- Beranda
- Komunitas
- News
- SINDOnews.com
Perlu Komitmen Bersama Cegah Pornografi Pengaruhi Anak
TS
sindonews.com
Perlu Komitmen Bersama Cegah Pornografi Pengaruhi Anak

JAKARTA - Kasus kekerasan anak di Sleman secara kuantitas dalam dua tahun terakhir menunjukkan ada penurunan, namun masih cukup tinggi.
Data Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman pada 2017 menunjukkan ada 218 kasus, sedangkan pada 2018 ada 177 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, kekerasan psikis paling mendominasi, kemudian kasus seksual. Jika dirinci, 177 kasus kekerasan anak di Sleman selama 2018, sebanyak 62 merupakan kasus kekerasan psikis dan 57 kasus kekerasan seksual.
Untuk kasus kekerasan seksual, baik pelaku maupun korbannya ada anak yang berusia sekolah dasar (SD). Selain pergaulan, kemajuan teknologi, terutama mudahnya anak mengakses informasi melalui perangkat lunak, baik melalui gadget (smartphone) maupun internet, juga diduga menjadi salah satu pemicu tindakan pornografi.
Baca Juga:
- Penjelasan Bawaslu Terkait Pengadaan Tenaga Medis di TPS
- Peran Sentra Gakkumdu Dinilai Tak Maksimal dan Menghambat Bawaslu
- MK Perkuat SKB Percepatan Pemberhentian PNS yang Sudah Inkrach Kasus Tipikor
"Melihat data ini memang perlu kewaspadaan dan perhatian bersama," kata kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3P2KB) Sleman Mafilindati Nuraini.
Maraknya kasus tersebut menjadi keprihatinan dan kekhawatiran bersama. Jika tidak ada solusi, tentunya bukan tidak mungkin kasus-kasus tersebut terus akan terjadi, bahkan akan meningkat. Menurut Linda—sapaan Mafilindati Nuraini, tidak semua kasus kekerasan seksual berawal dari pornografi sebab ada juga faktor lainnya.
Tetapi, di era digital ini memang tetap harus ada penyaring bagi anak dalam mengakses informasi. Apalagi ada kemajuan teknologi ini memang anak juga dituntut untuk menguasainya (melek informasi), terutama untuk mencari bahan atau literatur dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Menurut dia, akses informasi melalui internet tidak bisa dibendung. Terlebih ada sekolah yang memiliki program pembelajaran yang mengharuskan siswanya mempunyai smartphoneuntuk menunjang kegiatan belajar mengajar, baik yang menyangkut materi maupun soal-soal yang harus dikerjakan. Dengan demikian, anak harus membawa smartphoneke sekolah meskipun hanya boleh dipergunakan saat pelajaran yang membutuhkan smartphone tersebut.
Saat tidak ada pelajaran yang perlu smartphone, harus ditaruh di loker. Jika ada yang melanggar, akan ada sanksi. "Hanya saja selepas dari sekolah tentunya tidak ada yang mengontrolnya sehingga dikhawatirkan celah ini yang bisa membawa pengaruh negatif anak. Terutama dalam mengakses informasi yang mestinya tidak diperbolehkan di usia mereka, akhirnya mereka akses," papar mantan kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman itu.
Akses informasi yang tidak terkontrol itu bisa dari laman-laman berbau pornografi maupun media sosial (medsos). Melalui media sosial ini, bahkan ada yang menyebabkan terjadi kasus kekerasan pada anak.
Karena itu, perlu ada komitmen bersama antara orang tua dan anak, masyarakat, dan sekolah. Pemerintah siap memberikan pembinaan dan pendampingan. "Jadi untuk masalah ini, semua pihak perlu bergandengan tangan sehingga kasus-kasus tersebut bisa ditekan," terangnya.
Menurut Linda, hal lain yang tidak kalah penting, yakni para orang tua juga dituntut untuk melek literasi teknologi sehingga tidak ketinggalan informasi dan yang jelas dapat mengontrol anak dalam pemanfaatan teknologi tersebut. Termasuk harus ada komitmen bersama antara orang tua dan anak. Misalnya, kapan boleh menggunakan smartphonedan tidak.
Orang tua juga harus memberikan contoh dalam penggunaan smartphone ini. Jangan hanya melarang, namun tidak ada solusinya sehingga harus bijak dalam menyikapinya. Bahkan jika perlu, dengan membuat kesepakatan bersama antara orang tua dan anak. Kesepakatan itu harus sama-sama dipatuhi.
"Meski begitu, tetap harus ada komitmen dengan masyarakat, sekolah, dan stakeholderlainnya. Seperti adanya kampung ramah anak bebas gudgetpada waktu tertentu dan komitmen lainnya," ungkapnya.
Kabid Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak (P2HA) DP3P2KB Sleman Sri Budiyantiningsih menambahkan, untuk mencegah kekerasan seksual dan kekerasan lain pada anak, pihaknya juga membuka Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspa) Keluarga Sejahtera Sembada (Kesengsem).
Di tempat ini masyarakat bisa konsultasi maupun konseling dalam mengatasi permasalahan anaknya. Untuk kegiatan tersebut, akan ada petugas psikologi konseling yang akan melayani. Untuk konseling sendiri, masyarakat Sleman juga bisa melakukan di puskesmas.
Namun, jika di puskesmas untuk konseling ada biayanya, sedangkan di DP3P2KB Sleman tidak dipungut biaya. "Untuk mencegah kekerasan anak ini, kami juga melakukan pemberdayaan masyarakat, yaitu melalu perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat (PATBM)," tambahnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sleman Sri Wantini mengatakan, untuk penggunaan teknologi, terutama larangan anak membawa smartphoneke sekolah, memang belum diatur. Meski begitu, sekolah sudah mempunyai aturan tersendiri untuk masalah ini. Namun, para orang tua tetap diminta untuk bijak dalam menyikapi kemajuan teknologi ini. (Priyo Setyawan)
Sumber : https://nasional.sindonews.com/read/...nak-1556422658
---
Kumpulan Berita Terkait :
-
Perlu Komitmen Bersama Cegah Pornografi Pengaruhi Anak-
Tokoh Indonesia yang Berganti Nama, Inilah Mereka-
Data Situng KPU Minggu Pagi, Jokowi-Ma'ruf Masih Unggul0
192
0
Komentar yang asik ya
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan