[/li]
[li]Dua aspek Bodhicitta: kekosongan (sunyata) dan welas asih (karuna)[/li]
[li]Kekosongan merupakan implikasi praktis kebijaksanaan (prajna) di luar semua dualisme, identik dengan Yang Absolut; sedang welas asih merupakan manifestasi kekosongan atau ketanpa-akuan[/li]
[/ul]
Konsep śunyatā dalam Buddhisme juga menyiratkan kebebasan dari keterikatan dan dari ide-ide tetap tentang dunia dan bagaimana seharusnya.
Beberapa praktik bodhicitta menekankan yang absolut (misalnya vipaśyanā), sementara yang lain menekankan relatif(misalnya metta), tetapi kedua aspek tersebut dilihat dalam semua praktikMahāyāna sebagai hal yang penting bagi pencerahan, terutama dalam praktik-praktik Tibet Tonglen dan Lojong.
Bodhicitta dalam Buddha Tibet (Vajrayana)
Umat Buddha Tibet berpendapat bahwa ada dua cara utama untuk mengolah Bodhichitta, "Tujuh Penyebab dan Efek". "aslinya dari Maitreya dan diajarkan oleh Atisha, dan" Saling Bertukar Diri dan Yang Lain, "diajarkan oleh Shantidewa dan aslinya oleh Manjushri.
Menurut Tsongkapa tujuh sebab dan akibat dengan demikian:
1. Mengenali semua makhluk sebagai ibumu; (Memandang semua makhluk hidup lainnya sebagai ibu kita dalam kehidupan lampau yang tak terbatas, dan merasa bersyukur atas banyak kesempatan di mana mereka merawat kita.)
2. Mengingat kebaikan mereka;
3. Keinginan untuk membalas kebaikan mereka;
4. Cinta;
5. Belas kasih yang luar biasa;
6. Tekad sepenuh hati;
7. Bodhichitta.
Menurut Pabongka Rinpoche metode kedua terdiri dari meditasi berikut:
1. bagaimana diri dan orang lain sama; (Keseimbangan batin adalah salah satu emosi paling luhur dari praktik Buddhis. Ini adalah dasar untuk kebijaksanaan dan kebebasan dan pelindung belas kasih dan cinta, Sang Buddha menggambarkan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan batin sebagai “berlimpah, mulia, tak terukur, tanpa permusuhan dan tanpa niat buruk.”) – Equanimity Meditation
2. merenungkan banyak kesalahan yang dihasilkan dari menghargai diri sendiri;
3. merenungkan banyak sifat baik yang dihasilkan dari menghargai orang lain;
4. perenungan aktual tentang pertukaran diri dan orang lain;
5. dengan ini berfungsi sebagai dasar, cara bermeditasi Praktek Mengambil dan Mengirim (Tonglen), di mana seseorang mengambil rasa sakit dan penderitaan orang lain dengan menghirup dan mengirim mereka cinta, sukacita, dan penyembuhan dengan pernafasan, dan praktik Lojong (pelatihan pikiran) dimana Tonglenmembentuk bagiannya.
Lojong (Tib. བ་ སོང་, Wylie: blo sbyong) adalah praktik pelatihan pikiran dalam tradisi Buddha Tibet berdasarkan serangkaian kata-kata mutiara yang diformulasikan di Tibet pada abad ke-12 olehChekawa Yeshe Dorje. Praktik ini melibatkan penyempurnaan dan pemurnian motivasi dan sikap seseorang.
Bodhicitta dalam Keuniversalan
Praktek dan realisasi bodhicitta tidak tergantung pada pertimbangan sektarian, karena mereka pada dasarnya merupakan bagian dari pengalaman manusia. Bodhisattva tidak hanya diakui di aliranBuddhisme Theravada, tetapi juga dalam semua tradisi keagamaan lainnya dan di antara mereka yang tidak memiliki tradisi keagamaan formal. Dalai Lama keempat belas yang sekarang, misalnya, menganggap Bunda Teresa sebagai salah satu Bodhisattva modern terbesar.
Bodhicitta dalam keseharian (diambil dari komentar umat Tzu Chi)
Saya sering mengatakan bahwa ajaran Buddha ada dalam kehidupan sehari-hari dan Bodhisatwa ada di tengah umat manusia. Ajaran Buddha tak lepas dari kehidupan sehari-hari kita dan bukan harus didapat di tempat terpencil atau semata-mata dilatih di dalam wihara. Sesungguhnya, ajaran Buddha yang kita terima adalah sebuah pendidikan yang dapat diterapkan dalam keseharian, baik dalam menghadapi orang lain dan banyak hal maupun mengatasi kekotoran batin sehingga dapat berhati lapang dan berpikiran murni serta membangkitkan cinta kasih.
Empat Sifat Luhur tak hanya sebatas kata-kata atau dibaca dalam kitab suci. Bukan. Sesungguhnya, cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin, harus diterapkan dalam Jalan Bodhisatwa, dalam interaksi antarmanusia. Jadi, Bodhisatwa ada di tengah umat manusia.
0
2.1K
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan