Kaskus

News

db84x3Avatar border
TS
db84x3
Rupiah Terlemah Ketiga di Asia, Apa Kabar Jokowi Effect?
Rupiah Terlemah Ketiga di Asia, Apa Kabar Jokowi Effect?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini melemah di perdagangan pasar spot. Faktor eksternal yang tidak kondusif gagal dinetralkan oleh kekuatan dalam negeri.

Pada Senin (22/4/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.070 kala penutupan pasar spot . Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Jumat Agung.

Kala pembukaan pasar, rupiah belum melemah (tetapi tidak menguat juga sih ). Rupiah dibuka stagnan di Rp 14.040/US$.

Namun itu tidak lama, karena kemudian rupiah langsung melemah. Tidak sekadar melemah, depresiasi rupiah pun semakin dalam dan dolar AS kembali mendekati kisaran Rp 14.100.

Pelemahan rupiah hari ini sebenarnya wajar, karena dolar AS benar-benar sedang 'mengamuk' di Asia. Seluruh mata uang utama Asia melemah terhadap dolar AS, tidak ada yang selamat.

Won Korea Selatan jadi mata uang terlemah di Asia. Kemudian disusul rupee India di posisi kedua terbawah dan rupiah berada di atas rupee alias terlemah ketiga.

Dolar AS begitu perkasa karena dukungan rilis data yang ciamik. Penjualan ritel di AS pada Maret naik 1,6% month-on-month (MoM), kenaikan tertinggi sejak September 2017. Jauh membaik dibandingkan Februari yang turun 0,2% MoM. 

Sementara penjualan ritel inti naik 1% MoM, juga membaik ketimbang Februari yang minus 0,3%. Penjualan ritel inti mencerminkan konsumsi rumah tangga dalam komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB). 

Data lainnya adalah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 13 April turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000. Ini merupakan klaim terendah sejak September 1969. 

Data ini menggambarkan bahwa daya beli dan konsumsi tetap kuat sehingga sepertinya akan sulit melihat laju inflasi melambat. Ketika inflasi terakselerasi dan stabil di kisaran 2% seperti yang ditargetkan The Federal Reserve/The Fed, maka peluang penurunan suku bunga acuan menjadi mengecil.  

Saat ini dolar AS tidak bisa berharap Federal Funds Rate naik seperti tahun lalu, tidak turun saja sudah alhamdulillah. Suku bunga acuan yang ditahan di kisaran 2,25-2,5% (median 2,375%) sudah cukup untuk menjadi sentimen positif bagi dolar AS. 

Selain itu, perkembangan harga minyak juga tidak mendukung rupiah. Pada pukul 16:14 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melonjak masing-masing 2,67% dan 2,37%. 

Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak lebih menjadi sebuah bencana. Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Jika harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini akan semakin mahal. Akhirnya beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan ( current account ) akan semakin dalam sehingga rupiah kekurangan modal untuk menguat.

Pemandangan di luar yang suram ini sayangnya tidak bisa diimbangi oleh indahnya situasi di dalam rumah. Praktis tidak ada sentimen domestik yang mampu menjadi penyeimbang.

Pekan lalu, ada faktor domestik yang cukup kuat dan mampu membawa rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia. Selepas Pemilu 17 April, hasil hitung cepat ( quick coun t) di sejumlah institusi menyebutkan pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin unggul atas pesaingnya, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.

Jokowi Effect, seperti pada 2014, kembali terulang pekan lalu. Rupiah menguat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, dan imbal hasil ( yield ) obligasi pemerintah turun.

Namun hari ini sepertinya efek 'obat kuat' itu sudah pudar, tidak lagi bisa membuat rupiah tahan lama. Lagipula, penguatan rupiah, IHSG, dan obligasi pemerintah sepanjang pekan lalu memancing investor untuk melakukan ambil untung ( profit taking ).

Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 80,14 miliar di pasar reguler yang menyebabkan IHSG ditutup melemah tajam 1,42%. Sementara di pasar obligasi, yield surat utang pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik 2,1 basis poin (bps). Kenaikan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang turun karena tekanan jual.
Jadi jelas bahwa tekanan jual terhadap aset-aset berbasis rupiah membuat mata uang Tanah Air melemah. Euforia Jokowi Effect Jilid II sudah selesai, dan sepertinya investor memilih untuk mencairkan cuan. Apa boleh buat...

TIM RISET CNBC INDONESIA

https://www.cnbcindonesia.com/market...-jokowi-effect
Masih terasa kok Jokowi effect
Rupiah Terlemah Ketiga di Asia, Apa Kabar Jokowi Effect?

Meroketnya

emoticon-Wakaka emoticon-Wakaka emoticon-Wakaka emoticon-Wakaka

2
1.7K
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan