

TS
santoh
Fase Kehidupan
MICHAEL
20-30-40
Seorang gadis muda dari malaysia bernama Xiao Jie sendirian datang ke taiwan dengan impian menjadi artis penyanyi terkenal, yang membawanya bertemu Tong Yi, gadis hongkong seusianya yang centil dan periang. Melalui Tong Yi, Xiao Jie menemukan kenyataan dan "kemerdekaan" baru tentang hubungan romantik.
Xiang-xiang adalah seorang pramugari yang tengah galau diantara dua orang kekasih, yang satu masih lajang dengan pekerjaan seadanya, dan yang satu sudah beristri dan mapan. Sebagaimana Xiang-xiang berlabuh dari satu kota ke kota lainnya, hatinya semakin gelisah dalam menemukan pria yang tepat baginya.
Pemilik toko bunga, Lily Zhao baru saja bercerai dari suaminya yang ketahuan memiliki kehidupan ganda dengan wanita yang lebih muda. Untuk meredakan kekecewaannya, ia berkencan dengan beberapa pria yang pernah tumbuh bersamanya di bangku sekolah.
Ini adalah sebuah film lama berjudul "20 30 40". Tiga wanita, dalam tiga kelompok umur berbeda, masing-masing terlibat problema kehidupan yang tidak mudah dan melelahkan, dan mungkin saja setiap saat terbersit keinginan untuk menyerah.
Di dalam ilmu Human Design Matrix, dikenal ada 3 fase kehidupan khususnya bagi yang memiliki Line-6 (role model) dalam HD Profile-nya. Tiga fase itu secara umum adalah usia sebelum 30 tahun, usia 30-50 tahun, dan usia 50 tahun ke atas. Angka-angka ini tidak mutlak sama persis pada setiap orang, bisa bervariasi dalam beberapa tahun, dan transisinya pun biasanya tidak tiba-tiba.
Fase 0-30 tahun disebut juga fase "martyr", dimana dalam fase ini kita akan cenderung coba-coba. Kita akan terbiasa dengan siklus coba-gagal, coba-berhasil. Beberapa orang akan lebih banyak merasakan dalam hal karir, sementara beberapa orang akan lebih banyak merasakan dalam hal hubungan, baik pertemanan maupun percintaan. Saat masih muda adalah saat terbaik untuk mencoba banyak hal, berani gagal untuk berhasil, katanya. Bahkan Dahlah Iskan pun terkenal dengan kutipannya "habiskan jatah gagalmu ketika kamu masih muda."
Fase kedua terjadi saat usia 30-50 tahun, disebut juga fase "hermit". Saat ini kita akan cenderung "menarik diri" dari keramaian dunia. Kesan sekilas yang terlihat adalah "kita sudah lelah", sudah capek dengan dunia dan segala dramanya. Dalam fase ini proses transformasi dimulai. Ibarat seekor ulat, fase kedua ini adalah fase menjadi kepompong.
Proses menarik diri dari dunia yang dialami pada fase kedua ini akan memakan "korban", yaitu lingkaran orang-orang terdekat kita akan menjadi kecil, bahkan bisa hilang sama sekali. Teman-teman yang dulunya banyak, mulai hilang entah kemana. Teman-teman baru pun akan datang, tetapi jauh lebih sedikit. Dan mungkin karena kita terlanjur "trauma" dengan teman-teman yang hilang, maka tidak mudah untuk "membuka diri" pada teman baru.
Usia 30-50 tahun ini sebenarnya saat dimana kita menyendiri untuk menganalisa apa saja yang sudah dilalui dari fase martyr sebelumnya, untuk menemukan dan menyempurnakan sebuah hal yang akan kita "berikan" kembali pada dunia di fase berikutnya nanti. Tanpa sadar dalam fase ini kita bisa menjadi "over thinking" dan tidak jarang terjebak menjadi "pencuriga". Semua itu tergantung dari fase sebelumnya, tergantung dari apa saja yang kita sudah alami selama menjadi "martyr", itulah yang akan menjadi penyumbang besar bagi "kesimpulan sementara" kita akan dunia ini. Hal ini akan kita alami di tahun-tahun pertama memasuki fase kedua ini. Ini juga membuat kita tidak mudah menerima teman baru, membatasi hubungan dengan siapapun, dan cenderung curiga bila ada yang "baik" pada kita.
Tetapi semua ini hanya "temporary state", yang disebabkan banyak hal, mulai dari "analisa cepat", hingga belum tersedianya "pengalaman baru" dalam level lebih matang yang akan dijumpai pada fase kedua ini. Seiring makin masuknya kita ke fase kedua ini, kita akan makin tahu apa yang "dibutuhkan dunia" dari diri kita, dan bagaimana kita akan "mempresentasikannya".
Fase terakhir adalah fase "role model" dalam kapasitas sejatinya, yang baru dimulai di usia 50 tahun ke atas. Role model bukan berarti menjadi "bintang" pertunjukan, bukan menjadi selebritis. Bahkan role model tidak mengajar tanpa diminta lebih dahulu. Fase role model intinya adalah seseorang menyadari bahwa dirimu tahu dan paham akan suatu hal, maka orang tersebut akan datang bertanya pada dirimu. Saat itulah dirimu akan menjadi role model. Role model bukan memamerkan "kebisaanmu" dalam sebuah "pertunjukan".
Xiao Jie yang berusia 20-an tahun, berada dalam fase martyr. Berdua dengan Tong Yi, mereka diharapkan dapat mengorbit sebagai duet pop-idol baru oleh manager mereka sekaligus penulis lagu Shi Ge. Sayangnya seluruh lagu yang ditulis oleh Shi Ge tidak dipandang oleh studio-studio rekaman ternama.
Apa daya, impian tinggallah impian, dan akhirnya karena keuangan Shi Ge yang juga pas-pasan, terpaksa semua impian menjadi buyar. Shi Ge merelakan uang simpanan terakhirnya agar Xiao Jie bisa kembali ke kampung halamannya di malaysia. Xiao Jie dengan terpaksa meninggalkan Tong Yi yang sudah terlanjur sangat dekat dengannya. Pada saat-saat perpisahan itulah akhirnya Xiao Jie menemukan keberanian untuk mengekspresikan perasaan cintanya kepada Tong Yi dengan sebuah kecupan di bibir.
Saat pegawainya mendadak harus ke rumah sakit, maka Lily harus mengantarkan sendiri pesanan bunga-bunga hari itu. Mengemudikan mobil pick-up kecil berisi aneka pesanan, Lily mengantarkan salah satu pesanan ke sebuah rumah cukup mewah. Yang ada di rumah hanya seorang pembantu dan seorang anak kecil bermain sepeda di dalam rumah. Ternyata pesanan bunga itu untuk perayaan annivesary perkimpoian sang pemilik rumah.
Selesai meletakkan rangkaian bunga itu di ruang keluarga, barulah Lily sadar siapa sebenarnya pemilik yang tinggal di rumah itu, terlihat dari foto-foto keluarga yang dipajang di situ. Ternyata pria yang selama ini menjadi suaminya, punya kehidupan ganda dan berkeluarga lagi dengan wanita yang lebih muda darinya. Tentu saja kenyataan ini membuat hatinya hancur, dan akhirnya Lily menuntut cerai dari suaminya.
Tidak ingin merasa kalah, sekaligus membuktikan bahwa dia masih bisa bersenang-senang (entah membuktikan pada siapa), seketika Lily menjadi sering bepergian dengan teman-teman mantan satu sekolah dulu. Lily pun terlibat asmara sesaat dengan pria muda pelatih tenis, yang ngotot menggembleng kebugaran fisik Lily, sampai dia tidak tahan lagi.
Masa kecil Xiang-xiang dipenuhi dengan hari-hari belajar memainkan piano. Ibu Xiang-xiang kebetulan adalah seorang guru piano. Setiap kali Xiang-xiang bertanya, untuk apa dia harus bersusah payah belajar piano, maka ibunya selalu menjawab dengan,
Xiang kecil: "Mom, why do I have to study piano?"
Mom: "A girl needs a backup. If your husband ever leaves you, you can teach piano to support yourself."
Xiang kecil: "But why would he leave me?"
Mom: "Who knows? At least you'll be prepared."
Sebuah potret yang cukup menggelitik, tetapi bila kita berani jujur, lebih kurang seperti inilah "programming" yang kita terima dari keluarga dan lingkungan kita sehari-hari. Tidak berbeda dengan apa yang diceritakan Lily saat bertugas dalam kerja sosial, kepada seorang pasien wanita separuh baya yang saat itu dalam keadaan koma.
Lily bercakap-cakap (sendirian) dengan si pasien koma, sambil menggunting kuku pasien tersebut,
"I used to cut my daughter's nails.
But one year, when she turned 12, she started to do it herself.
She hasn't needed me much since then.
Children grow up and leave.
Parents age and go away.
Men go away too."
Perubahan cukup mendadak bagi seorang Lily, yang sebelumnya bertipe ibu rumah tangga yang fokus pada "urusan keluarga". Perpisahan dengan suami, setelah sebelumnya berpisah dengan anak semata wayangnya yang belajar di luar negeri, membuatnya harus terbiasa dengan kesendirian. Menghabiskan waktu dengan menonton serial drama televisi sambil mengunyah es krim di tempat tidur.
"I'm finally feeling the pain.
Until there's a cure, perhaps soap operas and ice cream will do the trick."
Ramalan ibunda Xiang-xiang bahwa kemampuannya bermain piano akan menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupannya, menjadi kenyataan. Walaupun melalui jalan cerita yang pasti sebelumnya tidak terpikirkan olehnya atau oleh ibunya, namun melalui piano-lah, akhirnya Xiang-xiang menemukan sosok pria yang dibutuhkannya, sosok pria yang menghadirkan rasa "aman" baginya.
Xiang dewasa, saat sendirian mengunjungi makam ibunya,
"Mom, I want to settle down, but how?
It's easy to find someone who loves me.
But where is the right man?
You always said, 'Men always leave.'
So whenever I'm in love, I'm always suspicious of the man.
Will I ever be lucky enough to find true love?
Is love ever that simple?
When the right man shows up, how will I know he's the one?
Mom... can you at least give me a sign?
Maybe with the sound of a bell...
or angels singing...
or even a gust of wind."
Sesaat kemudian angin bertiup lembut menghembus pipi dan rambutnya. Saat itulah Xiang-xiang mendapat petunjuk siapa pria "terpilih" itu.
Dibalik jalinan cerita yang cukup rumit, cerita film ini membantu kita mengingat bahwa sejauh apapun kita "melarikan diri", akhirnya kita akan "rindu" untuk pulang ke "rumah". Rindu untuk kembali menjadi diri kita yang sesungguhnya. Rindu dengan segala keajaiban yang bisa ditemukan dari hal-hal sederhana.
Setelah bertualang jauh dari rumah, Xiao Jie akhirnya rindu pulang. Walaupun dia tahu, keluarganya bukanlah keluarga ideal yang bisa dia harapkan apalagi banggakan. Tapi bagaimanapun, itulah keluarganya, dan di sanalah sumber kekuatannya. Xiang-xiang setelah melanglang buana hampir ke seluruh tempat-tempat indah di dunia, akhirnya "pulang" untuk merasakan kedamaian dalam kesederhanaan, dan hari-hari yang diiringi dentingan pianonya. Lily pun akhirnya "pulang" menjadi dirinya sendiri yang mandiri dan percaya diri, lepas dari ketergantungan sosok orang lain.
Dan yang luar biasa dari film "20 30 40" ini adalah sosok Sylvia Chang, yang adalah penulis cerita sekaligus sutradara film ini, dan juga sekaligus sebagai pemain utama, memerankan tokoh Lily Zhao. Film ini menjadi satu-satunya film mandarin yang terpilih untuk ditayangkan dalam Berlin International Film Festival 2004, yang tentu saja menjadi kebanggaan tersendiri.
Have a lovely day, friends!!
20-30-40
Seorang gadis muda dari malaysia bernama Xiao Jie sendirian datang ke taiwan dengan impian menjadi artis penyanyi terkenal, yang membawanya bertemu Tong Yi, gadis hongkong seusianya yang centil dan periang. Melalui Tong Yi, Xiao Jie menemukan kenyataan dan "kemerdekaan" baru tentang hubungan romantik.
Xiang-xiang adalah seorang pramugari yang tengah galau diantara dua orang kekasih, yang satu masih lajang dengan pekerjaan seadanya, dan yang satu sudah beristri dan mapan. Sebagaimana Xiang-xiang berlabuh dari satu kota ke kota lainnya, hatinya semakin gelisah dalam menemukan pria yang tepat baginya.
Pemilik toko bunga, Lily Zhao baru saja bercerai dari suaminya yang ketahuan memiliki kehidupan ganda dengan wanita yang lebih muda. Untuk meredakan kekecewaannya, ia berkencan dengan beberapa pria yang pernah tumbuh bersamanya di bangku sekolah.
Ini adalah sebuah film lama berjudul "20 30 40". Tiga wanita, dalam tiga kelompok umur berbeda, masing-masing terlibat problema kehidupan yang tidak mudah dan melelahkan, dan mungkin saja setiap saat terbersit keinginan untuk menyerah.
Di dalam ilmu Human Design Matrix, dikenal ada 3 fase kehidupan khususnya bagi yang memiliki Line-6 (role model) dalam HD Profile-nya. Tiga fase itu secara umum adalah usia sebelum 30 tahun, usia 30-50 tahun, dan usia 50 tahun ke atas. Angka-angka ini tidak mutlak sama persis pada setiap orang, bisa bervariasi dalam beberapa tahun, dan transisinya pun biasanya tidak tiba-tiba.
Fase 0-30 tahun disebut juga fase "martyr", dimana dalam fase ini kita akan cenderung coba-coba. Kita akan terbiasa dengan siklus coba-gagal, coba-berhasil. Beberapa orang akan lebih banyak merasakan dalam hal karir, sementara beberapa orang akan lebih banyak merasakan dalam hal hubungan, baik pertemanan maupun percintaan. Saat masih muda adalah saat terbaik untuk mencoba banyak hal, berani gagal untuk berhasil, katanya. Bahkan Dahlah Iskan pun terkenal dengan kutipannya "habiskan jatah gagalmu ketika kamu masih muda."
Fase kedua terjadi saat usia 30-50 tahun, disebut juga fase "hermit". Saat ini kita akan cenderung "menarik diri" dari keramaian dunia. Kesan sekilas yang terlihat adalah "kita sudah lelah", sudah capek dengan dunia dan segala dramanya. Dalam fase ini proses transformasi dimulai. Ibarat seekor ulat, fase kedua ini adalah fase menjadi kepompong.
Proses menarik diri dari dunia yang dialami pada fase kedua ini akan memakan "korban", yaitu lingkaran orang-orang terdekat kita akan menjadi kecil, bahkan bisa hilang sama sekali. Teman-teman yang dulunya banyak, mulai hilang entah kemana. Teman-teman baru pun akan datang, tetapi jauh lebih sedikit. Dan mungkin karena kita terlanjur "trauma" dengan teman-teman yang hilang, maka tidak mudah untuk "membuka diri" pada teman baru.
Usia 30-50 tahun ini sebenarnya saat dimana kita menyendiri untuk menganalisa apa saja yang sudah dilalui dari fase martyr sebelumnya, untuk menemukan dan menyempurnakan sebuah hal yang akan kita "berikan" kembali pada dunia di fase berikutnya nanti. Tanpa sadar dalam fase ini kita bisa menjadi "over thinking" dan tidak jarang terjebak menjadi "pencuriga". Semua itu tergantung dari fase sebelumnya, tergantung dari apa saja yang kita sudah alami selama menjadi "martyr", itulah yang akan menjadi penyumbang besar bagi "kesimpulan sementara" kita akan dunia ini. Hal ini akan kita alami di tahun-tahun pertama memasuki fase kedua ini. Ini juga membuat kita tidak mudah menerima teman baru, membatasi hubungan dengan siapapun, dan cenderung curiga bila ada yang "baik" pada kita.
Tetapi semua ini hanya "temporary state", yang disebabkan banyak hal, mulai dari "analisa cepat", hingga belum tersedianya "pengalaman baru" dalam level lebih matang yang akan dijumpai pada fase kedua ini. Seiring makin masuknya kita ke fase kedua ini, kita akan makin tahu apa yang "dibutuhkan dunia" dari diri kita, dan bagaimana kita akan "mempresentasikannya".
Fase terakhir adalah fase "role model" dalam kapasitas sejatinya, yang baru dimulai di usia 50 tahun ke atas. Role model bukan berarti menjadi "bintang" pertunjukan, bukan menjadi selebritis. Bahkan role model tidak mengajar tanpa diminta lebih dahulu. Fase role model intinya adalah seseorang menyadari bahwa dirimu tahu dan paham akan suatu hal, maka orang tersebut akan datang bertanya pada dirimu. Saat itulah dirimu akan menjadi role model. Role model bukan memamerkan "kebisaanmu" dalam sebuah "pertunjukan".
Xiao Jie yang berusia 20-an tahun, berada dalam fase martyr. Berdua dengan Tong Yi, mereka diharapkan dapat mengorbit sebagai duet pop-idol baru oleh manager mereka sekaligus penulis lagu Shi Ge. Sayangnya seluruh lagu yang ditulis oleh Shi Ge tidak dipandang oleh studio-studio rekaman ternama.
Apa daya, impian tinggallah impian, dan akhirnya karena keuangan Shi Ge yang juga pas-pasan, terpaksa semua impian menjadi buyar. Shi Ge merelakan uang simpanan terakhirnya agar Xiao Jie bisa kembali ke kampung halamannya di malaysia. Xiao Jie dengan terpaksa meninggalkan Tong Yi yang sudah terlanjur sangat dekat dengannya. Pada saat-saat perpisahan itulah akhirnya Xiao Jie menemukan keberanian untuk mengekspresikan perasaan cintanya kepada Tong Yi dengan sebuah kecupan di bibir.
Saat pegawainya mendadak harus ke rumah sakit, maka Lily harus mengantarkan sendiri pesanan bunga-bunga hari itu. Mengemudikan mobil pick-up kecil berisi aneka pesanan, Lily mengantarkan salah satu pesanan ke sebuah rumah cukup mewah. Yang ada di rumah hanya seorang pembantu dan seorang anak kecil bermain sepeda di dalam rumah. Ternyata pesanan bunga itu untuk perayaan annivesary perkimpoian sang pemilik rumah.
Selesai meletakkan rangkaian bunga itu di ruang keluarga, barulah Lily sadar siapa sebenarnya pemilik yang tinggal di rumah itu, terlihat dari foto-foto keluarga yang dipajang di situ. Ternyata pria yang selama ini menjadi suaminya, punya kehidupan ganda dan berkeluarga lagi dengan wanita yang lebih muda darinya. Tentu saja kenyataan ini membuat hatinya hancur, dan akhirnya Lily menuntut cerai dari suaminya.
Tidak ingin merasa kalah, sekaligus membuktikan bahwa dia masih bisa bersenang-senang (entah membuktikan pada siapa), seketika Lily menjadi sering bepergian dengan teman-teman mantan satu sekolah dulu. Lily pun terlibat asmara sesaat dengan pria muda pelatih tenis, yang ngotot menggembleng kebugaran fisik Lily, sampai dia tidak tahan lagi.
Masa kecil Xiang-xiang dipenuhi dengan hari-hari belajar memainkan piano. Ibu Xiang-xiang kebetulan adalah seorang guru piano. Setiap kali Xiang-xiang bertanya, untuk apa dia harus bersusah payah belajar piano, maka ibunya selalu menjawab dengan,
Xiang kecil: "Mom, why do I have to study piano?"
Mom: "A girl needs a backup. If your husband ever leaves you, you can teach piano to support yourself."
Xiang kecil: "But why would he leave me?"
Mom: "Who knows? At least you'll be prepared."
Sebuah potret yang cukup menggelitik, tetapi bila kita berani jujur, lebih kurang seperti inilah "programming" yang kita terima dari keluarga dan lingkungan kita sehari-hari. Tidak berbeda dengan apa yang diceritakan Lily saat bertugas dalam kerja sosial, kepada seorang pasien wanita separuh baya yang saat itu dalam keadaan koma.
Lily bercakap-cakap (sendirian) dengan si pasien koma, sambil menggunting kuku pasien tersebut,
"I used to cut my daughter's nails.
But one year, when she turned 12, she started to do it herself.
She hasn't needed me much since then.
Children grow up and leave.
Parents age and go away.
Men go away too."
Perubahan cukup mendadak bagi seorang Lily, yang sebelumnya bertipe ibu rumah tangga yang fokus pada "urusan keluarga". Perpisahan dengan suami, setelah sebelumnya berpisah dengan anak semata wayangnya yang belajar di luar negeri, membuatnya harus terbiasa dengan kesendirian. Menghabiskan waktu dengan menonton serial drama televisi sambil mengunyah es krim di tempat tidur.
"I'm finally feeling the pain.
Until there's a cure, perhaps soap operas and ice cream will do the trick."
Ramalan ibunda Xiang-xiang bahwa kemampuannya bermain piano akan menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupannya, menjadi kenyataan. Walaupun melalui jalan cerita yang pasti sebelumnya tidak terpikirkan olehnya atau oleh ibunya, namun melalui piano-lah, akhirnya Xiang-xiang menemukan sosok pria yang dibutuhkannya, sosok pria yang menghadirkan rasa "aman" baginya.
Xiang dewasa, saat sendirian mengunjungi makam ibunya,
"Mom, I want to settle down, but how?
It's easy to find someone who loves me.
But where is the right man?
You always said, 'Men always leave.'
So whenever I'm in love, I'm always suspicious of the man.
Will I ever be lucky enough to find true love?
Is love ever that simple?
When the right man shows up, how will I know he's the one?
Mom... can you at least give me a sign?
Maybe with the sound of a bell...
or angels singing...
or even a gust of wind."
Sesaat kemudian angin bertiup lembut menghembus pipi dan rambutnya. Saat itulah Xiang-xiang mendapat petunjuk siapa pria "terpilih" itu.
Dibalik jalinan cerita yang cukup rumit, cerita film ini membantu kita mengingat bahwa sejauh apapun kita "melarikan diri", akhirnya kita akan "rindu" untuk pulang ke "rumah". Rindu untuk kembali menjadi diri kita yang sesungguhnya. Rindu dengan segala keajaiban yang bisa ditemukan dari hal-hal sederhana.
Setelah bertualang jauh dari rumah, Xiao Jie akhirnya rindu pulang. Walaupun dia tahu, keluarganya bukanlah keluarga ideal yang bisa dia harapkan apalagi banggakan. Tapi bagaimanapun, itulah keluarganya, dan di sanalah sumber kekuatannya. Xiang-xiang setelah melanglang buana hampir ke seluruh tempat-tempat indah di dunia, akhirnya "pulang" untuk merasakan kedamaian dalam kesederhanaan, dan hari-hari yang diiringi dentingan pianonya. Lily pun akhirnya "pulang" menjadi dirinya sendiri yang mandiri dan percaya diri, lepas dari ketergantungan sosok orang lain.
Dan yang luar biasa dari film "20 30 40" ini adalah sosok Sylvia Chang, yang adalah penulis cerita sekaligus sutradara film ini, dan juga sekaligus sebagai pemain utama, memerankan tokoh Lily Zhao. Film ini menjadi satu-satunya film mandarin yang terpilih untuk ditayangkan dalam Berlin International Film Festival 2004, yang tentu saja menjadi kebanggaan tersendiri.
Have a lovely day, friends!!


tata604 memberi reputasi
1
281
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan