Kaskus

News

wolfvenom88Avatar border
TS
wolfvenom88
Setelah 340 Tahun, Naskah Bujangga Manik Ditemukan, Kisah Pria Menyusuri Pulau Jawa
Setelah 340 tahun, naskah yang menceritakan perjalanan Bujangga Manik menyusuri Pulau Jawa ditemukan di Inggris. Ada banyak 450 nama tempat Jawa pada masa lalu yang disebutkan. Siapa sebenarnya Bujangga Manik?

TRIBUNJAMBI.COM - Dalam khasanah sejarah Nusantara, naskah kuna Bujangga Manik dari Tatar Sunda mendapat tempat cukup istimewa.
Ia mengisi ruang-ruang kosong sejarah klasik di antara masa Mataram Kuna hingga beberapa saat sebelum politik Islam menguasai Pulau Jawa.

Atep Kurnia, peneliti literasi Pusat Studi Sunda menyebut, seorang Inggris bernama Richard Thomas memboyong dua naskah ke negerinya di akhir abad 16.

Tidak jelas bagaimana Richard menemukan naskah kuna Rasacarita dan Bujangga Manik, namun kedua naskah itu diserahkan ke Perpustakaan Bodleian, Oxford pada tahun 1627.
Richard James kemungkinan pernah ikut dalam salah satu ekspedisi pelayaran Inggris ke wilayah timur antara 1579-1611 Masehi.
Ratusan Naskah Kuno Sejarah Indonesia Ada di Inggris

Di rentang periode itu ada setidaknya tiga pelayaran besar oleh armada Inggris. Yaitu ekspedisi Sir Francis Drake (1580), Sir Thomas Cavendish (1587), dan Sir James Lancaster (1601).

Kapal pelayaran terakhir ini konon sempat mendarat di Banten. Kedua naskah itu diserahkan bukan oleh Richard, tapi lewat kakaknya, Andrew James.

Adik bungsu mereka, Thomas James, merupakan pustakawan pertama di perpustakaan tersebut. Tahun 1967, atau setelah 340 tahun tersimpan, Bujangga Manik ditemukan dan diteliti J Noorduyn.

Belanda Simpan Naskah Kuno, Kalau Dijajar Panjangnya Bisa Mencapai 12 KM

Filolog yang pernah menjabat Direktur KITLV ini meninggal tahun 1994. Karyanya bersama ahli bahasa A Teeuw, mengejutkan banyak kalangan pemerhati sejarah Nusantara.
Apa sih istimewanya naskah Bujangga Manik?

Noorduyn mencatat, cerita yang disyairkan di naskah kuna ini merupakan catatan perjalanan Bujangga Manik, pangeran Kerajaan Pakuan di dekat Bogor sekarang.
Ia memiliki nama lain Parebu Jaya Pakuan atau Ameng Layaran.

Pangeran ini memilih menjadi resi, yang kemudian melakukan pengelanaan spiritual ke berbagai tempat puja suci di Pulau Jawa dan Bali.

Sebagai catatan perjalanan, isi naskah kuna ini dinilai otentik, mampu menggambarkan situasi dan kondisi sosial politik pada masa pengembaraan Bujangga Manik.

Peta perjalanan Bujangga Manik (Denys Lombard) ()

Meski tidak ada keterangan angka tahunnya, Noorduyn dan kebanyakan ahli sejarah sepakat naskah itu berasal dari akhir abad 15 atau awal abad 16.
Penyebutan eksisnya Kerajaan Malaka menjadi penanda penting naskah cerita itu ditulis sebelum Portugis merebut bandar Malaka pada tahun 1511. Itulah tahun runtuhnya Malaka.

Bujangga Manik

Dari 1.641 baris syair di naskah kuna Bujangga Manik, tak satupun memuat kata-kata atau bahasa yang mengindikasikan pengaruh Arab atau Islam.
Semuanya bahasa Sunda yang terpengaruh kuat bahasa Jawa. Aksara yang dipakai aksara Sunda, yang dipengaruhi aksara dari India.

Ketiadaan unsur bahasa Arab itu memberikan petunjuk nasakah ditulis pada masa pra-Islam di Jawa. Demak memang sudah disebut, tapi kemungkinan besar sebelum Raden Patah berkuasa.

Hal menarik berikutnya menurut Noorduyn adalah Bujangga Manik menyebut 450 nama tempat yang disinggahinya, yang semuanya berlokasi di Pulau Jawa. Secara geografi ini sangat menarik.

Nama-nama tempat itu masih banyak yang bisa dikenali, tapi juga tak sedikit yang sudah lenyap atau mungkin berganti nama yang sama sekali berbeda.
Bujangga Manik dalam cerita itu menyatakan dua kali melakukan pengembaraan ke timur. Pengembaraan pertama berakhir di Pamalang (Pemalang), sebelum ia kembali ke Pakuan lewat laut.

Bujangga Manik menumpang kapal yang hendak ke Malaka dari bandar Pamalang. Nakhodanya seorang India yang anak buahnya dari berbagai bangsa.

Naskah Bujangga Manik (ibo-zavasnoz.blogspot.com)

Perjalanan Pamalang ke bandar Kalapa (Jakarta) ditempuh selama setengah bulan. Ia melanjutkan perjalanan ke Pakuan menemui ibunya yang terkejut melihat putranya tiba-tiba muncul.

Pada pengelanaan pertama ini, Bujangga Manik menempuh rute tengah. Ia mendaki menuju kawasan Puncak (sekarang Puncak Pass) dan menyaksikan alam negerinya yang sangat permai.

Noorduyn dalam buku “Perjalanan Bujangga Manik Menyusuri Tanah Jawa (Ombak, 2019)” mengatakan, Bujangga Manik secara jelas menunjukkan tapal batas penting antara barat dan timur.

Yaitu antara Sunda dan wilayah yang dikuasai Majapahit kala itu. Batasnya adalah Cipamali atau Kali Pamali di Kabupaten Brebes sekarang.+

Puncak Pass (Wikimedia Common)

Ia secara khusus menyebut Demak sebagai wilayah yang berbeda dengan Majapahit. Dari sinilah ada dugaan ketika itu Demak sudah berdiri sebagai entitas sendiri, sebelum masa Raden Patah yang Islam.


Dua tempat disebut Bujangga Manik saat ia menjelajahi wilayah di timur Cipamali. Yaitu Jatisari dan Pamalang. Jatisari terlalu umum, sehingga topografinya sulit dikenali lagi.

Seperti diterangkan di muka, sesampainya di Pamalang, Bujangga Manik berubah pikiran dan ingin pulang ke Pakuan.
Cerita berikutnya akan menggambarkan detail perjalanan pertama Bujangga Manik, yang agaknya seorang diri berkelana ke timur.(Tribunjogja.com/xna)

450 Nama Daerah di Pulau Jawa pada 1400-an, Terungkap dari Naskah Kuna Bujangga Manik

Pangeran Bujangga Manik dari Istana Pakuan ini memilih menjadi resi, kemudian melakukan pengelanaan di Pulau Jawa dan Bali pada 1400-an. Dia mencatat perjalanan itu, namun naskahnya diangkut ke Inggris.

TRIBUJAMBI.COM - “Panjang ta(n)jakan ditedak, ku ngaing dipeding-peding, Sadatang aing ka Puncak, deuuk di na mu(ng)kal datar teher ngahihidan awak. Teher sia ne(n)jo gunung; itu ta na Bukit Ageung hulu wano na Pakuan.”
Sebait syair dalam bahasa Sunda yang ditulis Bujangga Manik itu merangkum perjalanannya dari Istana Pakuan ke Puncak (Bogor).

Nama-nama tempat yang disebut dalam syair itu masih ada dan dikenali hingga sekarang ini.

“Tanjakan panjang didaki ku tempuh sedikit-sedikit, Sesampai aku di Puncak, datar duduk di atas batu datar, asyik mengipasi badan. Asyik ia memandang gunung: nah di sana di Bukit Ageung, puncak tertinggi Pakuan”.

Demikian terjemahan syair itu. Jika dilihat rute perjalanannya dari Pakancilan, letak lokasi Istana Pakuan, Bujangga Manik berjalan ke timur, kurang lebih mengikuti rute jalan menanjak yang sekarang dari Bogor menuju Puncak Pass.

Filolog dan ahli sejarah Belanda J Noorduyn mengutip isi naskah di syair lain, menyebut resi pengembara itu sesudah meninggalkan Pakancilan melewati Tajur Mandiri dan Suka Beurus.

Kedua tempat itu sekarang dikenal dengan nama Tajur dan Suka Birus.

Setelah itu ia menyeberangi sungai Ci-Haliwung, atau Ciliwung sekarang ini.

Puncak masih sama dengan namanya sekarang, dan Bukit Ageung yang dia maksudkan adalah Gunung Gede yang sekarang.

Bujangga Manik sempat mengunjungi Talaga Warna, yang namanya sama sampai sekarang.
Meninggalkan Puncak, ia memasuki alas Eronan. Noorduyn menyitir intrepretasi ahli De Roo de la Faille (1859), yang menyebut Eronan sama dengan Wanayasa.

Naskah kuna Bujangga Manik. (ibo-zavasnoz.blogspot.com)

Ini sekarang nama daerah di Purwakarta di timur sungai Citarum.
Sementara menurut Bujangga Manik, Eronan itu adanya sebelum ia menyeberangi Citarum.

Sesudah ini hanya disebut dua nama daerah, Jatisari dan Pamalang, sebelum Bujangga Manik memutuskan pulang ke Pakuan lewat laut dan turun di Kalapa, bandar Sunda di tepi barat muara Ciliwung.

Perjalanan pulang ke Pakuan ini, resi muda itu masuk ke Pabeyaan atau pos bea cukai, lalu menyisir sisi barat aliran Ciliwung. Ada 11 nama tempat disebutnya, sebagian besar sudah sulit ditemukan jejaknya.

Ada empat sungai dia seberangi, dan hanya dua yang dikenali, Ci-Haliwung dan Ci-Luwer atau Ciluwar.

Sungai Ciluwar itu ada di utara Bogor, di desa bernama sama saat ini, Ciluwar. Sesampai di Pakancilan, Bujangga Manik membuka gerbang istananya.

Pakancilan ini bagian wilayah istana, yang jejaknya sekarang ada di selatan Kota Bogor.
Masih ada nama sungai kecil Ci-Pakancilan. Sungai ini kemungkinan besar dulunya mengalir di lingkungan keratin Pakuan.

Kepulangan Bujangga Manik ini menyisakan cerita dramatis, yang kelak akan mendorong ia untuk kali kedua mengembara ke timur.
Pengelanaan itu jauh lebih lama dan sempat menyeberang Jawa ke Pulau Bali. Seorang anak gadis di Pakuan terpikat dan ingin menyerahkan dirinya untuk diperistri Ameng Layaran.

Tapi kehendak gadis itu ditolaknya.

Bujangga Manik marah, dan segera pamit untuk terakhir kali ke ibunya.

Ia ingin pergi ke timur hingga maut menjemputnya. Pemuda itu berharap ia dan ibunya terus dipertemukan dalam mimpi, salin tatap muka di bulan, dan bersentuh tubuh di angin.

Kata-kata pamit Bujangga Manik itu sangat puitis. Segeralah ia berangkat. Kali ini rutenya dari Pakancilan ke utara melewati 9 tempat sebelum berbelok ke timur menyeberangi Ci-Haliwung menuju Ci-Leungsi.

Tempat terakhir ini masih ada hingga saat ini, begitu juga sungainya masih mengalir.
Cileungsi terkenal karena ada Taman Buah Mekarsari, yang dibangun keluarga Cendana bertahun lalu.
Dari Cileungsi, pengelana itu berbelok ke selatan menuju Gunung Gajah dan Bukit Caru, sebelum berbelok ke timur menuju Citeureup.

Nama Citeureup masih ada hingga saat ini di sebelah timur Cibinong. Tempat berikutnya yang dilewati adalah Tandangan.
Nama ini tak bisa lagi dikenali. Selanjutnya ada dua sungai, Ci-Hoe dan Ci-Winten diseberangi, sebelum ia sampai di Cigeuntis.
Nama sungai pertama kini anak sungai Ci-Pamingkis yang mengalir ke sungai Ci-Beet.

Sungai kecil ini anak sungai Citarum dari sisi sebelah barat. Ci-Winten kini bernama Ci-Mintan, berlokasi di sebelah timur sungai Ci-Beet.

Peta perjalanan Bujangga Manik (Denys Lombard)

Dari Cigeuntis menuju Goha, yang sekarang diduga sebuah bukit di dekat sungai Ci-Guha, anak sungai Citarum di sebelah barat laut Purwakarta.
Setelah elewat dua tempat, Bujangga Manik menyeberangi sungai Ci-Tarum dan tak lama kemudian menyeberangi Ci-Lamaya.

Di antara kedua sungai ini ada nama Ramanea yang tidak bisa dikenali lagi jejaknya. Juga ada tiga gunung yang masuk wilayah jajahan Saung Agung.
Ini kemungkinan merujuk wilayah Wanayasa, yang di barat dibatasi Ci-Tarum, timur Ci-Lamaya dan selatan sungai Ci-Somang.

Selanjutnya ia menyeberangi sungai Ci-Punagara, yang kemudian dikenali sebagai sungai Pamanukan (Indramayu).
Selepas sungai ini, ia masuk ke wilayah Medang Kahiangan, melewatu gunung Tompo Omas. Gunung ini sekarang bernama Tampomas di wilayah Sumedang.
Nama Sumedang sendiri kemungkinan besar ada kaitan dengan wilayah yang disebut di muka tadi sebagai Medang Kahiangan.

Dari titik ini Bujangga Manik menyeberangi sungai Ci-Manuk, melewati Pada Beunghar di utara gunung Ceremay (Ciremai).
Selanjutnya melewati sungai Ci-Jerukmanis (sekarang Cijeruk) yang mengalir ke arah timur gunung Ceremay.
Resi ini kemungkinan menyisir sisi utara gunung, sebelum kemudian melewati Timbang, Hujung Barang, Kuningan, dan Darma.
Nama tempat Kuningan dan Darma masih ada sampai saat ini. Kuningan di tenggara Ciremai, Darma di barat daya gunung itu.

Tibalah ia kemudian di Luhur Agung, yang sekarang dikenali sebagai Luragung, sebelum menyeberangi sungai Ci-Singgarung atau Cisanggarung.
Ia terus berjalan ke timur menyeberangi sungai Ci-Pamali (Pamali), masuk wilayah Majapahit atau Jawa. Sungai Pamali menjadi batas alam antara wilayah Sunda (Jabar) dan Jawa Tengah hingga saat ini.(Tribunjogja.com/xna)


http://jambi.tribunnews.com/amp/2019...awa-1?page=all

http://jambi.tribunnews.com/2019/04/...jangga-manik-2
3
1.9K
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan